Hanya Kamu Hidupku - Bab 404 Tidak Ada Siapapun Yang Lebih Penting Darimu!

Apa ada kemungkinan..bisa menerima Venus. Sama seperti William yang sama sekali tidak menghiraukan pandangan orang dan bersikeras untuk bersama dengan Ellen?

Tapi.

Venus bisa menahannya, dia berusaha sebisanya untuk menahan dirinya menanyakan itu!

Dia tidak berani tanya, tidak berani menyebrangi batasan dunia antara mereka berdua!

Dia takut begitu mengambil langkah itu maka itu awal dari keterbalikan hubungan yang diinginkannya.

“Lihat deh apa yang kamu tanyakan. Di dalam hatiku, kalau kamu bukan aku anggap adik kandungku, lalu aku anggap siapa?” kata Venus begitu alami dan tersenyum juga begitu alami.

Tidak ada yang tahu kalau hati Venus sekarang sedang berdarah. Hanya dia yang tahu, hanya dia yang tahu!

“Kalau begitu jangan sampai kakak sepupu sedih atau pun kesal hanya gara-gara pandangan dan gosip orang-orang di sekitar kita yang tidak paham semuanya.” Bintang menurunkan kakinya.

“Kamu sudah mau pergi?”

Begitu Bintang menurunkan kaki, Venus pun menegakkan punggungnya.

“Em”, Bintang berdiri, tatapan matanya begitu dalam, “Vania hilang. Tidak meninggalkan jejak apapun. Masalah ini harus segera diselidiki.”

Mata Venus bersinar, dia pun juga langsung berdiri dari Sofa, lalu berkata dengan cemas, “Iya benar sekali, Vania yang hilang begitu saja tanpa jejak membuat orang-orang jadi tidak tenang. Cepatlah kamu pergi, kalau begitu aku tidak akan menyuruhmu untuk tetap di sini untuk makan malam.”

Bintang mengangguk lalu berjalan ke arah pintu, “Kakak sepupu, tolong bantu aku bilang ke paman dan bibi aku pergi ya. Oh iya ada lagi, segera bawa kakak ipar kesini untuk diperlihatkan ke kami.”

Venus memandang Bintang yang sedang ganti sepatu di teras, wajahnya menegang, “...iya.”

Bintang pun pergi meninggalkan vila.

Venus masih membeku berdiri di ruang tamu dan mendengarkan suara mobil yang melaju pergi meninggalkan vila.

Dia pun mengeratkan kepalan tangannya dengan sekuat tenaga berusaha menekan kesedihan dan rasa sakit dalam hatinya. Dia pun perlahan-lahan duduk kembali di sofa.

Apa ada hubungannya?

Sama saja, kalau dia tidak bisa mendapatkan Bintang, maka wanita lain pun juga jangan harap untuk mendapatkanya!

Selama ada dia, dia tidak akan membiarkan wanita lain begitu saja menikah dengan Bintang ! Tidak akan pernah membiarkannya!

Menyingkirkan Vania terlebih dulu.

Selanjutnya menyingkirkan Ellen, E L L E N !!!

....

Di ruang bawah tanah yang gelap dan lembab, mengulurkan tangan tapi tidak bisa melihat lima jari dalam kegelapan.

Dari waktu ke waktu terdengar suara gemerisik dari balik dinding dan tanah seperti efek suara di film-film horor.

Gemetar yang hebat serta suara terengah-engah, menggema di udara.

Membuat bulu kuduk orang merinding ketika tiba-tiba teringat ada wajah hantu yang berdarah-darah muncul dan dilebarkan di layar besar di film horor.

Seolah seperti ada di lingkungan seperti itu, dan membayangkan tiba-tiba akan muncul wajah yang sangat mengerikan.

Krieeekkk.

Tiba-tiba.

Di langit-langit ruang bawah tanah terdengar suara yang memekakkan dan menyakiti telinga.

“krek krek, krek krek krek...”

Pada saat yang sama, serangkaian suara yang menakutkan keluar dari suatu tempat di ruang bawah tanah.

Cahaya putih bersinar dari langit-langit ruang bawah tanah.

Wajah dingin muncul dari “lubang” empat persegi yang ada di langit-langit, terlihat suram dan sangat besar!

Wajah itu tak berekspresi, tapi malah terlihat sangat kejam dan ganas.

Wajahnya tidak bergerak sama sekali, tapi mata keruhnya melirik ke seluruh sisi di ruang bawah tanah.

“Wkwkwkkwkwk.....”

Tiba-tiba muncul senyum bengis di wajah pria itu.

Dia pun menarik kembali wajahnya.

Tidak lama kemudian, sebuah tangga diturunkan dari langit-langit ruang bawah tanah.

“Huwaaahhh hiks hiks, huh huh huh...”

Teriakan wanita itu lebih suram dan memekikkan. Seiring itu, juga ada suara langkah kaki tap tap tap menginjak lantai papan.

“Hiks hiks hiks, hiks hiks hks hiks....”

Tap tap tap tap

Tidak peduli bagaimana keras atau memekikkannya teriakan wanita itu, tetap saja tidak bisa menghentikkan langkah kaki yang sedang menuruni tangga.

Tap

Akhirnya

Kaki pria itu jatuh di lantai papan ruang bawah tanah yang lembab dan basah. Suara langkah kaki itu seperti membawa suara air yang samar.

“Huks, huh hiks hiks hiks.....”

Pria itu melengkungkan bibirnya memperlihatkan gigi kuning dan hitam. Dibantu pantulan cahaya dari langit-langit ruang bawah tanah, dia pun selangkah demi selangkah berjalan menghampiri suara dari wanita itu.

“Huh huh huh....”

Seiring dengan teriakan dan tangisan wanita itu, pria itu telah berdiri dengan stabil di sudut dinding di depan wanita itu.

Wanita itu hanya menggunakan dress abu-abu berbentuk v di bagian lehernya di tubuhnya, matanya ditutupi dengan kain hitam, mulutnya pun juga disumpal dan tangannya diikat di belakang.

Hampir tidak ada kulit yang terlihat utuh di udara.

Ada bekas luka besar dan kecil di kain, yang mengejutkan.

Pria itu memperlihatkan tatapan mata keserakahan dan kepuasan ketika memandang dan berdiri di depan wanita itu, seperti sedang menikmati karya seni hasil buatannya.

Pria itu membelalakkan matanya lalu tersenyum, tangannya melepaskan ikat pinggangnya.

Srieeett..

“Huwaaahhh hiks, huh huh huh....”

Wanita itu berusaha keras melawan dan terus menggelengkan kepala, dia ingin berjuang untuk melarikan diri

Tetapi pria itu seperti anjing liar yang ganas. Dia langsung turun menindih dengan kejamnya.

Setelah itu.

Wanita itu bahkan tidak mengeluarkan suara apapun.

Dia menggosokkan kakinya dua kali ke lantai lalu dia juga berbaring lurus, setelah itu tidak bergerak sama sekali.

Selanjutnya, tiba-tiba ada suara sesuatu yang mengenai dinding.

Suara ini terus terdengar hampir setengah jam-an lebih.

Akhirnya, semuanya pun kembali hening.

Pria itu berdiri dari lantai lalu menatap dingin ke wanita yang berbaring di tanah, tubuh dan sekitarnya berlumuran darah sepertinya wanita itu sudah meninggal. Pria itu hanya tersenyum dingin lalu berbalik dan berjalan menuju tangga kemudian naik ke atas.

Setelah terdengar suara derit.

Ruang bawah itu kembali lagi masuk jadi gelap gulita.

....

Di vila Coral Pavilion, tengah malam.

Ellen tidur dan setengah sadar, tangannya sudah terbiasa menyentuh ke sampingnya. Dia kira dia akan menyentuh sesuatu yang sangat hangat dan tegap tapi dia malah menyentuh sesuatu yang dingin.

Ellen mengerutkan keningnya lalu mata yang terpejam pun, terbuka begitu saja. Dia menoleh ke arah samping dirinya.

Dia tidak melihat seseorang berbaring di sampingnya. Ellen merapatkan bibirnya lalu meregangkan pinggangnya dan perlahan duduk di ranjang.

Tepat ketika dia duduk, sudut matanya tanpa sadar melirik ke dinding kaca yang mana ada bayangan seseorang yang sedang bergerak.

Napas Ellen bergetar, kantukya langsung hilang. Dia pun menarik napas sedalam-dalamnya lalu memutuskan untuk memandang ke ara itu.

“Kenapa bangun?”

Suara seorang pria yang rendah terdengar.

Dan itu membuat ketakutan dalam hati Ellen langsung sirna.

Ellen menghela napas lega. Setelah mengangkat tangan, dia pun menyalakan lampu tidurnya.

Diiringi dengan cahaya lampu yang hangat, Ellen pin memandang ke sosok tinggi dan tegap yang sedang berdiri membeku di depan jendela. Tatapan matanya terlihat semakin lembut di tengah malam seperti ini, “Paman ketiga, apa kamu tidak bisa tidur?”

Tatapan mata tajam William jatuh ke tubuh Ellen, “Bangun untuk cari udara.”

Cari udara?

Ellen menatap William. Setelah diam sejenak, dia pun mengulurkan tangan kecilnya yang ramping dari dalam selimut. Lalu menggerakkannya ke arah William.

William pun berjalan menghampiri Ellen lalu menggenggam tangan yang diiulurkan oleh Ellen. Tangannya begitu lembut dan lunak bagai tak bertulang.

“Duduklah.” Kata Ellen.

William diam sejenak lalu duduk.

Ellen pun maju dan menyandarkan kepalanya ke pundak William dan tangan satunya melingkar ke pundak William yang lebar, “Paman ketiga, katakanlah masalah yang ada di hatimu sekarang.”

William menundukkan dagunya lalu mencium rambut Ellen tanpa mengatakan apapun.

Ellen menghela napas berat dalam hati, “Sebenarnya walau pun tidak mengatakannya, aku juga tahu.”

William mengulurkan tangan lalu mengelus rambut Ellen, dan berkata dengan lembut, “Sekarang sudah tengah malam jam dua lebih. Ini adalah waktu terbaik untuk tidur, cepat tidurlah lagi.”

“Karena Vania kan.” Kata Ellen.

William menarik selimut lalu menutupkannya ke punggung Ellen, lalu memeluknya.

Ellen memejamkan mata, “Vania sampai hari ini hilang kira-kira sudah lima enam harian kan. Pernikahannya dan Bintang awalnya direncanakan tanggal sepuluh agustus. Berarti besok.

William menutup kedua bibir tipisnya.

Karena khawatir Ellen yang membungkuk seperti itu dan mungkin akan menekan janin kecil yang ada di perutnya, William pun mengulurkan lengannya lalu menggendong Ellen secara horizontal ke kakinya bersama dengan selimut lalu memeluknya.

Ellen sendiri hanya merasa kalau dia menemukan posisi bersandar yang nyaman di dada William. Matanya pun perlahan menutup, “Semua polisi di kota ini sedang mencari jejak Vania. Kamu, kakak keempat, kakak kelima dan Paman Sumi juga sudah membantu mencari, tapi masih saja belum bisa menemukan Vania. Ini memang benar-benar aneh.”

William menundukkan pandangan matanya lalu memandang ke wajah kecil dan lembut Ellen, “Bukannya aku sudah menyuruhmu untuk tidak mengurusi masalah ini ya? masih saja mengurusinya?”

“Aku bukan ingin mengurusi masalah ini. Aku ini sedang kasian dengan suamiku.” Kata Ellen dengan suara kecilnya.

Alis panjang William pun naik, jemarinya pun memegang dagu Ellen, menundukkan kepala lalu mengecup dengan sekuat tenaga di bibir Ellen.

Ellen sedikit memanas lalu diam-diam menyandarkan wajahnya semakin dekat ke dada William.

William yang masih tidak rela pun, memainkan telinga Ellen dengan mengecup dan menggigitnya pelan. Dan jemari tangan William memainkan dengan memutar-mutar rambut di belakang telinga Ellen. Dia pun berkata dengan hangatnya ke Ellen, “Aku baru saja bermimpi. Memimpikan ayahku.”

Mata Ellen yang terpejam pun langsung membuka.

Memundurkan kepalanya sedikit dari dekapan William, lalu mengangkat pandangan matanya menatap William.

Wajah William setenang air, melihat ke mata hitam Ellen yang lembut dan panjang, “Di mimpiku, dia menyalahkanku karena tidak bisa menepati janjiku padanya yaitu menggantikannya menjaga baik-baik Vania.”

Ellen mengangkat tangan lalu menggenggam jemari tangan yang ada di samping telinganya. Dia mengerutkan kening sedih menatap William.

“Sebelum dia meninggalkan dunia ini. Permintaan terakhirnya padaku adalah menggantikannya menjaga Vania dan menjamin Vania aman sepenuhnya.”

Tampak kepahitan samar di sudut bibir William. Saat itu dia berusaha menjaga napas terakhirnya hingga aku mengiyakan permintaannya. Setelah itu barulah dia menghembuskan napas terakhir dan pergi dengan tenang.”

Ellen menggenggam tangan William lalu membawa tangannya itu ke wajahnya.

Dia perlahan memejamkan mata dan menempelkan wajahnya ke telapak tangan William terus dan terus mengelusnya.

William memandang Ellen. Tatapan mata William tampak kesepian membuat hati Ellen ikut sedih melihatnya.

Semua orang bilang kalau pria ini berhati dingin dan tak memandang penting hubungan atau perasaan.

Padahal menurut Ellen, pria ini mungkin lebih memandang penting hubungan dan perasaannya kepada orang dan sangat memegang erat janji yang telah dia katakan!

“Vania hilang. Aku tahu hatimu pasti khawatir dan cemas.”

Ellen memandang William, “Kamu dulu memang benar-benar telah memandang Vania begitu penting seperti adik kandungmu sendiri. Walaupun kemudian dia melakukan banyak hal yang membuatmu jadi kecewa dan berhati dingin kepadanya. Tapi bagaimana pun hubungan adik kakak dua puluh tahunan lebih, mana mungkin ketika hatimu berkata tidak ada lagi perasaan terus jadi tidak ada, dan tidak tersisa sedikitpun.”

William mengerutkan kening lalu berkata dengan sangat serius kepada Ellen, “Tidak ada siapapun yang lebih penting darimu!”

Ellen tersenyum dengan tulus lalu wajahnya menempel erat di telapak tangan lebar William. Matanya melirik memandang William, “Aku kan tidak bilang kalau aku tidak penting di hatimu. Aku hanya bilang, sebenarnya tempat dalam hatimu itu sangat dalam. Kamu tidak sedingin dan bisa begitu saja memutus perasaan persaudaraan begitu kejam seperti yang kamu tunjukan.”

William diam, lalu mengunci pandangannya ke Ellen dan berkata, “Ellen, Jika aku berkata kalau dalam hatiku, Vania memang bukan apa-apa. Perasaan antara adik dan kakakku dengannya sudah lama musnah tak tersisa ketika dia berpikiran untuk membunuhmu, apa menurutmu aku mengerikan?”

Wajah Ellen perlahan membeku dan menatapnya dengan tenang.

William menyipitkan matanya yang dingin sampai puncak dingin, "Sekarang aku tidak ada hubungannya dengan Vania kecuali tanggung jawab yang dipercayakan ayahku kepadaku sebelum dia meninggal. Bahkan kenyataannya, jika aku tidak mengiyakan permintaan ayahku, mungkin hari ini tidak peduli Vania hilang atau mati pun, bagiku tidak akan berpengaruh sedikitpun.”

Napas Ellen tersentak perlahan.

Novel Terkait

Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
4 tahun yang lalu
Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
4 tahun yang lalu