Hanya Kamu Hidupku - Bab 246 Suamiku, Aku Bantu Kamu Mengeringkan Rambut

Ellen merasa sedikit khawatir, melihat Bintang tiba, “Bintang, aku tidak ingin memuji kamu, karena aku merasa, seharusnya kamu sudah tidak jarang mendengarnya. Aku hanya merasa seharusnya kamu lebih banyak memberikan kesempatan kepada diri sendiri. Kamu layak memiliki hal-hal baik, layak untuk dihargai.

“Terimakasih atas doa mu. “Bintang berkata sambil tersenyum.

Ellen mengerutkan bibirnya, “Kalau begitu, aku tidak akan menganggu lagi.”

Bintang menatap lurus ke Ellen, tenggorokannya naik turun, menganggukkan kepala.

Ellen mengulurkan tangan menutupi video, melihat video yang berkedip di depannya, Ellen tidak bisa tahan menghela napas.

Sebenarnya.

Dia tidak ingin melibatkan bintang, tapi masalah ini, dilihat dari sisi manapun, Bintang adalah kuncinya.

Bisa dikatakan.

Jika tidak ada Bintang, masalah ini sama sekali tidak bisa dilaksanakan.

Ellen juga mengalami kesulitan.

Tapi dia berpikir, setiap orang banyak atau sedikit pasti memiliki rasa egois.

Yang terpenting, dia juga demi dirinya sendiri, demi melindungi orangnya, mempersulit orang yang tidak bersalah.

“Ellen, jika memang benar seperti yang kamu katakan, dalam masalah ini aku seharusnya memikul sebagian besar tanggung jawab. Aku seharusnya tidak menghindarinya.”

Melihat pesan muncul di kotak pesan, Ellen menghela nafas pelan.

Serangkaian hal-hal gila dan ganas yang direncanakan oleh Venus, sejujurnya, tidak lain hanya karena seorang Bintang.

Meskipun Bintang tidak menyadari hal tersebut, dia juga tidak bersalah.

Tetapi ada satu hal yang benar.

Dia memang memilki tanggung jawab untuk menghentikan Venus demi cintanya berbuat kejahatan.

Ellen ingin membalas sesuatu, setelah dipikirkan, tidak tahu apa yang ingin dibalas, langsung juga tidak memaksa diri sendiri menjawab.

Setelah selesai makan malam, waktu untuk menemani ketiga bocah menonton film juga sudah tidak pagi.

Ditambah lagi Ellen terjerat dengan seseorang diruang buku, kali ini didalam ruang buku juga sudah beberapa waktu.

Apalagi kehamilannya sudah hampir 6 bulan, Ellen merasa sedikit lelah, berbaring, mematikan komputer, bangun meninggalkan kamar.

Saat kembali ke kamar tidur utama, Ellen berpikir masih ada seseorang di ruang buku.

Tanpa diduga, begitu dia memasuki kamar tidur utama, dia melihat seseorang mengenakan jubah mandi, memegang handuk kering mengusap rambutnya yang pendek dan basah saat keluar dari kamar mandi.

Bola mata Ellen bulat, tiba-tiba merasa panik, tersenyum dan berjalan ke arah William, “Suamiku, kenapa hari ini sangat pagi sudah selesai menangani kerjaan?”

Memperhatikan.

William mengenakan jubah mandi keluar, kedua sisi jubah mandi terbuka lebar, jubah mandi juga panjang, juga bertekstur sutra, jika sutra itu menempel ditubuhnya, menjiplak otot-ototnya yang kencang dan indah ditubuhnya, membuat orang yang memandang terpesona.

Ellen berjalan menghampirinya, kedua matanya yang besar terpaku di lehernya, seperti gadis suci, sama sekali tidak melihat kebawah seinci pun, “Suamiku, aku bantu mengusap rambutmu.”

William tidak menolak, tapi melemparkan handuk kering ke tangannya ke Ellen, duduk di tepi tempat tidur dengan kedua kakinya yang panjang terpisah.

Hmm, sebenarnya dibawah jubah mandinya, dia hanya mengenakan celana boxer.

Ellen panik dan meraih handuk, padahal hanya ingin berdiri disamping mengusap rambutnya.

Tetapi tanpa menunggu dia untuk bertindak, dia menangkapnya dan berdiri di antara kakinya.

Wajah merah Ellen berubah menjadi warna delima yang sudah matang, satu tangan dia meremas handuk , satu tangan lagi dikaitkan dikedua telinganya dengan malu-malu.

Wiilliam menatapnya.

“Hai.”

Ellen menjilat bibir, pura-pura mengusap rambutnya sembarangan, kemudian berpura-pura tenang berkata, “Suamiku, tubuh kamu benar-benar bagus.”

Kening William melompat, diam-diam menatap dia, “Suka?”

“….” Wajah Ellen hampir mengeluarkan darah, tetapi dengan jujur mengangguk.

William memandang sikunya, menarik dia ke depan, menatapnya dan bertanya dengan suara rendah, "Sukanya dimana?"...

Ellen berkedip malu-malu dengan bulu matanya yang panjang, berbisik dengan bibir merah muda, "Dimana-mana suka."

“Huh.”

William tiba-tiba mendengus dingin, menakuti Ellen, mengubah wajahnya dalam sedetik, “Jangan lupa kamu saat ini adalah wanita hamil, tidak baik bagi tubuh untuk bergerak bersama, tahu tidak?”

Tidak baik bagi tubuh?

Wajah Ellen bergemetar, ingin mengali lubang kubur untuk dirinya sendiri!

Mengerutkan bibirnya, menatapnya dengan dendam.

Mengatakan siapa yang bilang berimajinasi? Apakah dia bisa salahkan karena berimajinasi?

Jelas-jelas sudah tahu dia adalah wanita hamil tapi masih berpakaian seperti ini berdiri dihadapannya, dan menariknya untuk berdiri ditengah-tengah, dia sudah langsung melihat ketika dia menunduk, salahkah dia!

“Usap dengan baik!”

William menatapnya berkata.

Ellen menyipitkan mata, ingin melemparkan handuk ke wajah itu!

Tetapi hanya memikirkannya saja, siapa yang menyuruh dia merasa bersalah?

Baiklah, saat tidak bersalah juga tidak berani!

Ellen memejamkan mata, wajahnya tampak khawatir, dalam hal mengontrol suami, dia benar-benar gagal.

Melihat ekspresi “sedih” di wajah Ellen, pupil William bergerak cepat.

……

Larut malam, seorang wanita muda dengan pakaian sederhana dengan topi memuncak berjalan ke Rumah Sakit Yihe.

Bagian informasi rumah sakit.

Wanita itu menekan pinggiran topinya, memperlihatkan setengah dari wajahnya dan sepasang bibir merah, "Maaf, saya ingin bertanya, dikamar mana Vania Nona keempat keluarga Dilsen berada?"

Perawat yang bertugas menatap wanita itu dengan aneh, "Nona keempat Dilsen adalah pasien penting di rumah sakit kami. Maaf aku tidak bisa memberi tahu Anda."

“Aku dan dia adalah teman baik. “Wanita itu berkata dengan tenang.

Perawat tetap menggelengkan kepalanya, “Maaf.”

Melihat itu, wanita itu berhenti sejenak, “Aku sangat khawatir tentang dia, bisakah anda beritahu aku beritahu bagaimana keadaannya sekarang?”

“Anda tidak perlu khawatir, nyawa Nona Dilsen sekarang tidak lagi dalam bahaya, kini telah pindah dari unit perawatan intensif ke ruang VIP. Beberapa hari lagi sudah bisa keluar dari rumah sakit. “Perawat berkata.

“Keluar dari rumah sakit? Kenapa begitu cepat?”

Wanita itu sepertinya bertanya, juga sepertinya berbicara sendiri.

Perawat itu memandangnya, “Aku juga tidak begitu jelas situasi yang sebenarnya, aku juga tidak sengaja mendengarnya. Tetapi Nona Dilsen memang benar sudah sadar.”

Seorang perawat kecil, tahu lebih banyak, takutnya ada yang tidak normal.

Wanita itu mengangkat dagunya, memandang perawat itu dari ujung mata, lalu menundukkan kepalanya lagi, “Terimakasih.”

Perawat sedikit tersenyum, “Sama-sama.”

Wanita itu berhenti sejenak, baru berbalik badan bergegas berjalan menuju pintu keluar rumah sakit.

Melihat wanita itu menghilang sepenuhnya di pintu.

Perawat mengerutkan bibirnya, mengambil telepon rumah di meja resepsionis, dengan cepat memutar satu nomor.

……

Wanita meninggalkan rumah sakit, duduk didalam mobil, mengangkat tangannya untuk melepas topi di kepalanya dan melemparkannya ke kursi penumpang.

Tidak ada topi yang menutupi, wajah wanita itu akhirnya benar-benar terbuka.

Ternyata Venus !

Biasanya dandanan Venus sebagian besar lebih sederhana, seperti dandanan yang tebal hari ini ditambah lagi bibir merahnya, sebelumnya, hampir tidak pernah ada.

Apalagi, dandanan dia yang begini, pada pandangan pertama, benar-benar terlihat tidak mirip dengan Venus.

Venud duduk didalam mobil, mencengkeram kemudi disatu tangan, pandangannya menatap kearah rumah sakit, juga tidak tahu sedang memikirkan apa.

Duduk begitu saja begitu lama.

Venus menarik sabuk pengamanan, menyetir mobil meninggalkan rumah sakit, langsung menuju ke apartemen tunggal tempat Bintang tinggal.

Sesampainya di lantai apartemen.

Venus duluan pergi ke kamar mandi umum, dengan hati-hati membersihkan riasan tebal dan bibir merah dari wajahnya, kemudian berdiri didepan cermin, dengan serius memeriksa dari atas hingga bawah.

Mungkin sudah puas.

Venus keluar dari kamar mandi, naik lift ke lantai apartemen dimana Bintang berada.

……

Setelah selesai panggilan video bersama Ellen, Bintang yang belakangan ini memiliki gejala insomnia ringan, benar-benar tidak bisa tidur malam ini.

Ketika pintu apartemen dibuka dari luar, Bintang sedang duduk di ambang jendela ruang tamu minum alkohol.

Pintuk terbuka, Bintang juga tidak berbalik melihat, hanya dari permukaan kaca reflektif menatap wanita yang berdiri dengan malu-malu di pintu.

Venus yang berdiri didepan pintu, saat itu mengalirkan air mata.

Dia mengira, setelah dia mengetahui bahwa dia menyukainya, dia akan menganti kuncinya, tetapi tidak disangka, dia malah tidak.

Disaat Venus membuka pintu kamar, dia hampir menangis gembira.

Venus menggigit bibirnya dengan keras, membuka pintu dengan hati-hati, mengganti sepatu di pintu, melangkah pelan berjalan masuk.

Bintang memegang sebotol bir dituangkan kedalam mulutnya, tetapi sepasang matanya terkunci oleh Venus yang berjalan perlahan kearahnya, pandangan yang suram.

Venus berjalan mendekati Bintang, menatap pada wajah Bintang yang tampan, menekan bibirnya dengan erat, tidak berani berbicara.

“Vania sudah bangun.”

Bintang tiba-tiba berkata.

Venus gemetar.

Bintang menoleh, kepalanya menunduk, juga tidak memandang dia, mengambil sebotol bir dari ambang jendela menyerahkannya ke Venus, "Temani aku minum sedikit.”

Venus membeku selama beberapa detik, baru mengulurkan tangan meraih botol bir yang diserahkan Bintang.

“Duduk.”

Bintang melirik ambang jendela luas di seberangnya.

Venus mengedipkan matanya, duduk di ambang jendela, memegang erat bir di tangannya, memandang Bintang.

Bintang kembali membalikan kepalanya saat menuangkan bir untuk dirinya sendiri, matanya menatap Venus lagi.

Setelah menelan cairan dingin itu ke tenggorokannya, Bintang meletakkan bir di tangannya, mengulurkan tangan "Berikan bir itu padaku, aku akan membukanya untukmu.”

Jantung Venus berdetak sangat cepat, meskipun dia tidak menunjukkannya.

Diam-diam menyerahkan bir kepada Bintang.

Bintang membuka bir itu dengan terampil, mengembalikannya ke Venus, kemudian matanya menyipit menatap Venus, "Sudah selarut ini kenapa datang kemari? Kau seorang wanita, sangat berbahaya."

Venus meremas kaleng bir di tangannya, tatapannya kosong ke Bintang.

Tidak disangka, Bintang masih peduli terhadap dia.

Bintang mengahlikan pandangan, mengambil bir diminum.

Venus menatap Bintang untuk waktu yang lama, lalu dengan kaku berkata, "Apakah kamu sudah menemuinya?"

“Tidak.”

Bintang menggelengkan kepala.

Kelopak mata Venus bergetar, "Mengapa tidak pergi lihat?"

“Ingin pergi. “Bintang menoleh melihat Venus, “Tapi bukan sekarang. Dua hari lagi.”

“Dua hari lagi?”

“Belakangan ini sedikit sibuk. “Bintang berkata dengan santai.

Venus menatap Bintang, “ Bintang, Maaf.”

Bintang mengerutkan kening, menatap Venus, "Ini bukan urusanmu. Semuanya dilakukan oleh Zaenab dan Damar. Kamu tidak perlu merasa menyesal."

“…….Tapi, mereka adalah ayah dan kakak kandungku. “Venus berekspresi sedih,berkata dengan suara serak.

“Mereka sudah meninggal. Masalah itu, sudah berlalu. Karena itu adalah masalah yang sudah berlalu, maka tidak perlu diungkit lagi. “Nada suara Bintang lembut, tanpa gelombang sedikit pun, seolah olah masalah ini, baginya, benar-benar sudah tidak ada pengaruhnya.

Venus menatap Bintang, dengan suara ringan, “Apakah, kamu akan menikahinya?”

Novel Terkait

Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu
Perjalanan Selingkuh

Perjalanan Selingkuh

Linda
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu
The Comeback of My Ex-Wife

The Comeback of My Ex-Wife

Alina Queens
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Rahasia Istriku

Rahasia Istriku

Mahardika
Cerpen
4 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
3 tahun yang lalu
Someday Unexpected Love

Someday Unexpected Love

Alexander
Pernikahan
4 tahun yang lalu