Hanya Kamu Hidupku - Bab 432 三叔, Aku Mencintaimu

“Venus, Vima memperlakukanmu sebagai buah hatinya, melindungimu dan memanjakanmu, serta memperlakukanmu lebih baik daripada aku yang merupakan putri kandungnya sendiri. Tapi kamu malah mempergunakannya sebagai azimat pelindung diri, jika dia tidak berguna, kamu langsung mau membunuhnya! Dia mungkin tidak pernah berpikir ternyata kamu memperlakukannya dengan begitu kejam!” Kata Ellen.

"Dia bisa membuang kamu yang merupakan putri kandungnya pada saat menghadapi pilihan hidup dan mati, kenapa aku tidak boleh mengorbankannya yang merupakan ibu tak berhubungan darah demi diriku sendiri?" Venus berkata dengan tegas sambil menyipitkan mata.

Ellen memasang senyuman dingin, "Jika kamu berkata demikian, maka aku tidak punya apa-apa untuk dikatakan lagi. Venus, aku memberitahumu untuk terakhir kalinya, kali ini, kamu tidak akan bisa melarikan diri!"

"Ellen, kamu benar-benar mau begitu kejam terhadapnya? Vima tidak memiliki hubungan darah denganku, tapi dia adalah ibu kandungmu! Bagaimanapun, tanpa Vima, tidak akan ada kamu. Ellen, kamu adalah orang yang baik hati dan jujur, kamu pastinya tahu apa itu ‘berbakti pada orang tua', bukan?" Sampai kini, Venus masih mencoba menggunakan Vima untuk membujuk Ellen agar dirinya mendapatkan peluang hidup.

Ellen menggertakkan gigi, dia menatap Venus dengan kedua mata yang merah. Meskipun ia mencoba yang terbaik untuk menutupi emosinya, tetapi masih saja tidak bisa menyembunyikan ketegangan dan kepanikan yang menyembul di wajah, dia berkata dengan suara yang berat, "Mas Ghost, kamu harus membawanya ke kantor polisi secara pribadi dan melihat dia dinyatakan bersalah dengan matamu sendiri!"

"Tenang saja." Sahut Ghost dengan sungguh-sungguh.

Wajah Venus sontak sepucat salju, suara yang diucapkannya menunjukkan kepanikan yang jelas, "Ellen, pertimbangkan dengan baik, jika kamu tidak peduli dengan Vima, dia bakal mati!"

Ellen mengabaikan Venus. Ekspresi Ellen tegang, dia berbalik badan dengan dingin, berjalan menuju pintu bangsal tanpa menoleh ke belakang sekali pun.

Venus dan Ghost hanya bisa melihat Ellen yang pergi dengan lugas, tetapi tidak bisa mengetahui betapa besarnya siksaan yang dideritanya saat ini.

"Ellen, kamu jangan pernah menyesal!"

Melihat Ellen berjalan keluar dari pintu bangsal, wajah Venus pucat total, dia menggertakkan gigi sambil berteriak pada Ellen yang menjauh.

Setelah keluar dari pintu, Ellen perlahan memejamkan mata merahnya, berbalik dan hendak berjalan menuju lift.

Tanpa diduga, begitu dia berbalik dan mengangkat kelopak, dia melihat seorang lelaki jangkung dengan tangan di saku yang berdiri tegap di dinding samping pintu.

Langkah kaki Ellen langsung terhenti, kedua mata sontak membelalak, menatap paras tampan pria yang tegas dengan ekspresi kaget.

Melihat William, Ellen belum merasa takut, karena terlalu kaget, dia lupa harus menampakkan reaksi lain selain kaget.

“Apakah semuanya sudah selesai?” Ekspresi William serius, mata hitamnya terfokus pada mata merah Ellen, nadanya tawar.

Setelah William berkata, Ellen baru tanggap dan menelan ludah pada beberapa menit kemudian, menarik nafas dan menjawab dengan volume rendah, "Iya, sudah, sudah."

William mengeluarkan satu tangannya dari saku celana dan merentangkan lengan panjangnya itu, "Kalau begitu, ayo pulang."

Ellen tertegun melihat lengan panjang William yang terentang kemari, tidak merespons.

Mata William menyipit, dia melangkah maju, lalu merangkul bahu Ellen dari belakang dan mengangkat seluruh tubuhnya, berjalan menuju lift tanpa sepatah kata pun.

Bibir Ellen yang merapat sedikit terbuka, menatap William dari bawah ke atas, lalu menghembuskan napas kecil.

“Kalau merasa kantuk, tidurlah dalam pelukanku.” William menurunkan garis pandangan untuk melihat Ellen, berkata dengan lembut.

Ellen secara naluriah meringkuk ke dalam pelukan William, membuka mata merahnya dan menatap William dengan bengong.

Sebagian besar bengongnya itu karena dia merasa aneh, aneh karena William begitu tenang, bahkan memeluknya dan berbicara dengan begitu lembut...

……

Ellen tidak tidur, bukan karena tidak mengantuk, tetapi matanya benar-benar tidak bisa pejam. Hatinya bagai tersendat oleh suatu beban yang berat, membuatnya kesulitan bernapas.

William memeluk Ellen menaiki lift untuk turun ke lantai bawah. Setelah berjalan keluar dari pintu rumah sakit, dia langsung melangkah menuju mobil GTR yang diparkir di sisi jalan. Kemudian dia mengulurkan satu tangan untuk membuka pintu kursi penumpang sebelah pengemudi, lalu mendudukkan Ellen di kursi penumpang dengan pelan. Selanjutnya membuka bagasi dan mengambil selimut tipis dari dalam, menyelimuti Ellen. Setelah itu, dia menunduk untuk mencium kening Ellen, memasangkan sabuk pengaman untuknya dan menciumnya lagi. Sesudah itu, barulah dia menutup pintu dan berjalan ke tempat pengemudi.

Ellen bersandar pada kursi dengan malas, memiringkan kepala dan menatap William tanpa mengedipkan mata, tatapannya terlihat seperti tatapan anak kecil yang naif dan polos.

William memasang sabuk pengaman, lalu melajukan mobil ke arah Coral Pavilio. Suaranya tenang, "Setelah sibuk sepanjang malam, walau kamu tidak lelah, anak juga sudah lelah. Pejamkan mata dan tidur."

"... Sayang, kamu tampan sekali, aku tidak mengantuk begitu melihatmu." kata Ellen dengan patuh.

William sekilas melirik Ellen dari kaca spion, berkata dengan tenang, "Aku tahu."

Ellen tertegun sejenak, lalu tersenyum, kedua mata melengkung bak bulan sabit, "Kamu begitu percaya diri? Sebenarnya, aku hanya sembarang omong."

“Tidak mungkin.” William mengangkat alis.

"Lah..." Ellen menyandarkan kepalanya pada kursi, menatap William sambil tersenyum, "Sayang, aku pernah melihat orang yang narsistik, tapi belum pernah melihat orang yang senarsistik dirimu."

"Itu karena kekuatan mereka sendiri tidak cukup, sedangkan aku benar-benar percaya diri pada diriku sendiri." Kata William dengan sombong.

Ellen mengeluarkan satu tangannya dari selimut, mengacungkan jempol pada William, "Sobat, mantap!"

William mengerutkan kening, "Apa-apaan?"

Ellen menjulur-julurkan lidah, "Aku tidak akan menyalahkanmu yang tidak berwawasan."

William memoncongkan mulut, tidak tahan untuk memberi Ellen tatapan putih, "Tutup matamu dan tidur!"

“Aku tidak bisa tidur.” Ellen menatapnya dengan tegar.

"..." William melihatnya dari kaca spion, kemudian membujuknya dengan lembut, "Ayolah, anak sudah mengantuk, tidur, oke?"

Ellen menggigit bibir, memasang ekspresi seperti sedang berpikir serius. Setelah beberapa detik, dia mengedip pada William sambil tersenyum, "Okedeh."

William mengulurkan satu tangan untuk membelai kepala Ellen.

Ellen memberinya senyuman, lalu memejamkan mata dengan patuh.

Beberapa detik kemudian, dia perlahan-lahan memalingkan wajahnya ke arah jendela mobil.

Melihat ini, mata William agak menyipit.

……

Sekitar setengah jam kemudian, mobil berhenti di depan Coral Pavilio.

Pada saat yang hampir bersamaan, Ellen membuka matanya. Dia membuka selimut di tubuhnya, menunduk untuk melepas sabuk pengaman, lalu mendorong pintu untuk turun danmelangkah besar menuju villa.

Kerutan alis William mendalam, bibir tipis merapat. Dia mendorong pintu dan mengangkat kakinya keluar dari mobil, bergegas mengejar Ellen.

Sebelum Ellen sampai di pintu villa, William memeluknya dari belakang.

Ellen berteriak kaget, menatap William dengan mata lebar.

Kedua mata William mencerminkan keseriusan, mamandang Ellen, "Untuk apa jalan tergesa-gesa?"

Setelah mengatakan ini, William mengangkat Ellen, menendang pintu villa dan berjalan masuk.

Begitu masuk, Ellen berkata, "Naik ke atas."

William sekilas melihat Ellen, bibir tipisnya terjepit lurus. Dia tidak mengatakan apa-apa, mengganti sepatu dan berjalan ke kamar tidur utama di lantai dua.

……

Baru saja memasuki kamar, Ellen meronta untuk melepaskan dirinya dari pelukan William.

Setelah William menurunkannya, dia berjalan ke meja di samping tempat tidur dengan beberapa langkah, mengambil ponsel di meja dan menyalakannya, lalu dengan cepat membuka kontak dan mencari nomor Ghost.

Ghost menjawab telepon dalam waktu singkat, agaknya dia sudah menebak Ellen akan menanyakan situasi Venus sehingga dia berkata tanpa menunggu pertanyaan Ellen, "Ellen, aku sudah membawa Venus ke kantor polisi secara pribadi, aku juga sudah menyerahkan semua bukti kriminal Venus kepada polisi..."

"Mas Ghost, apakah kamu telah memberitahu polisi bahwa Venus menyembunyikan Nyonya Rinoa ?"

Ellen menginterupsi perkataan Ghost dengan suara tertekan.

Ghost terbengong sejenak, berkata, "Hampir lupa, aku akan menyampaikannya sekarang juga."

"Venus sangat licik. Jika dia tidak mengatakan di mana Nyonya Rinoa disembunyikannya, polisi mungkin benar-benar tidak akan bisa menemukan tempat itu. Jadi sebaiknya membiarkan Venus mengungkapkannya sendiri di mana tempat dia menyembunyikan Nyonya Rinoa." Kata Ellen.

"Tenang saja, Ellen. Selain polisi yang menyelidiki masalah ini, aku juga akan menindaklanjutinya. Sekarang bukti kriminal Venus telah terkumpul lengkap, kali ini dia tidak akan bisa lolos dari sanksi. Jadi mulai sekarang, kamu harus mendengarkan paman ketiga untuk merawat janin dengan baik, jangan mengkhawatirkan hal-hal ini lagi, tahu?” Ucap Ghost.

"... Aku tahu Mas Ghost. Terima kasih."

Mengakhiri panggilan telepon dengan Ghost, Ellen duduk kembali di tempat tidur dan menatap ponsel di tangannya hingga melamun.

William berdiri di jarak yang tidak jauh dan tidak dekat dengan Ellen, pandangan tertuju pada Ellen.

Setidaknya berlangsung selama lima menit, Ellen terus menatap ponselnya dalam posisi yang sama, seolah-olah tidak menyadari tatapan William yang telah lama menatapnya.

William menyipitkan mata, agaknya merasa walau dirinya menatap Ellen sepanjang malam, Ellen yang berkondisi seperti ini mungkin tidak akan menyadari pandangannya.

Oleh karena itu, dia mengambil langkah dan mendekati Ellen perlahan, mengulurkan tangan dan langsung mengambil ponsel yang tergeletak di telapak tangannya.

Begitu telapak tangan mengosong, Ellen membeku sesaat, Kemudian mata berkedip-kedip dan tiba-tiba kembali sadar, mendongak untuk melihat William yang berdiri jauh di sampingnya, " paman ketiga..."

William menatapnya, "Aku akan membicarakan masalah Nyonya Rinoa dengan abang keempatmu besok. Demi kamu, mereka tidak akan berpangku tangan."

Ellen memandang William, mata mulai berkaca-kaca, mengulurkan tangan untuk memeluk pinggang William, " paman ketiga, aku mencintaimu."

"Iya."

William merespons dengan lembut, mengangkat tangan untuk membelai rambut panjangnya. "Aku juga."

"Aku seharusnya sudah menyadarinya lebih awal. Dia tidak punya kabar sejak pulang ke rumah Rinoa, aku seharusnya menemukan kejanggalan ini lebih awal. Tapi setelah berlalu tiga atau empat hari, aku masih saja tidak menyadarinya." Ellen memejamkan mata.

"Nyonya Rinoa memang memperlakukan Venus dengan baik. Kamu hanya tidak menyangka Venus akan begitu kejam hingga mencelekai Vima yang mencintainya bagai putri kandung sendiri." William menunduk untuk melihat Ellen.

Mata Ellen terpejam erat, ekspresinya sedih dan ironi, "Mungkin dia sendiri pun tidak menduga Venus akan memperlakukannya seperti itu."

William terdiam sejenak, memegang bahu Ellen dan mendorongnya mundur, menatap matanya yang perlahan membuka dan berkata, "Aku bisa mengerti perasaanmu yang mengkhawatirkannya. Tapi aku tidak mengizinkanmu untuk merasa bersalah atas masalah ini."

Ellen menggigit bibir bawah, ketakutan tercermin di matanya, "Bagaimana jika polisi dan kita semua tidak dapat menemukannya? Apakah dia akan kelaparan atau kehausan hingga meninggal?"

Begitu kata-kata Ellen selesai, William mendengus, berkata dengan agresif, "Aku tidak percaya tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun dari mulur Venus!

Novel Terkait

Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
3 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Istri kontrakku

Istri kontrakku

Rasudin
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Hanya Kamu Hidupku

Hanya Kamu Hidupku

Renata
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Akibat Pernikahan Dini

Akibat Pernikahan Dini

Cintia
CEO
4 tahun yang lalu
Marriage Journey

Marriage Journey

Hyon Song
Percintaan
3 tahun yang lalu
Kembali Dari Kematian

Kembali Dari Kematian

Yeon Kyeong
Terlahir Kembali
3 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu