Hanya Kamu Hidupku - Bab 292 Malu

William mencondongkan badannya, bibirnya mencium bibir Ellen, dan mengeluarkan nada suara yang mesra, “Tunggu aku pulang.”

Ellen merasa sedikit aneh, orang ini terlihat senang tanpa jelas saat keluar dari rumah sakit.

William terus menatap Ellen, membantu Ellen membuka pintu mobil, “Pergilah.”

Ellen mengalihkan pandangannya, segera mencium pipinya, kemudian turun dari mobil, berjalan ke arah vila tanpa membalikkan kepala, Ellen berjalan sambil melambaikan tangannya ke belakang.

William menyipitkan mata, dia tersenyum tanpa bersuara, menutup telepon dan pergi dari villa.

……

William sampai di perusahaan Dilsen, dia naik ke kantor Presdir yang ada di lantai enam puluh lima dengan lift khusus Presdir, pintu lift terbuka di lantai enam puluh lima, Hawn sudah menunggu di depan lift.

William melirik Hawn, kemudian berjalan ke arah kantor.

“... Presdir, Presdir Grup Diamond, Nona Manda sudah menunggu lama di kantor.” Hawn menundukkan kepala dan berjalan di belakang William, dia berkata dengan nada kecil.

Langkah kaki William tiba-tiba berhenti, berbalik badan dan menatap Hawn dengan tatapan dingin, “Siapa?”

Hawn tidak berani mendongak, “... Rosa, Nona Manda.”

William mengerutkan alis dengan erat, “Tampaknya asisten Hawn merasa berada disampingku kehilangan bakat, ingin mencari pekerjaan lain kah?!”

Hawn berkeringatan, kepalanya semakin turun ke bawah, “Nona Manda datang bersama Nyonya besar...”

Mata William melihat ke arah Hawn, “mamaku?”

“Iya, Presdir.” Hawn mengulurkan tangan dan mengelap keringat yang ada di dahinya, menggerakkan bibirnya dan berkata, “Tapi Nyonya besar hanya datang sebentar saja. Sekarang di dalam kantormu, hanya ada Nona Manda...sendirian.”

William menyipitkan mata, “Waktu rapat masih lama kah?”

Hawn segera mengangkat tangannya dan melihat jam tangan, dia berkata, “Masih setengah jam.”

William melihat kantor Presdir dengan tatapan dingin, melangkah maju, berjalan ke arah lift lagi, “Sebelum rapat berakhir, usir dia!”

Hawn, “...” Presdir, perkataanmu terdengar gampang! Orang itu dibawa datang oleh Nyonya!

William langsung masuk ke dalam lift, naik ke lantai enam puluh empat, ruang rapat.

Hawn berdiri di tempat asal, niat ingin mati pun sudah ada.

……

Dia berdiri di luar kantor selama lima menit, Hawn manarik napas dalam, mengulurkan tangan dan membuka pintu kantor Presdir.

Saat membuka pintu, Hawn melihat Rosa berdiri dari sofa, melihat ke arah sini dengan tatapan senang dan gugup.

Namun, saat tatapan Rosa jatuh di tubuh Hawn, tatapannya segera mengelap lagi, kesenangan diwajahnya juga menghilang.

Sudut bibir Hawn terangkat, berjalan ke sana, “Aku datang untuk memberitahukan Nona Manda, Presdir baru saja menelepon, dia mengatakan... ada urusan, hari ini, dia tidak datang perusahaan.”

“Tidak datang?” Rosa mengerutkan alis, kedua mata menatap Hawn dengan tatapan kesal, “Ada urusan, urusan apa?”

“Ini, aku tidak tahu.” Hawn berkata sambil tersenyum.

“Kamu adalah asisten kakak William, bagaiamana mungkin tidak tahu?” Rosa menatap tajam ke arah Hawn, nada suaranya terdengar sedikit marah.

Hawn merupakan orang yang berada di samping William Dilaen, dia sudah lama mengikuti William Dilawn, sifatnya juga sedikit mirip dengan William, contohnya ketenangan dan keseriusan.

Setelah mendengarkan ini, wajah Hawn tersenyum polos, tapi tatapan melihat Rosa menjadi dingin, “Nona Manda, Hawn hanya sebagai asisten Presdir, bukan cacing yang ada diperut Presdir, dan juga bukan pemikiran Presdir. Yang Hawn tahu, juga hanya Presdir yang memberitahukannya kepada Hawn. Jika Presdir tidak menginginkan Hawn tahu, maka Hawn juga tidak bisa tahu apa-apa.”

Rosa pernah bergaul dengan Hawn, meskipun Hawn merupakan asisten William, tapi dia adalah orang pintar, kemampuannya tidak sederhana.

Orang seperti ini, selain bisa diatur oleh orang yang lebih kuat darinya, jika ada orang yang ingin melawannya berdasarkan identitas, ini akan membuatnya merasa dihina, hak melindungi orang dan harga diri, ini akan membangkitkan kemarahannya.

Rosa segera mengalihkan pandangannya, menarik napas dalam, menahan kemarahannya, sudut bibirnya terangkat dan tersenyum pada Hawn, “Benar-benar maaf, tadi sedikit kurang sopan. Jangan mempermasalahkannya ya, asisten Hawn.”

“Nona Manda, tidak perlu minta maaf. Hawn hanyalah seorang asisten, Nona Manda adalah Nona besar dari Grup Diamond, jika dibandingkan Hawn dengan Nona Manda, benar-benar sangat rendah.” Kata Hawn sambil tersenyum.

Rosa juga tersenyum, “Jika asisten Hawn tidak keberatan, itu tidak masalah.”

Sudut bibir Hawn tersenyum, dia tidak berbicara.

“... karena kakak William tidak datang perusahaan, maka aku akan menacari waktu datang lagi. Saat itu, mohon bantuan dari asisten Hawn.” Kata Rosa.

Hawn mengerutkan alis, dia tetap tidak berbicara, dan mundur ke belakang.

Rosa melihat Hawn dengan mengerutkan alis.

Wajah Hawn tidak berubah, “Nona Manda, silakan.”

Rosa merapatkan bibirnya, kemudian berjalan ke arah pintu.

Hawn menunggu Rosa berjalan dulu, kemudian dia baru mengikutinya dari belakang.

Tanpa diduga, Rosa baru saja berjalan sampai pintu, langkah kakinya tiba-tiba berhenti.

Tubuh Hawn berhenti, melihatnya dengan curiga, “Ada masalah lagi kah, Nona Manda?”

Rosa membalikkan kepala, melihat Hawn dengan tatapan dalam, sudut bibirnya terangkat, “Asisten Hawn sudah tujuh tahun bekerja di perusahaan Dilsen kan?”

Hawn sedikit terbengong.

Rosa tersenyum pada Hawn lagi, berbalik badan dan pergi.

Hawn, “...”

……

Setelah rapat, William kemabli ke lantai lima puluh lima, setelah keluar dari lift, dia langsung melihat Hawn yang sedang terbengong dan berdiri di depan pintu lift.

Dia berjalan ke sana.

Dan dia langsung berjalan ke depan Hawn, tapi Hawn masih melamun.

William Dilawn merapatkan bibirnya, berdiri di depannya, “Hawn.”

“...” roh Hawn seperti ditarik oleh orang, dia perlahan-lahan mendongak, saat melihat wajah William ada didepannya, dia tiba-tiba terkejut.

Hawn menarik napas, kemudian segera berdiri dengan tegak, “Presdir.”

William memasukkan satu tangan ke dalam saku, nada suaranya sedikit polos, “Ada apa?”

“... Tidak, tidak.” Hawn memegang telinga, ekspresi wajahnya sedikit kacau, “Presdir, swsuai perintahmu, aku sudah mengusir Nona Manda.”

“Uhm.” William mengangguk, melirik Hawn sejenak, kemudian membuka pintu kantor dan berjalan masuk ke dalam.

Hawn memejamkan mata, dia berdiri di luar sejenak, kemudian mengikutinya masuk ke dalam.

“Apakah kamu terlalu capek?”

William membuka kancing jas sambil berkata.

“Lumayan.” Kata Hawn.

William melepaskan jas, kemudian melihat Hawn lagi, “Jika terlalu capek, istirahatlah.”

“Aku baik-baik saja.” Hawn berkata.

William tidak mengatakan apa-apa, meletakkan jas di kursi, kemudian duduk.

Hawn melihat William, “Presdir, jika tidak ada perintah lain, aku pergi kerja dulu.”

William terbengong sejenak, “Uhm.”

Hawn langsung membalikkan badan dan berjalan keluar dengan kangkah cepat, saat keluar, dia juga menutup pintu kantor.

Setelah mendengar suara pintu, William mendongak, tatapannya muncul beberapa ide.

……

Pada pukul lima, Tino dan Nino pulang, pada pukul setengah lima, Ellen pergi ke taman kanak-kanak, dia dan orang tua anak lainnya sedang menunggu anak keluar.

Pada pukul lima lebih sepuluh, Ellen menjemput dua anak.

Setelah membawa dua anak masuk ke dalam mobil, Ellen duduk di tempat pengemudi, mengenakan sabuk pengaman sambil melihat dua anak lewat kaca spion, “Hari pertama sekolah, bagaimana perasaannya? Enak kah?”

“Tidak!” Nino merapatkan bibir, melambaikan tangan dan berkata.

Sudut bibir Ellen terangkat, melihat Tino.

Tino berkata, “Sekolahnya tidak sama.”

Ellen menggerakkan mobil, “Ini baru hari pertama, kalian masih belum adaptasi, setelah beberapa hari lagi, kalian pasti terbiasa. Apakah kalian sudah mempunyai teman baru?”

“kakakku.” Nino tersenyum.

Ellen terkejut, melihat Tino, “Tino sudah punya teman baru kah?”

Tino mengerutkan alis, memberi tatapan kepada Nino tanpa bersuara “Jangan ikut campur”, kemudian berkata, “Tidak.”

“Ada seorang adik perempuan yang gemuk, hari ini, dia terus mendekati kakakku, apa yang dilakukan kakakku, dia langsung melakukannya, saat tidur siang, dia bersikeras ingin tidur bersama kakakku.” Nino berkata sambil mengoyangkan satu kakinya.

“Nino, kenapa kamu lebih bising daripada wanita!” Tino melihat Nino dengan tatapan jijik.

“Jadi tidak ada wanita yang mendekatiku.” Nino berkata.

“... Tidak ingin berbicara denganmu,” Tino berkata,

Ellen melihat wajah Tino yang merah lewat kaca spion, dia tersenyum, “Tampaknya kakak kita sangat disukai oleh gadis kecil.”

“mama.” Telinga Tino merah, dengan tatapan kacau melihat Ellen.

“Sudahlah, mama tidak mengatakannya lagi. kakak kita sudah malu.” Ellen tersenyum.

Tino, “...”

“Manes, kita tidak pulang kah?” Nino melihat jalan luar, dia berkata.

“... Kenapa kamu bisa tahu?” Ellen terkejut.

Nino memutarkan bola mata, “Karena jalan ini bukan jalan pulang ke rumah.”

Ellen terkejut lagi, “Baru saja lewat sekali, kamu sudah ingat jalannya?”

“Susah kah?” Kata Tino.

“Iya, susah kah?” Nino melihat Ellen dengan mata besar.

Ellen, “...” Seharusnya... tidak susah!

Ellen menghabiskan waktu beberapa menit untuk menenangkan diri, menelan ludah dan melihat Tino dan Nino lewat kaca spion, “Ayah kalian juga sudah pulang, jadi aku berencana untuk menjemputnya, sekalian memberi kejutan kepadanya.”

Tino, Nino, “...” Orang dewasa benar-benar bisa bermain!

……

Pada pukul enam kurang dua puluh menutk Ellen menghentikan mobil di parkiran perusahaan Dilsen.

Masuk ke dalam parkiran, Ellen langsung melihat tempat parkir khusus orang itu, mata pnya melintas cahata terang, kemudian mencari tempat untuk parkir mobil.

Mengeluarkan ponsel dan mengirim pesan teks kepada William.

Saat dia menundukkan kepala untuk mengirim pesan, sebuah mobil melaju masuk dari luar.

Tidak lama kemudian, mobil itu berhenti di jarak dua dan tiga mobil darinya.

Dua mobil berhadapan dengan pintu lift.

Di dalam mobil.

Pria yang mengemudi melihat ke belakang lewat kaca spion, tangannya memegang tongkat orang tua, “Tuan, kita menunggunya di sini kah?”

Tatapan Tuan melihat ke arah lift, “Uhm.”

“...” setelah Sobri berpikir, “Atau aku telepon Tuan ketiga saja? Jika dia tidak berada di perusahaan...”

“Aku juga tidak sibuk, tunggu saja!” Kata Hansen.

Sobri diam, dia tidak berbicara lagi.

Setelah setengah jam kemudian.

Terdengar suara pintu lift, beberapa detik kemudian, sosok yang bertubuh tinggi keluar dari lift.

Novel Terkait

My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
3 tahun yang lalu
The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
3 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
3 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu
Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
3 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
4 tahun yang lalu