Hanya Kamu Hidupku - Bab 301 Tidak Memakai Kontrasepsi

Ellen terjebak di sofa, dengan tidak bertenaga kedua tangannya mencengkram kulit sofa yang berwarna hitam, wajahnya yang kecil berubah menjadi merah, rambutnya yang basah menempel pada wajah dan lehernya.

Saat ini, pakaian atas keduanya masih lengkap terpakai, namun bagian bawah tubuh sudah tidak tertutupi oleh sehelai benangpun.

Ellen mengerutkan alisnya dengan bersusah ppapa untuk bertahan, membuka lebar matanya dan melihat ke arah jam dinding yang tergantung di dinding ruang baca.

Dia ingat saat dia masuk ke dalam ruang baca waktu baru menunjukkan pukul sembilan lewat, akan tetapi sekarang sudah subuh.

Akan tetapi pria yang berada di atas tubuhnya tersebut seperti sebuah mesin yang tidak kenal lelah, sama sekali tidak ada niat untuk berhenti.

Tenggorokan Ellen seperti tersedak sejenak, perlahan ia mengangkat kedua tangannya dan memeluk leher pria tersebut yang sudah berkeringat, ia menggosok wajahnya yang berkeringat dan memerah pada wajah pria tersebut, dengan suara bergetar dan serak berkata, “Paman ketiga, lepaskan aku.”

William memiringkan kepalanya dan menggigiti wajahnya yang merah, mengangkat pinggangnya berdiri tegap di depan sofa.

Seluruh tubuh Ellen mengejang, rangsangan dan panik yang dirasakannya seperti sedang menaiki roller coaster, Ellen merasa jantungnya seperti akan melompat keluar, merasa takut juga…… terangsang sambil mencengkram lehernya dan merengek dengan suara kecil.

“Sudah berani ya?” William seperti seekor serigala liar menggigiti telinga Ellen yang tipis, berkata dengan suara tajam dan sedikit sulit untuk mengeluarkan suara.

Ellen tidak dapat berkata-kata, pikirannya seperti melayang, tidak dapat berpikir dengan jernih.

“Apakah kamu kira aku tidak tega memukulmu?” William memegang erat pinggangnya.

“huh….” Ellen tidak berdaya mencengkram rambut William, dan meneteskan air mata.

William menggendongnya berjalan ke arah meja belajar, setelah itu langsung meletakkannya dalam posisi duduk.

Disaat itu, Ellen yang seperti membeku langsung masuk dalam pelukan William.

William tersenyum kecil, matanya yang hitam juga terlihat seperti menyembunyikan sedikit senyuman, menggendong kembali Ellen, membalikkan badan dan meletakkannya di atas kursi eksekutif.

Kedua tangannya menopang di sandaran kursi, dengan posisi push-up menjebak Ellen di bawah tubuhnya, dengan lembut menciumi bibirnya, sambil berkata “Mengaku salah atau tidak?”

Merasa kasihan dan tidak berdaya sambil menangis Ellen menatapnya, merasa cemas apabila dia tidak “Mengaku salah” maka ini tidak akan berakhir, oleh karena itu dengan terpaksa dia mengatakan “Iya” dengan suara kecil.

William menatapnya, tiba-tiba menangkap kedua pergelangan kakinya, dengan ganas menariknya ke depan.

Terjadi dengan begitu cepat, Ellen merasa terkejut, seolah-seolah napasnya juga ikut berhenti.

Punggung William juga bergetar sesaat, dengan tangan yang bertenaga memeluknya dengan erat, wajahnya yang panas mendekam dileher Ellen.

Setelah lewat tiga atau empat menit, William menggendong Ellen, berjalan ke samping sofa mengambil sebuah selimut dan membungkus dirinya sendiri, juga mengambil jaketnya menutupi Ellen, meninggalkan ruang belajar, dan kembali ke kamar tidur utama.

Setelah membersihkan diri di kamar mandi, mereka berdua berbaring di atas ranjang yang empuk.

Tidak lama kemudian, William menyadari bahwa Ellen selalu memegangi perutnya, ia mengerutkan alisnya, meletakkan telapak tangannya yang besar dan hangat di atas punggung tangan Ellen yang memegangi perutnya, dengan suara rendah bertanya, “Sakit?”

Dengan malu Ellen menatap William, ia menggelengkan kepalanya.

William menutup rapat bibirnya, dengan curiga menatapnya.

Ellen merasa malu, setelah beberapa lama baru berkata dengan suara kecil, “Sedikit bengkak.”

“……..” William menatapnya dengan sedikit fokus.

Ellen melihat Willam Dilsen seperti itu, merasa lebih tidak enak sembari menggelengkan kepala sambil berkata, “Tidak apa-apa.”

Setelah lewat beberapa detik, William menyingkirkan tangan Ellen, menggunakan telapak tangannya yang besar dengan lembut memijit perutnya, menundukkan kepala dan menyeringai di samping telinganya.

Ia sudah mengerti.

Telinga Ellen memerah, dia merasa malu.

William tersenyum sejenak, bibirnya yang tipis mendekati telinga Ellen, dengan lembut berkata, “Mulai dari sekarang aku akan bertanggung jawab membuatmu kenyang.”

“……” mendengar perkataannya, Ellen menggunakan lengannya menyodoknya.

Karena perkataan Ellen ini, William merasa sangat senang sambil terus tersenyum.

Ellen sudah tidak tahan lagi, mukanya memerah dan dengan geram mengangkat kepalanya dari dada William menatapnya dan berkata, “Paman ketiga, kamu tidak sopan!”

“Adakah?” William berkata sambil tertawa kecil dengan menekan hidung Ellen.

“……” Apakah tidak?!

Ellen mencibir sambil mencubit lengan William.

William membiarkan dia mencubitnya, melihatnya dengan mendalam, dari matanya terpancar kelembutan yang sangat dalam.

Ellen sudah tidak mencubitnya, dengan lembut memeluknya, dengan sepasang mata besarnya yang berair menatap William, dan berkata “Paman ketiga, kamu juga sudah tidak marah lagi, jadi apakah masalah ini terhitung selesai?”

William tidak bersuara.

“…….Baiklah. Aku mengaku, aku sudah beberapa lama mencari pekerjaan dan tidak memberitahunya kepadamu, karena aku takut kamu tidak mengizinkanku untuk bekerja dan menderita di luar sana.”

Sambil berkata, Ellen mengangkat satu tangannya dan meletakkannya di wajah William, “Paman ketiga, aku ingin seperti orang lain, melakukan hal yang tepat di usianya. Sekarang aku berumur dua puluh dua tahun, sudah seharusnya bekerja, menambah pengalaman di masyarakat dan pengalaman hidup. Aku tidak cacat, juga tidak kalah dibandingkan dengan orang lain, tidak seharusnya aku berada di rumah saja dengan umurku yang masih muda inikan? Lagipula…..”

William mengangkat alisnya, “Lagipula apa?”

Ellen menatap William, dan berkata “Kalau aku terus-terusan berada di rumah saja, informasi di masyarakat yang aku dapatkan akan sangat terbatas, dengan begitu lama-kelamaan aku menjadi orang yang terkucil, tidak berhubungan dengan masyarakat. Sampai saat itu,bagaimana apabila terjadi kesenjangan diantara kita? Bagaimana kalau kamu menjadi tidak suka dengan aku yang tidak tahu apa-apa ini? Kalau ada wanita lain yang menggodamu disaat itu…..”

“Semakin bicara semakin ngawur.” William mengerutkan alisnya berkata sambil mencubit wajah Ellen.

“Ini kenyataan loh?” Ellen menepuk-nepuk pipinya, matanya yang besar menatap William dan berkata lagi, “Pokoknya tidak ada salahnya mencegah.”

William melihat Ellen dan menjadi serius, mengangkat alisnya dan berkata, “Kalau begitu takut aku digoda oleh wanita lain, bagaimana kalau bekerja di Perusahaan Dilsen. Ada nyonya Dilsen disana, siapa yang berani menggodaku?”

Ellen menjadi serius.

Perkataan William seperti membangunkan orang dari tidurnya.

William menatap Ellen dengan lembut.

Hatinya seperti terisi penuh dengan rasa puas dan bahagia

Tiba-tiba, Ellen mengerutkan alisnya, dengan tidak puas menatap William, dan berkata “Paman ketiga, apakah kamu merasa pemikiranku terlalu kekanak-kanakan dan lucu?”

“…….Mengapa begitu?” Awalnya William tidak menyadari, akan tetapi setelah mendengar perkataan Ellen, dia merasa tampang Ellen yang seperti itu sangat imut dan lucu, dia tersenyum melihatnya.

“Memang sesuai dugaanku!” Ellen melihat William yang tersenyum, dengan marah menyingkirkan tangan William dari perutnya dan membalikkan badan membelakanginya.

William tidak tersenyum lagi, dia memeluk Ellen dari belakang.

Ellen menatapnya sekali, dan tidak memberontak.

Dia bergumam, “Sebelumnya kamu mengatakan aku sudah tumbuh besar dan sudah dewasa, adalah mama dari dua anak, sudah bisa mandiri. Sekarang aku sedang serius membicarakan pemikiranku kepadamu, kamu malah merasa aku lucu. Apa yang kamu katakan dulu itu ternyata hanya untuk membujukku. Di dalam hatimu, aku seperti seorang anak kecil yang tidak mengerti apa-apa. Apapun yang aku katakan kamu akan merasa aku kekanak-kanakan dan lucu!”

William dari belakang menciumi leher Ellen, wajahnya yang ganteng dan lembut, berkata dengan suaranya yang berat dan sedikit tidak berdaya, “Aku tidak mengatakannya seperti itu.”

“Tetapi itulah yang kamu pikirkan!” Ellen sedikit cemas, membalikkan badannya, kedua tangannya memegang baju tidur William, dengan tidak senang menatapnya, “Paman ketiga, kamu jangan menganggapku seperti anak kecil lagi! Kamu begini, kedepannya aku tidak berani membicarakan hal ini denganmu lagi, aku benar-benar frustasi, aku…”

“Sudah sudah. Kenapa begitu cemas.” William merasa kasihan dan sedikit lucu ia memeluk Ellen, menciumi dahinya yang mengkerut, dengan suara kecil berkata, “Paman ketiga tidak merasa kamu kekanakan dan lucu. Paman ketiga tersenyum karena senang.”

Ellen tercengang.

William menatapnya, dan berkata “Apa yang kamu ucapkan, membuktikan kalau kamu sudah dewasa, mandiri dan mempunyai pemikiran sendiri. Sudah seharusnya paman ketiga merasa senang, mana mungkin menertawakanmu? Lagipula, kamu begitu peduli padaku, mencemaskanku, apa aku bisa tidak senang?”

“……” Wajah Ellen menjadi panas, “Tadi itu aku hanya main-main saja, aku tidak takut kamu direbut oleh orang lain.”

“Benarkah?” William mengangkat alisnya.

Ellen menatapnya, tidak dapat bertahan lebih dari tiga detik kemudian tertawa dengan muka memerah, “Huh, aku mempunyai rasa percaya diri. Kamu sudah berumur tiga puluh empat tahun, aku baru berumur dua puluh dua tahun, apa yang aku takutkan. Seharusnya kamu yang takut!”

“Yo.” Sangat jarang William dapat bercanda dengan Ellen, “Begitu sombong?”

“Iyalah.” Ellen memeluk William dengan erat, dan merasa senang dalam pelukannya.

William menundukkan kepala menciumi rambutnya.

Ellen berdebar sejenak dalam pelukan William, lalu ia mengangkat wajahnya menatap William, kemudian berkata “Kalau begitu apakah hari senin aku boleh pergi bekerja?”

William mengerang, menatap Ellen, dan berkata “Sungguh tidak ingin mempertimbangkan untuk bekerja di Perusahaan Dilsen ?”

Ellen menutup mulutnya, tidak mengatakan apa-apa.

William mengeluh kecil dan berkata, “Aku tidak menentang kamu pergi bekerja. Tetapi aku punya syarat.”

“Apa?” Ellen mengedipkan matanya.

“Tidak boleh ditindas oleh orang lain. Harus bisa melindungi diri sendiri.” William mengatakan secara mendalam.

Ellen menatap matanya yang serius, hatinya terasa hangat, merasa sangat terharu, mengulurkan tangannya memegang leher William, dengan serius menganggukkan kepala dan berkata, “Iya.”

Saat ini William menepuk-nepuk kepala Ellen dan berkata, “Ayo tidur.”

Ellen masuk ke dalam pelukannya, wajahnya menempel pada leher William, dengan hati puas dan senang menutup kedua matanya.

Malam ini terasa begitu capek, setelah menutup mata tidak lama, Ellen langsung tertidur.

Awalnya William ingin menunggu Ellen tertidur, baru kembali ke ruang baca untuk menyelesaikan pekerjaannya yang belum selesai, akan tetapi melihat Ellen yang tertidur pulas di dalam pelukannya seperti seekor kucing pemalas yang tertidur lelap, ia menjadi tidak tega untuk memindahkannya.

Oleh karena itu, ia membatalkan niatnya, memeluk Ellen dan juga ikut tertidur.

……

Hari berikutnya.

Ellen kembali mencatat rekor baru, ia tertidur hingga sore jam satu lewat.

Bahkan saat jam makan siang, bagaimanapun Darmi membangunkannya, ia juga tidak bangun.

Saat bangun, dengan buru-buru ia menuju kamar mandi, Ellen berdiri di depan wastafel, dengan tampang malas menatap dirinya yang berada di dalam cermin, dalam hatinya tiba-tiba muncul rasa kagum terhadap dirinya.

Ya, kagum akan dirinya yang begitu mampu untuk tidur.

Dia membuka keran, mencuci mukanya dengan air dingin, rasa kacau dalam kepalanya seperti hilang sebagian, dan merasa sudah lebih sadar.

Mengambil handuk bersih di samping untuk menyeka mukanya.

Lalu ia mengambil gelas kumur dan memulai menggosok giginya.

Saat ia memasukkan sikat gigi elektrik ke dalam mulutnya, Ellen menjadi tersadar, tiba-tiba tercengang menatap wajahnya yang berada dalam cermin.

Sudah begitu banyak kali, mereka sepertinya……. Tidak pernah memakai kontrasepsi?!

Novel Terkait

Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
4 tahun yang lalu
Revenge, I’m Coming!

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Love And War

Love And War

Jane
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Dipungut Oleh CEO Arogan

Dipungut Oleh CEO Arogan

Bella
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Satan's CEO  Gentle Mask

Satan's CEO Gentle Mask

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
4 tahun yang lalu
Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Diamond Lover

Diamond Lover

Lena
Kejam
4 tahun yang lalu