Hanya Kamu Hidupku - Bab 311 X Berikan Aku Sedikit kasih Sayang Memangnya Kenapa

Saat Bintang dan Vania sampai, perut Louis telah berhasil dipompa dan dia sudah dipindahkan ke kamar VIP.

Tetapi dia masih dalam pengaruh obat bius.

Melihat Louis berbaring di tempat tidur, pucat dan lemah, Vania mengangkat alisnya dan berkata, "Sudah ku bilang mamaku akan baik-baik saja. Peramal mengatakan bahwa mamaku bisa hidup sampai lebih dari sembilan puluh tahun. Jadi aku tidak khawatir sama sekali."

Lina yang barusan didepan Hansen berkata Vania khawatir mendengar kabar tentang Louis, mendengar kata-kata itu merasa tertekan sehingga tidak dapat berkata apa-apa dan menatap Vania.

William dan Bintang sama sekali tidak melihat Vania.

Hansen membalikkan punggungnya karena kata-katanya, dan menatap Vania, “Tidak berperasaan!"

Vania tertegun, dan mengerutkan keningnya dengan polos pada Hansen.

"Apakah hatimu dimakan oleh seekor anjing serigala? Vania, mamamu hampir mati. Kamu bilang kamu tidak khawatir sama sekali?" Hansen menggeram dengan wajah biru.

"Karena aku tahu tidak akan terjadi apa-apa, jadi aku tidak khawatir."

Nada bicara Vania terdengar sangat percaya diri, bahkan dia dengan tidak masuk akal menatap mata Hansen.

Seolah-olah tuduhan Hansen sekarang arogan dan tidak masuk akal.

“Kamu…..”

“Pergi!”

Hansen ingin mengatakan sesuatu, tetapi mendengar William yang daritadi belum berbicara apa-apa, berbicara dengan dingin.

Semua orang di dalam kamar rumah sakit tertegun, memandang William.

William perlahan memalingkan matanya, dan tatapannya yang dingin tertuju pada Vania. "Keluar!"

Mata Bintang menyipit.

Hansen mengerutkan bibirnya dan tetap diam.

Sobri dan Lina saling melirik dan menunduk.

“…….Kakak ketiga.”

"Aku tidak punya saudara perempuan seperti kamu! Jangan membuatku mengatakannya untuk ketiga kalinya!" Wajah William terlihat suram dan suaranya keras.

“Kakak ketiga…..”

Air mata Vania mengalir, dia merasa tidak adil dan juga merasa ketakutan.

Tetapi begitu dia berbicara, dia melihat William menghampirinya.

Vania menundukan bahunya ketakutan, mengedipkan matanya karena ketakutan, "Apa yang akan kamu lakukan, kakak ketiga, ah kakak ketiga, kakak ketiga..."

William menjelaskan apa yang akan dia lakukan langsung dengan tindakannya!

Tangan yang kuat meraih lengan Vania dan menyeretnya ke pintu kamar seperti binatang.

Kurang dari sepuluh detik kemudian, William melemparkan Vania keluar dari kamar, menutup pintu dan menguncinya.

"Kakak ketiga, kakak ketiga, buka pintunya. Kenapa kamu melakukan ini padaku, kakak ketiga kamu kejam!"

"Kakek, bantu aku berbicara dengan kakak ketiga. Kakek, kakak ketiga tidak bisa melakukan ini padaku. Aku adik perempuannya sendiri!"

"Kakek……Bintang, Bintang, aku tunanganmu. Bagaimana kamu bisa diam saja dan tidak melakukan apa-apa? Lelaki macam apa kamu? Bintang, Bintang, Huu..."

Semua orang di kamar "cuek" kecuali Hansen yang sedikit cemberut.

Untungnya, efek kedap suara kamar VIP tidak buruk, diluar Vania hanya berteriak dan mematahkan tenggorokannya, tetapi suara yang masuk ke kamar hanya samar-samar, sehingga tidak mengganggu Louis yang sedang tidur.

“Kakek, sekarang bibi baik-baik saja kan?” Bintang bertanya pada Hansen, tidak memperdulikan Vania yang berada di luar.

Hansen menatap Bintang, menghela napas dan berkata, “Untungnya dapat diselamatkan tepat waktu, sekarang sudah tidak apa-apa.”

Bintang menghela napas lega, “Baguslah kalau begitu.”

Hansen memandangi Bintang.

Dalam hati dia terharu.

Orang yang tidak memiliki hubungan darah memiliki hati nurani lebih dari putrinya yang telah dibesarkannya selama lebih dari 20 tahun.

Berpikir seperti ini, Hansen makin tidak ingin melihat Vania.

……

Satu jam kemudian, Bintang keluar dari kamar, dengan tatapan yang dingin menatap Vania yang sedang duduk di salah satu sisi koridor, memeluk lututnya, menangis, mengerutkan bibirnya, tidak mengatakan apa-apa, lalu berjalan menuju lift.

Vania menghampiri Bintang dengan mata yang redup dan berlinang air mata, berkata dengan suara serak, "Bintang, kamu benar-benar sekejam ini kah?"

Bintang seperti tidak mendengarnya dan terus berjalan.

“Bintang……”

Vania begitu marah sehingga dia berdiri dari lantai dan berteriak di punggung Bintang, "Jika kamu maju selangkah lagi, aku akan segera memanggil pamanku dan memberitahunya kalau kamu menggertakku!"

Bintang mencibir, menolak untuk menjawabnya.

Tetapi pada akhirnya dia tidak berjalan maju lagi.

Berhenti dan menengok ke arah Vania yang tidak memiliki siapa-siapa, dan berkata, "Aku akan mengantarmu pulang."

Vania terpana, amarahnya tiba-tiba menghilang, memandang Bintang dengan rasa tidak percaya, dan berkata dengan lembut, "Kamu, apa yang kamu katakan?"

"Aku akan mengantarmu pulang," Bintang mengulanginya dengan sabar.

"..." Vania tersenyum ceria, mengulurkan tangan dan menyeka matanya, mengambil tasnya di lantai, dan cepat-cepat berlari menghampiri Bintang, dia bahkan tidak melirik ke arah kamar.

Ketika Bintang melihat ini, tatapannya menjadi dingin.

……

Bintang mengantarkan Vania sampai ke rumah lama

Vania meraih tangannya, dan dalam perjalanan perubahan sikap Bintang yang tiba-tiba terhadapnya, telah merubah kegembiraannya menjadi kekhawatiran yang tersamarkan.

Dia selalu membenci dirinya sendiri, bagaimana dia bisa berubah dalam waktu singkat? Dan tidak ada tanda-tandanya.

Apakah…. Dia ingin putus dengannya?

Segera setelah pikiran itu muncul di benaknya, Vania mendengar Bintang berbicara di sebelahnya, "Aku pikir kamu sudah bisa menebak apa yang ingin aku katakan."

Wajah Vania tiba-tiba berubah pucat dan menatapnya, matanya terbakar oleh amarah. "Bintang, kamu berkhayal!"

Bintang menatap Vania dengan lembut, "Aku tidak menyukaimu..."

"Kalau begitu, aku tidak dengar!" Vania mencibir.

"Aku tidak akan menikahimu," kata Bintang.

Vania terkejut dan menatap Bintang, "Kamu, apa yang kamu katakan?"

Tatapan Bintang terlihat sangat yakin, "Aku tidak akan menikahimu!"

“Omong kosong!”

Tiba-tiba Vania mengambil tas itu di atas lututnya dan melemparkannya ke depan mobil. Dadanya penuh dengan emosi dan menatap Bintang dengan marah.

Bintang mengerutkan kening, "Vania, kamu adalah nona keempat dari keluarga Dilsen. Perhatikan sikapmu!"

"Perhatikan sikapku? Pertunanganku dibatalkan dan kamu ingin aku memperhatikan sikapku? Bintang, apakah kamu sedang bercanda?" Vania benar-benar tidak terkendali, menatap Bintang dan mencibir.

Raut wajah Bintang sedikit berat. "Masalah ini, aku Bintang minta maaf untuk masalah ini. Jadi kamu dan aku akan memberitakan tentang pembatalan pertunangan, apapun alasannya, aku tidak akan membuat bantahan.”

"Bintang, apakah kamu bermain bersamaku sekarang? Aku beritahumu, jika aku Vania mati pun, aku tidak akan pernah membatalkan pertunanganku denganmu! Bahkan jika itu sia-sia, aku akan menyia-nyiakannya bersamamu!"

Hati Vania sakit seperti terkoyak oleh sepasang tangan yang tak terlihat, tetapi dia mengangkat dagunya dan tersenyum dengan gembira, "Bintang ah Bintang, kamu tidak akan pernah bisa menyingkirkan aku dari hidupmu! Hahaha."

Bintang menatap dingin ke wajah Vania yang hampir gila, "Aku tidak mencintaimu, dan aku tidak akan memberimu kasih sayang dan kelembutan yang kamu harapkan. Aku pikir jika seorang wanita bahkan tidak bisa mendapatkan sekecilpun kasih sayang dari suaminya, maka tidak ada gunanya pernikahan ini! Vania, kamu dilahirkan untuk menjadi nona keempat dari keluarga Dilsen, kamu hidup mewah, berasal dari keluarga terpandang. Apakah kamu bersedia setelah menikah diperlakukan dengan dingin oleh suamimu?”

Senyum liar Vania perlahan mereda, matanya merah dan menatap Bintang,

"Kamu tidak perlu menyia-nyiakan perkataanmu lagi, aku sudah membayangkan hal-hal yang kamu katakan berkali-kali. Aku bisa menahan ketidaksukaanmu yang sangat jelas padakuku dan ketidaktahuanmu. Aku bisa terima semua yang kamu miliki! Karena aku, Vania, mencintaimu, Bintang, sangat mencintaimu! Dari saat aku bertemu denganmu, harapan terbesarku dalam hidup ini adalah menikahimu! Jadi aku tidak akan membiarkanmu pergi! Bintang, aku sangat mencintaimu, kamu berikan aku sedikit kasih sayang memangnya kenapa? "

Seluruh kesabaran Bintang hilang setelah mendengar kata-kata Vania.

Vania kembali melihat rasa jijik di wajah Bintang, dia merasakan sakit di hatinya, tetapi dia tersenyum dengan lembut. "Bintang, kecuali kamu membunuhku, kamu tidak bisa pergi dariku! Kamu Bintang keras kepala, aku Vania juga bisa menahannya!"

“Turun!”

Bintang menggertakan giginya.

Vania menatapnya dengan senyum menantang. Kali ini, tidak pernah semudah ini. Dia melepas sabuk pengamannya, meraih tasnya, membuka pintu dan keluar dari mobil dan tidak kembali lagi ke pintu gerbang.

Bintang menatap punggung Vania dengan marah.

Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, dia benar-benar berpikir untuk membunuh orang!

……

Setelah jam sembilan malam, restoran Dongxi.

Ellen melirik kedua lelaki kecil yang bosan di sofa dan berbisik ke ponsel, "Kamu tidak perlu terburu-buru di sini, sekarang nenek... mama, belum bangun, kamu di rumah sakit saja. Aku akan membawa Tino Nino pulang. "

"Yah, jangan khawatir. Aku akan meneleponmu ketika aku pulang."

Ellen mengakhiri pembicaraan dengan William, dia mengerutkan kening dan mendesah dalam hatinya.

Dia tidak pernah membayangkan bahwa Louis akan bunuh diri.

……

Ellen membawa Tino Nino keluar dari restoran, meletakkan kedua lelaki kecil itu di kursi belakang dan ketika dia mau menutup pintu.

Bam.

Suara pintu dibanting tiba-tiba datang dari depan.

Ellen berhenti dan melihatnya.

Melihat pria itu berjalan lurus ke arahnya, Ellen dengan cepat mengerutkan kening dan menutup pintu.

Pria itu berhenti di depan Ellen, dan mata serta alisnya penuh sukacita. "Aku tidak menyangka kamu belum pergi."

Itu Bintang!

“Sebentar lagi aku pergi.” Ellen berkata.

Bintang tersenyum pada Ellen. "Kamu berdiri di hadapanku sekarang, dan aku masih merasa seperti mimpi."

Ellen tersenyum, "Tidak baik memarkir mobil terlalu lama di depan pintu hotel. Aku pergi dulu."

"Ellen, aku pikir aku tidak akan pernah melihat kamu lagi dalam hidupku. Jadi, aku benar-benar senang melihat kamu lagi, sungguh!" Bintang sadar dia mengabaikan kata-kata Ellen, dan, matanya bersinar penuh semangat.

Ellen mengedipkan matanya dan berkata, "Aku juga senang melihatmu lagi. Tapi aku benar-benar harus pergi. Selamat tinggal."

Ellen selesai bicara, tidak berani tinggal lebih lama, berbalik dan berjalan ke mobil.

“Ellen…….”

Bintang dengan penuh semangat meraih lengan Ellen dari belakang.

Ellen mengerutkan bibirnya dan melihat ke belakang, hal pertama yang dilihatnya bukanlah Bintang, tetapi tangan Bintang yang memegang lengannya, dan kemudian dia melirik wajah Bintang, matanya tenang dan terasa jauh.

Bintang menatap wajah Ellen yang dingin, melawan kepahitan di hatinya, perlahan melepaskan lengannya, menertawakan dirinya sendiri. "Karena kamu mengucapkan selamat tinggal, bisakah aku memiliki kontakmu?"

Kali ini, tanpa menunggu Ellen membuka mulutnya, jendela kursi belakang terbuka, dan kepala bulat kecil keluar dari jendela, seolah-olah takut suaranya tidak terdengar, dan dia berkata, "Ma."

Ellen:o(╯□╰)o

Novel Terkait

See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu
My Beautiful Teacher

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Berpaling

Cinta Yang Berpaling

Najokurata
Pertumbuhan
4 tahun yang lalu
My Charming Lady Boss

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
3 tahun yang lalu
Cutie Mom

Cutie Mom

Alexia
CEO
5 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Pernikahan Kontrak

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
4 tahun yang lalu