Hanya Kamu Hidupku - Bab 480 Tentu Bukan Rumahmu, Ini Rumahku

Bibir Sumi memasang senyuman kecil, dia membuka pintu kursi penumpang di sebelah pengemudi, menatap Pani dengan lembut, "Masuk."

Pani sekilas melihat tempat duduk itu, ia merapatkan bibirnya sambil melihat Pataya yang masih fokus pada Sumi, "Masuklah."

"... Iya." Pataya tersipu, dia melirik Sumi beberapa kali sebelum dia membenamkan kepala dan masuk ke mobil.

Pani membuka pintu dan membiarkan Pataya masuk ke mobil terlebih dahulu.

Pataya duduk di dalam mobil, saat Pani membungkuk dan hendak mengangkat kaki ke dalam , pergelangan tangannya ditarik dari samping.

Napas Pani tersentak, dia menoleh ke seseorang.

“Duduk di depan.” Ujar Sumi. Kemudian dia melangkah maju, memegang tangan Pani yang masih berada di gagang pintu dan mendorong pintu tersebut, lalu menarik Pani ke arah kursi penumpang depan.

Mata Pani tidak henti berdenyut, dia dipaksa masuk ke dalam mobil oleh Sumi.

Sumi membungkuk untuk mengikat sabuk pengamannya, menutup pintu, berjalan ke kursi pengemudi.

Pani menggigit bibir bawah, menatap Sumi dengan bimbang.

Sumi memintanya untuk duduk di depan, maka Pataya hanya bisa duduk sendirian di kursi belakang, apakah ini baik?

Sumi mengikat sabuk pengamannya sendiri, menatap Pani dengan tampilan yang biasa sambil menyalakan mobil dan berkata, "Apa yang mau kamu makan?"

Pani mengernyit ringan, mengangkat kelopak matanya dan melihat Pataya yang duduk di kursi belakang dari kaca spion, "Terserah."

"Baik."

Sumi sekadar meresponnya, kemudian tidak lagi berbicara.

Pani meniliknya.

Dia kira Sumi setidaknya akan meminta pendapat Pataya ...

……

Restoran Raja Kepiting.

Pani mengikuti langkah Sumi yang memasuki restoran. Ketika melihat nama restoran, dia berpikir bahwa nama ini diberi tanpa seni.

Karena makanan khas restoran ini adalah kepiting raja!

Pelayan memandu Sumi dan dua orang lainnya ke ruangan pribadi.

Saat memesan, Sumi secara khusus menanyakan selera Pataya.

Setelah diabaikan sepanjang jalan dan akhirnya diajak bicara oleh Sumi, wajah Pataya sontak memerah, dia mengigit bibir sambil mengeluarkan kata-kata, "Aku terserah".

Mendengar itu, Sumi pun memesan kepiting raja, lobster, dan beberapa lauk sesuai selera Pani.

Selesai memesan makanan, Sumi meletakkan tangannya di pangkuan Pani dengan spontan.

Pani mengguncang kakinya, menampar tangan di pangkuannya dengan tidak ramah.

PLAK ……

Sangat lantang!

Sumi, "..."

Pataya melihat Pani dengan mata lebar.

Pani menopang kening dengan canggung, dia sungguh tidak mengira tamparannya akan selantang ini!

Sumi bersikeras tidak menarik kembali tangannya walau telah dipukul, dia masih dengan keras kepala meletakkan tangannya di pangkuan Pani. Matanya menatap tajam ke Pani, "Kamu tidak memperkenalkan dia?"

Mendengar itu.

Pani diam-diam memutar mata.

Kamu akhirnya menyuruhku untuk memperkenalkannya!

Pani mengerutkan bibir dengan malas, memandang Pataya yang duduk tegap dan berkata, "Adik sepupuku, Pataya. Pataya, ini adalah Tuan Sumi Nulu."

Kedua tinju Pataya mengepal erat, tatapannya tertuju pada Sumi, "Halo, senang bertemu Anda."

Pani menurunkan kelopak mata.

Pandangan Sumi menyapu wajah Patayadengan acuh tak acuh, kemudian beralih ke wajah Pani lagi, melengkungkan bibir dengan ringan dan berkata, "Kamu punya adik sepupu?"

"Aku tidak boleh punya adik sepupu?" Tanya Pani.

Sumi menatapnya, mengulurkan tangan dan membelai kepalanya.

Pani mendorong tangannya dengan jengkel, "Bolehkah kamu tidak menyentuh sana sini? Sebal."

“Kalau begitu, bolehkah kamu tidak begitu judes!” Sumi memandang Pani dan bersuara kecil.

Pani memelototinya.

Sumi tersenyum, kemudian berbalik ke arah Pataya yang menatap mereka dengan kaku, "Hai."

Bibir Pataya merapat kencang, tersenyum dengan malu dan tidak alami pada Sumi.

……

Hidangan disajikan.

Pani menyukai makanan yang berasa berat, jadi pesanan Sumi pada dasarnya pedas.

Melihat raja kepiting dan lobster di atas meja penuh warna dan aroma, Pani sangat tersentuh hingga air mata akan jatuh.

Sementara Pataya juga ingin menangis ketika melihat cabai yang bersebaran di raja kepiting dan lobster.

Dia bukan tersentuh, melainkan terkejut.

Karena dia tidak bisa makan makanan pedas sama sekali!

“Makanlah.” Sumi memandang Pani dan Pataya secara bergiliran.

Mata hitam Pani berbinar cerah, dia mengambil sumpit, "Kalau begitu, aku akan makan."

Pani mulai menyantap makanan-makanan itu dengan penuh gairah.

Sumi suka makanan ringan, dia membawa Pani untuk makan di sini hanya karena dia ingin membawanya makan makanan yang disukainya.

Jadi, sementara Pani makan, Sumi bertanggung jawab memisahkan daging dari cangkang untuknya.

Pataya duduk terbengong, mata yang memandang Pani dipenuhi kekagetan dan ketakutan, dia agaknya memandang Pani sebagai monster! Semua makanan itu terlihat pedas, bagaimana Pani bisa menelannya?

“Nona Zhao tidak makan?” Sumi melirik Pataya dengan santai, nadanya juga santai.

Pani mengangkat kepala untuk melihat Pataya, "Pataya, kenapa kamu tidak makan?"

"Aku……"

Pataya ingin mengatakan dirinya tidak bisa makan makanan pedas, tetapi begitu dia membuka mulut, dia melihat Sumi memasukkan sepotong daging kepiting ke mulut.

Dada Pataya bergerak naik turun dengan gerakan besar, kata-kata yang keluar dari mulutnya malah berbunyi, "Aku, aku makan."

Mendengar itu.

Pani dan Sumi menatap Pataya.

Melihat ini, Pataya hanya bisa memaksa diri untuk mengambil sumpit dan memasukkan sepotong daging kepiting ke dalam mulut.

Begitu daging kepiting menyentuh dinding lidah, Pataya langsung merasakan asap pedas yang mengembus keluar dari telinga.

Pada detik itu, Pataya hampir melompat dari kursi.

Tapi dia menahannya.

Tidak hanya itu, dia bahkan memaksa diri untuk menelan daging kepiting itu ke kerongkongan.

Melihat ini, mata Sumi menyusut tak terlihat, "Bagaimana?"

"..." Pataya kepedasan hingga tidak bisa bicara, tenggorokkannya dipenuhi rasa pedas yang membakar.

Dia buru-buru mengambil secangkir teh di dekat tangan dan mengirimkannya ke mulut, teh yang sedikit panas itu langsung dihabiskannya dalam satu tegukan, kemudian barulah ia bisa membuka mulutnya secara paksa, "Sangat, sangat enak."

Begitu mengucapkan kata-kata itu.

Pataya bergegas untuk mengambil teko dan menuang secangkir the, lalu meneguknya lagi dan lagi.

Pani merapatkan bibir, menatap Pataya dengan bingung, heran, dan kaget.

Dia yang kepedasan seperti ini masih berkomentar "enak"!

Ekspresi Sumi tawar, dia melihat Pataya dan berkata, " Kalau enak, maka makan lebih banyak."

Pataya, "..."

……

Keluar dari restoran, Pani kenyang dan puas.

Pataya diam-diam menutupi perut dengan satu tangan, mulut kecilnya agak merah dan bengkak, bagai baru diberi tamparan, ekspresinya penuh kemalangan.

Ketika menaiki mobil, Pani langsung masuk ke kursi penumpang depan kali ini, sedangkan Pataya duduk di dekat jendela mobil dengan tangan menahan perut.

Pani memandang kaca spion dengan spontan, bibirnya mengerucut.

"Alamat adik sepupumu." Sumi bertanya.

Setelah Pani menyampaikan alamat, dia menambahkan sebuah kalimat, "Berhenti jika ada apotek."

Sumi menoleh ke Pani, secercah khawatir melayang di dalam matanya, "Apakah hari ini makan terlalu pedas?"

Pani menyipit ke arah Pataya yang bersandar di kursi belakang.

Sumi tanggap, melega, "Oke."

……

Dikurangi waktu yang tertunda akibat membeli obat di tengah jalan, butuh lebih dari setengah jam untuk mengantar Pataya ke rumah.

Ketika Pataya keluar dari mobil, Pani ikut keluar, dia memasukkan obat yang dibelinya ke dalam tas sekolah Pataya, berkata dengan ringan, "Makan obatnya dan beristirahatlah dengan baik."

Pataya tampak pucat, dia sekilas menatap Pani, kemudian berjalan lemah menuju vila.

Melihat Pataya memasuki rumah, Pani mengangkat alis sambil menghela nafas, lalu naik ke mobil.

Sumi menunggunya mengikat sabuk pengaman sebelum menyalakan mobil.

Setelah mobil melaju di jalur selama beberapa menit, Pani akhirnya tidak bisa menahan diri, dia melihat Sumi dan berkata, "Kamu menyadarinya, bukan?"

“Apa?” Sumi menoleh ke Pani dengan tenang.

Pani mengernyit, berdengus, "Jangan berpura-pura. Kamu pastinya menyadari bahwa Pataya sama sekali tidak bisa makan pedas."

Sumi tampak santai, "Tidak."

Pani memberinya tatapan putih, sama sekali tidak percaya padanya, "Kamu terlalu jahat! Kamu jelas tahu bahwa dia tidak bisa makan makanan pedas, tapi kamu malah terus-menerus menyuruhnya makan, apa niatmu?"

“Aku tidak mengerti apa maksudmu.” Meski Sumi berkata demikian, tetapi sudut bibir tipisnya sedikit melengkung ke atas.

Pani menemukannya, "Apakah gadis 15 tahun itu menyinggung ataupun memprovokasimu? Apakah kamu tidak merasa berdosa dengan kelakuanmu itu?"

Sumi tidak buru-buru membantah, dia terdiam sesaat sebelum berkata, "Andai saja dia benar-benar hanya seorang gadis berusia 15 tahun yang polos dan naif."

Pani menatapnya.

Sumi membebaskan satu tangan untuk membelai wajah Pani, menyipitkan mata, "Aku tahu bahwa Pani-ku adalah gadis yang cerdas, pastinya tahu apa maksudku."

Nafas Pani memberat. Beberapa saat kemudian, dia mengalihkan pandangan dan mengerutkan kening, "Bagaimana aku bisa tahu apa maksudmu."

"Tidak masalah jika kamu tidak tahu, cukup aku yang tahu. Kamu ada aku." Kata Sumi.

Pani menunduk, melihat tangannya sendiri sambil tersenyum.

Sumi dapat melihat senyuman Pani dari sudut pandangannya, sudut bibirnya ikut terangkat.

……

Mobil berhenti, ketika Pani baru saja mengulurkan tangan untuk membuka sabuk pengaman, pintu mobil terbuka, sebuah tangan besar terulur ke arahnya.

Pani cemberut, mengulurkan tangannya.

Sumi menggenggam tangannya dan menggandengnya keluar dari mobil.

Begitu turun dari mobil, Pani hendak menarik kembali tangannya.

Sumi malah menahannya dengan erat.

Pani terbengong sejenak, menatapnya, "Paman Sumi, aku mau pulang."

Sumi memandang Pani dan tertawa tanpa alasan.

Mulut Pani berkedut, tawa apaan?

“Lihat dengan baik, di mana ini?” Sumi memangkuk wajah kecil Pani dan mengarahkannya ke depan.

Pani menoleh sesuai arah yang dibimbing Sumi, keindahan yang membanjiri retinanya membuatnya sontak menganga, "Ini, ini bukan rumahku ..."

Sumi tertawa dengan suara rendah, menggandeng Pani ke dalam, "Tentu saja bukan rumahmu, ini adalah rumahku!"

"..." Pani menatap Sumi dengan heran, tatapannya dipenuhi tanda tanya, apa yang dia lakukan untuk membawanya ke sini?

Sumi memandu Pani berjalan selama beberapa menit sampai pada akhirnya tiba di tujuan, itu adalah bangunan yang dikelilingi pemandangan indah, berdiri sendiri, serta dirancang dengan elok.

Sumi dan Pani berdiri di depan pintu.

"Kunci." Sumi menyodorkan tangan pada Pani.

Pani menatapnya dengan takjub, "Kamu meminta kunci rumahmu denganku?”

"Bukankah aku meninggalkan satu kunci untukmu sebelumnya, sini." Ucap Sumi.

Wajah kecil Pani berkedut, dia agaknya mengira bahwa Sumi mencari alasan untuk menarik kembali kunci itu. Dia menggerutu kesal sambil mengeluarkan kunci itu dari tas sekolah, "Kamu bahkan sudah memiliki begitu banyak hal repot sekarang, bagaimana dengan hari-hari tuamu nanti?!"

Tua?

Mulut Sumi berkedut erat, memangnya seberapa tua usia dirinya sekarang?

Pani sebenarnya menyimpan kunci itu dengan hati-hati di saku kecil tas sekolah, tapi dia takut Sumi menemukan seberapa besar kepeduliannya terhadap kunci itu. Jadi, dia sengaja mencari untuk waktu yang lama, kemudian berpura-pura membuka saku kecil itu secara tidak sengaja. Ketika dia mengeluarkan kunci itu dan menyerahkannya kepada Sumi, dia sengaja berkata, "Setelah kamu memberinya kepadaku, aku sembarang menyimpannya di dalam tas sekolah. Aku kira hilang, untungnya masih ada. Ini, sekaligus kukembalikan padamu …”

Sebelum kata-kata Pani selesai, Sumi telah membuka pintu dan mengembalikan kunci itu ke tangan kecil Pani.

Pani memegang kunci dengan erat, wajah perlahan menjadi panas, bibir merapat erat, menatap Sumi dengan senyuman yang ditahannya.

Sumi melihatnya dengan sedikit emosi, "Simpan dengan baik."

"Oh."

Novel Terkait

Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
3 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Love and Trouble

Love and Trouble

Mimi Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu
 Istri Pengkhianat

Istri Pengkhianat

Subardi
18+
4 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
Unlimited Love

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu