Hanya Kamu Hidupku - Bab 573 Tidak Akan Membiarkanmu Sendirian Lagi.

Sarapan makan sampai setengah, telepon Sumi bergetar.

Pani meliriknya, tidak mempedulikannya, lanjut menyantap makanannya.

Sumi meletakkan sumpit, mengambil telepon di pinggir meja, melihat sekilas layar telepon, muncul sekilas ketidakberdayaan di tatapan mata Sumi, mengulurkan tangan dan mengelus kepala Sumi, dengan pelan berkata, "Kamu makan pelan-pelan, aku pergi angkat telepon dulu."

"Oh." Pani menjawab dengan datar.

Sumi berdiri, berjalan sampai ruang tamu, baru membawakan telepon ke sebelah telinganya, "Kak."

"Sumi, ada apa?" Sumail mengecilkan suaranya.

"Apakah kamu sudah pulang?" Sumi menolehkan tubuhnya melihat Pani.

"Benar. ibu sakit." Ucap Sumail dengan menghela nafas.

"Sakit?" Sumail mengerutkan kening, "Ada apa?"

Sakit?

Pani berhenti, mengangkat kelopak mata melihat Sumi, tatapannya penuh curiga.

Sumi tidak membalas tatapan Pani.

"Aku malah ingin bertanya padamu apa yang terjadi? Aku dengar dari ayah, semalam setelah teleponan denganmu, terus menangis, duduk diam semalaman di teras, ayah sudah berusaha membujuknya juga tidak berhasil, alhasil, tubuhnya tidak sanggup menerima, lalu jatuh sakit." Ucap Sumail.

Mendengar Sumail mengatakan Siera menangis semalaman, sudut mata Sumi tertarik sedikit.

Saat masih muda Siera adalah orang yang tidak mengakui kekalahan, berjalan di jalan hukum sebagai wanita kuat, saat di pengadilan tidak terlalu tajam atau keren, saat muda sepertinya juga hanya ada Samoa yang bisa membuatnya menangis, orang lain mau melihat dia menangis, tidak akan ada kesempatan!

Hanya saja seiring bertambahnya usia, sifat Siera lebih abadi, tapi juga bukan sifat yang sedikit-sedikit langsung menangis untuk semalaman!

Jadi Sumi tidak begitu percaya saat mendengarnya.

Sumail kira-kira tau apa yang sedang dipikirkan Sumi, lalu dengan tidak berdaya tersenyum dan berkata, "Terkejut buan? Tidak berani percaya bukan? Saat ayah meneleponku dan menceritakan tentang ini, aku juga sama denganmu, merasa hal seperti ini mungkin akan terjadi di ibu orang lain, tapi tidak mungin terjadi pada ibu kita.

Sumi menggigit bibirnya, "Bagaimana ibu sekarang?"

"Bagaimana? Demam tinggi! Dokter keluarga tadi sudah datang kerumah, dia menyarankan pergi ke rumah sakit, tapi ibu kita tidak mau pergi, bilang menunggumu!" Nada bicara Sumail penuh ketidakberdayaan。

Mengatakan sampai sini.

Sumi sudah sepenuhnya percaya dengan perkataan Sumail.

Karena dia sama sekali tidak memikirkan, Siera dengan sifat seperti itu akan pura-pura sakit, hanya untuk memaksanya pulang, dia biasanya tidak akan seperti itu!

"Apakah ibu bisa mengangkat telepon?" Ucap Sumi.

"............Aku tidak bisa mengangkat telepon, kalau kamu masih mempedulikan ibunya ini, cepat pulang."

Setelah beberapa saat, dari dalam telepon terdengar suara Siera yang amat lemah.

Hati Sumi tercekat, tampaknya sungguh sakit parah.

"Sumi, kamu katakan sepatah kata, bagaimana?" Sumail juga panik, berkata.

"Kalian antar ibu ke rumah sakit dulu, aku segera pesan penerbangan paling cepat kembali!" Ucap Sumi dengan buru-buru.

"Bu, Sumi sudah berjanji mau pulang, kita pergi ke rumah sakit dulu, bisa tidak?"

".........Kecuali melihat orangnya, kalau tidak aku tidak akan pergi!" Ucap Siera.

Sumi mengangkat tangan menekan tulang hiungnya, ada kecemasan dan ketidak berdayaan di dalam hatinya.

"Kamu sudah mendengarnya bukan?" Ucap Sumail dalam.

"Aku sudah tau."

Sumi mengerutkan matanya dan selesai berkata, lalu mematikan telepon, beberapa langkah masuk ke Pani, setengah jongkok di hadapannya, menggenggam sebelah tangannya, "Pani, kita harus langsung pulang ke kota Tong."

Pani melihatnya dengan terbengong.

"Ibuku sudah sakit, parah sekali." Sumi mengerutkan keningnya, berkata dengan berat.

Pani mengedipkan matanya, "Kalau begitu, kalau begitu kamu cepat pulang saja."

"Pani........." Sumi menggenggam erat tangan Pani, menatap Pani dalam, "Kamu ikut denganku."

"......." Pani menghindari tatapannya, meletakkan sumpit di tangannya, "Aku, aku.........terlalu, terlalu mendadak. Kamu, kamu pulang saja dulu."

"Meninggalkanmu sendirian disini aku tidak tenang!" Sumi menggunakan satu tangannya lagi membawa wajah Pani, bertatapan dengannya.

Pani melihatnya, ekspresi kepanikan yang tidak tau harus bagaimana dihadapi, "Aku, aku tidak apa-apa, aku bisa menjaga diriku baik-baik. Kamu, kamu jangan menghabiskan waktu, cepat pulang, lihat ibu kamu lebih penting."

"Pani, kamu harus ikut denganku!" Ucap Sumi berat.

"Aku............."

"Kalau kamu tidak ikut denganku, aku tidak akan pergi sendirian. Pani, apakah kamu mau aku membuat pilihan diantara kamu dan ibuku?"

Pani terdiam, mengerutkan keningnya menatap Sumi,"Kamu, kamu sedang mengancamku?"

"Aku sedang bertaruh!"

Sumi menatap Pani, "Aku sedang bertaruh kamu tidak tega membuatku sesulit ini!"

"Kamu......." Pani menatapnya, "Atas dasar apa kamu berani bertaruh? Aku tidak peduli kamu kesulitan atau tidak!"

"Kalau begitu aku sudah kalah. Pani, kamu tidak mau pergi denganku, kalau begitu lebih baik aku tinggal disini menemanimu! Demi kamu, aku juga lebih baik menanggung hukuman anak durhaka!" Ucap Sumi yang merentangkan bibirnya.

Dibandingkan dengan kalimat sebelumnya, Pani merasa perkataan Sumi ini baru benar-benar mirip sedang mengancamnya!

Pani marah sekali sampai ingin menendangnya, dengan kejam menarik tangannya berkata, "Pesan tiket!"

Seperti tidak kaget Pani akan setuju.

Mata Sumi bersinar, berdiri dengan kuat memeluk Pani, "Pergi ganti baju, aku segera pesan tiket, kita langsung pergi."

Pani menarik wajah kecilnya, mendorongnya, berdiri langsung berjalan ke ruang tamu.

Sebenarnya, hati dia juga panik!

Dia bisa melihat, Sumi sangat mengkhawatirkan Siera, pasti penyakit Siera tidak ringan, kalau tidak Sumi juga tidak akan sepanik ini pulang.

Di dalam hati menarik nafas panjang, meskipun Pani tidak mengira dirinya secepat ini pulang, tapi setidaknya juga tidak menolak seperti sebelumnya, bahkan, dalam hatinya samar-samar juga berharap pulang!

Dia........juga rindu rumah!

Tentu saja.

Rumah yang dikatakan Pani, bukan rumah Wilman.

Sedangkan kota yang dimana tempat dia dari kecil sampai besar, kota tempat orang yang dia cintai tidur nyenyak!

.............

Karena buru-buru, Pani tidak sempat membereskan koper, saat pergi membawa 2 tau 3 set baju dan sebuah barang yang mempunyai makna sangat mendalam baginya.

Merindukan kampung halaman, kurang lebih memang menggambarkan suasana hati Pani saat ini.

Tapi saat dukuk di dalam taxi perjalanan ke pesawat, jantung Pani, bagaikan sebuah kereta api melaju di dalam hatinya.

Perasaannya dengan kemarin kembali pulang melihat Ellen, tentu saja berbeda.

Karena kali ini, perjalanan pulang ke rumah!

Pani melihat pemandangan di luar mobil, di dalam hatinya yang rumit, ada kesedihan yang sulit diungkapkan.

Hanya Pani sendirian yang tau, seberapa merindukan kota ini!

Meskipun kota itu, ada banyak ingatan yang tidak bagus bahkan kejam, tapi dia sungguh ingin sekali pulang!"

"Pertama kali sampai di kota Yu, saat turun dari pesawat sudah jam 8 lebih, aku menarik koperku keluar dari dalam bandara, setiap orang yang jalan aku merasa sangat kesepian. Aku naik bus, karena jam macet pergi kerja, ada sangat banyak orang, tidak ada tempat duduk, aku hanya berdiri. Aku mendengar mereka mengobrol, menggunakan bahasa yang tidak begitu aku mengerti. Aku melihat wajah mereka, hati sangat takut."

Suara Pani yang kecil terdengar dari sebelah tubuhnya.

Sumi terdiam, memutar kelopak mata melihatnya.

Pani melihat keluar jendala, rambut panjang menutupi setengah wajahnya, Sumi tidak melihat jelas ekspresi Pani, tapi bisa merasakan kesediahan dalam intonasinya dan emosinya, ingin menyampaikan perasaan yang ingin dia sampaikan.

Jadi Sumi tidak mengeluarkan suara mengganggunya, hanya menggenggam sebelah tangnnya.

"Sebenarnya di kota Tong, yang aku lihat juga hampir wajah yang asing, tapi dalam hatiku sangat tenang, kota itu membuatku merasa aman, dalam hatiku tidak merasa takut. Tapi kota Yu, aku mirip dengan jenis aneh. tidak cocok dengan segala disini. Detik itu, aku sangat merindukan kota Tong, aku ingin pergi dari sana, hanya karena itu, keluarga yang dikatakan tidak pernah memberikan perasaan mempunyai rumah!"

Pani menundukkan kepalanya, mengulurkan tangan merapikan anak rambutnya, tersenyum, "Aku mengira, aku sungguh tidak akan pulang lagi. Mungkin akan pulang, tapi harusnya juga datang dengan cepat, tidak akan tinggal lama disini............"

"Mulai saat ini, kamu mau pergi kemana, aku akan menemanimu, tidak akan membiarkanmu sendirian lagi."

Sumi menggenggam erat tangan Pani, berkata dengan yakin.

Pani mengangkat matanya meliriknya, lalu menunduk lagi, setelah beberapa saat, dia berkata: "Aku telepon Ellen deh, tau aku pulang, dia pasti senang sekali."

Sumi menatap Pani dalam, menarik bibirnya tersenyum, "Ehn."

Pani mengangkat kepala melihat Sumi tertawa, "Menurutmu apakah jangan beritahu dia dulu, nanti tunggu turun dari pesawat langsug kerumahnya, biar dia terkejut."

Sumi melihat Pani yang ceria, lalu mnjawabnya, "Harus menghindari William, kalau tidak permainanmu tidak seru."

"Ehn." Pani tersenyum, "Benar, benar, aku harus menghindari paman ketiga Ellen dulu, aku begitu melihatnya langsung takut, nantinya pasti terbalik aku yang terkejut olehnya."

Sumi duduk mendekati Pani, mengulurkan lengan dengan pelan merangkultnya, membiarkan kepala Pani bersandar di dada kirinya, dengan tersenyum berkata, ”Apakah perlu aku menelepon William untuk mengasingkan dia untuk bekerja sama denganmu?"

"Haha, kamu lebih pintar." Pani mengancungkan jempol ke arah Sumi.

Sumi dikatakan "Pintar, juga tidak tau harus senang atau kesal, tatapannya tak berdaya dengan memaklumi melihat Pani.

Dengan Sumi yang sengaja melewatkan topik pembicaraan, "ribut" sebentar, Pani baru merasa suasana hatinya yang kacau menjadi lebih tenang.

.............

Kota Tong, di Coral Pavilion.

Ellen membesarkan bola matanya melihat orang di hadapannya, beberapa detik kemudian baru teriak kencang, lalu dengan cepat melangkah kesana.

Hanya saja begitu mereka berdua berdekatan, yang duluan tersentuh adalah perut mereka berdua!

Mereka berdua terdiam, lalu mengeluarkan suara tertawa, melihat sesama sampai air mata hampir keluar.

"Aku mengira aku sedang menonton penampilan sulap berubah orang!" Ellen menarik tangan Pani, matanya merah, menahan kesenangan di dalam hati, berkata dengan suara serak.

Pani tersenyum, "Pacar perempuan kangen tidak dengan pacar laki-lakimu ini?"

"Dasar! Mana ada pacar laki-laki sepertimu?"

Ellen menatap perutnya, berdengus dan berkata.

Ujung telinga Pani memanas, menutupi lidah Ellen.

Ellen menarik kuat tangan Pani kedua mata basah melihat belakang tubuhnya, "Kenapa sendirian saja? Kamu sendirian kemari?"

Wajah Pani memerah, tidak terlalu alami, "Bukan. Itu, paman Sumi yang mengantarku kemari."

Ellen menatap Pani, ekspresinya terkejut juga senang.

Pani berdehem, menarik Ellen berjalan ke arah sofa, "Ibunya sakit, dia mengantarkanku kemari langsung buru-buru pulang."

"Nenek Siera sakit? Ada apa?" Tanya Ellen terkejut.

Novel Terkait

Mr CEO's Seducing His Wife

Mr CEO's Seducing His Wife

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu
My Beautiful Teacher

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
3 tahun yang lalu
Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Dalam

Cinta Yang Dalam

Kim Yongyi
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Beautiful Lady

Beautiful Lady

Elsa
Percintaan
3 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu
Rahasia Istriku

Rahasia Istriku

Mahardika
Cerpen
4 tahun yang lalu
Chasing Your Heart

Chasing Your Heart

Yany
Dikasihi
3 tahun yang lalu