Hanya Kamu Hidupku - Bab 418 Gendut Biarlah Gendut, Aku Sanggup Merawatnya

Hati Vima sakit seperti dipelintir, menatap Ellen dengan penuh air mata, dan berkata dengan nada bergetar, "Jadi, sekarang? Sekarang, aku di dalam hatimu, masih kah?"

Ellen menatapnya dengan tenang, "Anda. Karena ini bukan sesuatu hal yang bisa aku tolak dan akan berubah."

"Itu hanya identitas saja. Bahkan jika kamu mengakui bahwa aku masih Ibumu, tetapi kamu tidak akan dekat denganku lagi, aku bagimu, hanyalah orang yang memiliki gelar Ibu saja, tetapi sebenarnya adalah orang yang sangat tidak penting. Benar kah?" hampir setiap kata yang dikatakan Vami penuh dengan getaran.

"Kamu lihat."

Ellen tiba-tiba menundukkan kepala melihat ke perutnya yang membesar itu, telapak tangannya dengan lembut membelai, "Lebih dari lima bulan."

Vima tertegun, air matanya mengalir pelan dan menetes, melihat ke perut Ellen.

Sudut bibir Ellen tersenyum dengan lembut, "Aku tebak ini bukan anak yang kecil, tetapi anak yang gendut."

Vima tertegun mengalihkan pandangannya, melihat ke Ellen.

Tatapan Ellen yang bersinar tanpa sadar pun meredup.

Mencibir dalam hati, Ellen mengangkat pandangannya dan menatap Vima, "Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana aku harus percaya, Anda yang datang meminta pengampunan dengan putrimu ini hanya karena rasa bersalah dan hati nurani yang gelisah saja?"

"Ellen …." Vima tidak bisa menanggapinya.

"Jangan bahas tentang ketekunan dulu. Bahkan anak yang ada di perutku. Dari mulai hamil sampai sekarang, lebih dari lima bulan, mungkin Anda bertemu denganku hanya beberapa kali, tetapi setiap kali bertemu, Anda hanya ambigu untuk memohon pengampunan dariku, memberi tahu dalam beberapa tahun terakhir ini seberapa merasa bersalah dan seberapa menyesalnya Anda. Tetapi sampai sekarang, satu kata peduli padaku pun tak ada. Anak di dalam perutku, apakah Anda pernah bertanya satu kali saja? Terakhir kali aku …."

Bukankah skandal terakhir kali cukup sensasional bukan?

Tetapi Ellen sama sekali tidak menerima satu kata hiburan darinya.

Bagaimana dia harus percaya, karena dia benar-benar bertobat, benar-benar peduli kepada putrinya ini? Bukan karena, memohon ketenangan hidup.

Ellen memegang dahinya, berusaha untuk tersenyum, "Lupakan saja, itu semua hanya masa lalu, tidak perlu dibahas lagi."

"Ellen, aku … aku bukan. Ketika aku melihatmu, aku tidak teringat tentang hal lain lagi. Ellen maaf, aku bukan tidak peduli. Mereka adalah cucu kandungku! Bagaimana mungkin aku tidak peduli." Vima menjelaskan dengan cemas.

"Tidak masalah." Ellen menatapnya, "Nyonya Rinoa, bisakah kita tidak perlu memaksakan kita berdua? Anda tidak benar-benar peduli kepadaku. Dan aku, juga sudah benar-benar melepaskan. Sekarang aku sangat bahagia, sangat bahagia sekali. Aku benar-benar tidak mempunyai banyak energi untuk menyalahkan siapa pun."

"Huhuhu."

Vima dengan sekuat tenaga menahan mulut dan tangisannya itu.

Ellen menutup matanya, memalingkan wajah, tidak melihat Vima lagi.

Dalam situasi ini, tentu saja Vima tidak akan ikut makan siang.

Setelah Vima pergi, William turun dari ruang membaca lantai dua.

Ellen masih menundukkan kepala dan ekspresinya tidak jelas.

William turun, berdiri sebentar di hadapan Ellen, kemudian mengulurkan tangan dan membelai kepala Ellen, berkata dengan lembut, "Sedih?"

Ellen menyandarkan kepala di pangkuannya, tidak mengucapkan sepatah kata pun.

William mundur dan membelai rambut panjangnya, "Aku selalu ada."

Ellen mengerutkan bibir, lalu mendorong pelan wajah ke pangkuannya.

"Tadi aku mendengar siapa yang bilang … anak gendut?" William menatap kepala Ellen dengan lembut, daya tarik suaranya yang begitu datar hingga tersenyum.

Ellen mengulurkan tangan dan memeluk kakinya, berkata dengan suara teredam, "Kamu menguping?"

"Di rumahku sendiri, masih harus menguping?" dia hanya ketika masuk ke dalam ruang membaca, tanpa sengaja pintu tidak tertutup rapat, dan kebetulan dia berniat berdiri sejenak di ambang pintu.

"Huh." Ellen menghembus nafas pelan dari hidungnya, "Pasti seorang anak gendut! Kamu lihat baru lebih dari lima bulan saja, perutku sudah begitu besar, tidak bisa kurus lagi."

William menggosok rambut Ellen dengan liar, "Gendut biarlah gendut, aku sanggup merawatnya."

"Tuan, nona, makan siang sudah siap, sudah boleh makan."

Pada saat ini, terdengar suara Darmi dari arah ruang makan.

William menyentuh telinga Ellen, "Ayo."

Ellen menutup matanya dengan pelan, memeluk paha William selama dua tiga menit, meletakkan tangan ke tangannya yang besar, membiarkan dia mengandengnya ke ruang makan.

Vima meninggalkan Coral Pavilion dengan tampang penuh kegelisahan, kembali ke kediaman Keluarga Rinoa.

Keremangan rumah membuatnya terasa sesak.

Dia berjalan terhuyung-huyung dan duduk di sofa.

Melihat jendela-jendela di sekitar ruang tamu semuanya tertutup oleh tirai tebal, jika dia tidak menyalakan dua lampung dinding, itu tidak ada bedanya dengan malam hari.

Vima membungkuk, membuka telapak tangannya lalu menutup kedua matanya yang bengkak, kesedihan hatinya sedikit demi sedikit membesar.

Awalnya berpikir, seiring bertambahnya usia, Pluto Rinoa akan memiliki lebih banyak waktu luang.

Namun dalam satu tahun terakhir ini, Pluto malah semakin sibuk.

Dahulu tidak peduli seberapa sibuknya dia, dia akan selalu pulang meskipun seberapa malamnya itu.

Namun semenjak dia tahu Venus tidak memiliki calon suami yang disebut-sebut itu, dan orang yang dia sukai, ternyata keponakannya sendiri, dan Venus sejak lama telah berhubungan dengan Ayah dan saudara kandungnya, dia menjadi sering tidak pulang ke rumah.

Meneleponnya dan bertanya.

Dia selalu berkata sedang sibuk di teater.

Satu hari Pluto tidak pulang ke rumah.

Ini berarti Vima harus menghadapi Venus yang selalu berada di ambang kehancuran sendiri.

Vima sejak lama sudah memiliki pengalaman dalam menghadapi keekstriman Venus.

Jadi akhir-akhir ini Vima terus berada di rumah, dengan ketakutan dan ketidaktenangan.

Bahkan pengasuh 刘妈 pun karna takut dan meminta izin pulang.

Kemudian.

Kediaman besar seperti ini, hanya ada dia, Venus dan Mumu.

Mumu ….

Vima meletakkan tangan yang ditutup di matanya, dan langsung melihat ke kandang Mumu.

Mumu yang paling menempel dengannya, selama dia berada di rumah, dia selalu menggoyangkan ekornya untuk minta dibelai, terus mengikutinya.

Hari ini dia pulang juga ada beberapa waktu, tetapi dia tidak melihat Mumu yang datang mencarinya.

Vima merasa sangat aneh, "Mumu …."

Vima berdiri, sambil memanggil Mumu sambil berjalan menuju kandangnya.

Vima berjalan ke kandang, membuka tutupan atap dan melihat, tetapi tidak melihat Mumu.

"Mumu … Mumu …."

Vima mengerutkan kening, dan mulai mencari jejak Mumu di sekitar rumah.

Selain kamar Venus, Vima telah mencari semua bagian dalam luar kediaman, dan tetap tidak menemukan Mumu.

Vima berdiri diam di ruang tamu, mengangkat kepala dan menatap ke arah kamar Venus di lantai dua, tiba-tiba jantungnya berdetak kencang.

Vima bolak-balik di ruang tamu cukup lama, terus-menerus tidak dapat menahan kekhawatiran pada Mumu, menggertakkan gigi, dengan cepat berjalan ke lantai dua, berdiri di depan pintu kamar Venus, "Venus, aku sedang mencari Mumu, apakah dia ada di dalam kamarmu?

Guk, guk ….

Venus tidak menjawab.

Tapi tiba-tiba terdengar suara guk guk yang mengejutkan dari dalam kamarnya.

Punggung Vima perlahan mati rasa, dan langsung melirik ke belakang.

Melihat tidak ada apa-apa, Vima mengepalkan tangannya, menarik pandangannya, mengangkat tangan dan mengetuk pintu, suaranya gelisah, "Venus, aku sudah mencari di sekitar rumah, dan tidak menemukan Mumu. Apakah Mumu ada di dalam kamarmu? Jika ada di sana, aku tidak mencarinya lagi."

Guk guk guk ….

Menjawab Vima.

Dan suara misterius ini lagi.

Vima menggerakkan tenggorokannya, nafasnya memberat, "Venus, apa, suara apa? Kamu, kamu tidak apa-apa kan?"

Guk guk guk ….

Vima meremas salah satu jarinya, bulu kuduknya pun berdiri.

"Ven, Venus …."

Prang!

Pintu kamar mendadak bergetar.

Vima terkejut sampai bahunya bergetar, tanpa sadar mundur dua langkah ke belakang, menatap pintu yang terus bergetar di depannya.

Tuk tuk tuk ….

Segera.

Langkah kaki pelan terdengar dari dalam kamar.

Jantung Vima berdetak kuat tanpa alasan, kedua kakinya terus bergerak mundur.

Tiba-tiba.

Suara langkah kaki berhenti di balik panel pintu.

Bulu mata Vima bergetar beberapa kali, menatap pintu kamar, "Venus …."

Suaranya baru saja keluar.

Tiba-tiba mata Vima langsung membelalak, sekujur tubuhnya bergetar, kakinya lemas dan jatuh ke belakang, sampai bersandar di pagar tangga.

Dia membuka mulutnya lebar-lebar, terus menatap celah pintu di atas lantai.

Melihat darah yang merah kental, seperti suatu makhluk yang mengerikan, dengan perlahan keluar dari pintu ….

Krek ….

Pintu kamar dibuka pada saat itu.

Vima karena takut dan menahan nafasnya.

Dan ketika pintu itu dibuka di depannya.

Hal yang pertama dilihatnya, adalah tongkat bisbol yang berlumuran darah ….

Kemudian, sepotong sutra putih yang tercemar oleh darah.

"Ahhh …."

Vima tidak dapat menahan suara teriakan yang mengerikan itu.

Namun detik berikutnya, pandangannya pelan-pelan berpindah, lalu melihat Mumu yang berbaring sekarat di samping tongkat bisbol yang berlumuran darah ….

"Ahhh … ahh … ahh …."

Vima memeluk kepalanya dengan sangat histeris, dan berteriak keras.

Mulut Mumu yang disekap, dengan keempat kaki, diikat erat dengan pita di setiap kedua kakinya, dan lehernya diikat dengan erat menggunakan tali anjing yang beberapa hari lalu baru dibeli oleh Vima.

Sepertinya Mumu dipukul sampai lukanya terbuka, dan sekujur tubuhnya tercemar dengan noda darah yang sangat parah.

Dia tergeletak di lantai, dengan darah di kedua matanya, menatap Vima tanpa berkedip, tatapan itu, cukup untuk mencabik-cabik hati Vima.

"Mumu … ahhh … mengapa, mengapa …."

Vima bahkan tidak berani mendekati Mumu, dia menggeram dan menatap Venus, "Mengapa? Mengapa kamu harus melakukan ini? Kamu gila, kamu sudah gila!!"

Wajah Venus yang dipenuhi dengan darah Mumu, dan matanya dingin seolah-olah baru bangkit dari tingkat neraka terdalam dengan sekujur tubuh dipenuhi dengan hawa jahat.

Mendengar geraman Vima.

Venus tertawa dingin, mengangkat tongkat bisbol di tangannya dan melambaikan dengan keras ke tubuh Mumu.

"Tidak …."

"Ahhh … ahh …."

Vima melihat darah mengalir keluar dari tubuh Mumu, Mumu membungkuk dan bergetar, dan kemudian berbaring tanpa hembusan nafas lagi.

Kedua matanya masih terus menatap Vima, seolah-olah sedang bernostalgia, seolah sedang meminta bantuan ….

"Ahhh …."

Vima bergegas maju, dengan tangan gemetar melepaskan tali anjing di leher Mumu, dan pita-pita yang mengikat anggota tubuhnya, setiap gerakan menunjukkan ketidaksabaran, ketakutan dan kesedihannya.

Mumu telah menemani Vima selama empat tahun, dari semenjak Mumu tiba di rumah, dia terus dekat dengan Vima.

Bagi Vima, Mumu bukan hanya seekor anjing, dia juga "Anaknya", kenyamanannya ….

Venus berdiri dingin di samping, menatap Vima dari atas, "Apakah itu sakit?"

Vima menangis tersedu-sedu, hanya peduli untuk melepaskan pita di tubuh Mumu.

Venus seperti boneka kayu, memiringkan kepalanya, menatap Vima dengan dingin, "Benar-benar tak tega ketika melihatmu begitu menyakitkan. Tapi, kesakitan yang kamu terima saat ini, sepersepuluh ribu pun tidak sebanding dengan yang aku rasakan. kamu hanya kehilangan seekor anjing saja. Dan aku, kehilangan satu-satunya orang yang memiliki hubungan darah denganku di dunia ini, kedua orang yang aku sayangi. Bagaimana bisa kamu dibandingkan denganku."

"Mumu, anak baik, kamu kuat sedikit, aku sekarang akan membawamu ke rumah sakit …."

Vima sedih sampai mengerutkan alis, dengan hati-hati memeluk Mumu yang terbaring di atas lantai, berlari dengan cepat dan terhuyung-huyung ke lantai bawah.

Venus menatap Vima yang turun ke bawah, melihatnya yang berlari keluar rumah, tidak ada sedikit emosi di dalam pandangannya, lalu melemparkan tongkat bisbol dari tangannya ke luar pintu, dan menutup pintu kamar seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

Novel Terkait

My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu
Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
4 tahun yang lalu
My Superhero

My Superhero

Jessi
Kejam
4 tahun yang lalu
Adieu

Adieu

Shi Qi
Kejam
5 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Takdir Raja Perang

Takdir Raja Perang

Brama aditio
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
3 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu