Hanya Kamu Hidupku - Bab 506 Pani, Jangan Pikir Bisa Kabur!

Mendengar kata-kata itu, semua orang tertegun, melihat pintu masuk teras.

Ketika mereka melihat seseorang berdiri anggun di pintu masuk, mata Ethan, Frans dan Samir berbinar, mereka memandang ke arah Sumi.

Wajah Sumi tampak tenang, menatap tatapan mereka tanpa goyah.

Pani menatap orang yang datang, cahaya di sekeliling menyatu di matanya.

“Linsan, dengar-dengar kak Sumi juga……kak Sumi?”

Yuki berjalan keatas, dia mengatakannya sambil berjalan dari belakang Linsan, tiba-tiba melihat Sumi dan lainnya, kedua matanya terkejut membesar.

Setelah Yuki naik, beberapa detik kemudian, Tanjing juga naik.

Dia tertegun melihat Sumi, Pani dan lainnya.

Ekspresi Yuki dan Tanjing tampak tidak tahu Sumi dan yang lainnya juga ada di resort.

Pani menyipitkan mata, tatapannya mengarah ke Sumi.

Ekspresi Sumi biasa-biasa saja, menatap Linsan dan lainnya lalu berkata, “Kalian juga datang berlibur?”

Linsan berjalan ke depan, dengan senyum tenang di wajahnya, “Ya.”

Yuki dengan cepat melirik Linsan, dan menyeret Tanjing untuk mengikutinya.

“Baru sampai?”Sumi menatap Linsan.

“Iya.” ucap Linsan tersenyum.

Sumi melirik Yuki dan Tanjing yang melewatinya, “Semuanya masih belum makan, kan?”

“Baru saja menaruh koper, belum sempat makan.” ucap Tanjing.

Sumi mengangguk, memiringkan kepalanya melihat Pani, “Bagaimana kalau kita makan bersama?”

Mata Pani berbinar, menatap Sumi, dan bibirnya dengan santai mengatakan, “Boleh.”

Sumi tersenyum menyeringai, mengulurkan tangannya memegang tangan Pani, dan kembali menatap Linsan dan ketiganya, “Tidak keberatan, kan?”

“Aku tidak masalah.” ucap Linsan, menatap Tanjing dan Yuki, “Kalau kalian?”

“Tentu saja kita tidak keberatan.” ucap Yuki tersenyum, menarik Tanjing duduk.

“Kalau begitu silahkan.” ucap Sumi.

Linsan menurunkan tatapannya, duduk di samping Yuki dan Tanjing, berkata sambil tersenyum, “Kalian orang-orang sibuk, kenapa ada waktu keluar untuk berlibur?”

Sumi mencubit jari Pani, dan memandang Samir dan lainnya.

Samir diam-diam menghela nafas menatap Pani, dan berkata, “Bukankah Pani baru selesai ujian, aku menemaninya bersantai.”

Pani kaget dan menatap Samir dengan heran.

Samir tiba-tiba mengedipkan matanya.

Linsan melirik Pani, dan tidak mengatakan apa-apa.

“Aku juga.” ucap Ethan.

Linsan menatap Ethan.

Ethan mengulurkan tangannya mengambil gelas anggur, lalu meletakkannya di bibir tipisnya dan menyesapnya.

“Mereka semua sudah datang, kalau aku tidak datang bukankah itu terlihat tidak akrab, jadi aku juga datang bermain.” ucap Frans menyandarkan satu kakinya yang panjang ke kursi lain.

Pani mengigit bibir bawahnya, menatap Samir dan ketiga orang lainnya.

Tiba-tiba dirinya merasa sangat tidak tahu malu!

Membiarkan dua orang hebat dan seorang sutradara terkenal menemaninya bermain, mengatakan hal kepada orang lain juga tidak ada orang yang mempercayainya!

“Dengan kata lain, kalian semua menemani Pani bermain?” ucap Linsan memandang lainnya dan berkata dengan suara lembut.

Yuki dan Tanjing tidak mengatakan apa-apa, menyipitkan mata memandang Pani dan Sumi.

“Sudahlah!”Samir mengangkat kaleng bir dengan gagah dan menuangkannya ke dalam mulut.

Linsan tersenyum, memandang Pani, “Mereka ini, biasanya aku mengajak mereka makan, mereka selalu mencari segala macam alasan. Mentraktir mereka makan lebih susah dari pada pergi langit. Tapi sekarang demi dirimu Pani, mereka menyisihkan waktu sibuk mereka untuk menemanimu bermain, aAku bisa membayangkan betapa mereka menghargaimu dan menyukaimu. Pani, aku iri padamu.”

“Ketiga kakak ini memang sangat baik kepadaku.” ucap Pani dengan tulus.

Ketiga kakak?

Linsan mengerutkan keningnya, matanya berbinar menatap Pani, “Kamu memanggil mereka apa?”

Frans menggerakkan alisnya, tersenyum menyeringai, mengguncang gelas anggur merah di tangannya, “Pani sekarang pacar Sumi, kami teman Sumi, kalau dari umur, Pani memanggil kami kakak seharusnya tidak berlebihan.

Linsan mencemberutkan bibirnya, menatap Frans.

Frans mengangkat alisnya dan tersenyum padanya.

Linsan menggenggam erat kedua tangan yang diletakkan diatas pahanya, lalu mencemberutkan bibirnya memandang Sumi, memancarkan kebencian dari tatapannya.

Sumi memandang Linsan, tapi dia tidak mengatakan apa-apa.

Linsan tidak bisa menahan senyum kecut, menundukkan kepala dan tidak mengatakan apa-apa.

Tanjing yang melihat ini, mengerutkan keningnya, dengan cepat memandang ke arah Pani.

Yang lain tidak memperhatikan Tanjing.

Tapi Pani benar-benar merasakan tatapan penuh permusuhan dari Tanjing, bahkan sampai mengerutkan keningnya dengan kencang.

……

Setelah pesta barbekyu berakhir, Samir, Frans, dan Ethan kembali ke kamar masing-masing.

Di teras atas hanya menyisakan Linsna dan mereka bertiga, serta Sumi dan Pani.

Pani memandang Linsan dan ketiga lainnya, lalu menarik tangannya dari Sumi, “Aku sedikit lelah, ingin kembali ke kamar dulu.”

“Baiklah, mari sama-sama!”

Tangan yang baru saja ditarik Pani, dengan erat digenggam oleh Sumi, lalu menariknya berdiri, dan berkata kepada Linsan, “Kalian tidak perlu mengkhawatirkan ini, Wolby akan meminta orang membereskannya. Aku dan Pani kembali ke kamar dulu.”

Linsan menatap Sumi dan Pani, lalu tersenyum, “Iya.”

Lalu Sumi membawa Pani pergi.

Melihat Sumi dan Pani pergi.

Wajah Tanjing menjadi suram, dan mengendus dengan dingin, “Apa maksud Samir dan lainnya? Sengaja mengatakan kata-kata itu untuk aku dengar?”

Linsan mengerutkan kening, menatap Tanjing.

“Mereka ingin memberitahumu, kak Sumi sekarang sedang menyukai Pani, dan bukan kamu lagi? Untuk menyenangkan Pani, kak Sumi mengajak Samir dan lainnya bermain bersama dengan Pani!” ucap Tanjing dengan marah.

Linsan mengepalkan tinjunya dengan erat, dan bibirnya sedikit pucat.

Yuki melirik Linsan, tidak mengatakan apa-apa, mengambil gelas anggur yang ada di meja dan menyesapnya.

“Ketika kak Sumi menyukaimu, kenapa tidak pernah melihat dia seperti itu kepadamu?” ucap Tanjing memukul meja dan mengigit bibir bawahnya.

Yuki yang mendengarnya, menuangkan gelas anggur sambil menatap Linsan, dimana wajah Linsan putih pucat.

Yuki mengangkat alisnya, memiringkan tatapannya melihat Tanjing yang lebih marah dari Linsan dan berkata, “Tanjing, diam jangan banyak bicara, kamu tidak lihat Linsan sudah sangat menyedihkan?”

“Kenapa aku harus sedih?”

Ucap Linsan.

Yuki menyipitkan mata, menatap Linsan yang putih pucat dan menghela nafas, “Linsan, jangan memaksakannya, kamu lihat wajahmu sudah pucat seperti apa. Aku dan Tanjing adalah teman terbaikmu, di depan kami, kamu tidak perlu memaksakan diri untuk tegar, kamu tidak perlu memaksakan diri untuk menunjukkan tampang acuh tak acuh ketika kamu sedih.”

“ Aku tahu, kak Sumi menyukaimu selama puluhan tahun, kamu sudah terbiasa kak Sumi menyukaimu. Sekarang tiba-tiba tahu, selain dirimu, kak Sumi memiliki kemungkinan menyukai orang lain, bahkan lebih menyukai orang itu dari dirimu, sangat wajar kamu merasa sedih. Jangankan kamu, bahkan aku dan Tanjing yang melihatnya juga tidak nyaman.”

Mendengar apa yang dikatakan Yuki, mata Tanjing menegang menatap Linsan.

Linsan menunjukkan kemarahan di wajahnya, mengerutkan kening kepada Yuki, “Yuki, aku ingat aku tidak hanya sekali mengatakan kepadamu dan Tanjing, aku dan Sumi hanya berteman, dia menemukan orang yang dicintainya, aku turut senang untuknya. Terkait rasa sedih yang kamu katakan, aku tidak memiliki perasaan itu sama sekali!”

Yuki menghela nafas dan berkata, “Baiklah, kamu mengatakan tidak ada maka tidak ada. Hanya saja Linsan, kamu bisa membohongi orang lain, tapi tidak bisa membohongi dirimu sendiri.”

“Ke depannya aku tidak berharap mendengar kata-kata seperti aku sedih karena Sumi menyukai orang lain! Siapa yang mengatakannya lagi, kita tidak akan berteman lagi!” ucap Linsan dengan dingin.

Mata Yuki menegang, dan menatap Tanjing, tidak mengatakan apa-apa.

……

Di ruangan ini, Sumi dan Pani baru saja kembali ke kamar, dan Pani menarik tangannya kembali dari tangan Sumi dan berkata, “Aku akan melihat apakah ada selimut tambahan di dalam ruangan. Kalau tidak ada, aku akan memintanya dari temanmu.”

Sumi sedikit menggerakkan bibirnya, menatap Pani yang berjalan menuju lemari, “Apa yang akan kamu lakukan?”

Pani berjalan ke lemari, membukanya, dan melihat ada dua selimut cadangan baru di lemari. Dia mengambil satu selimut dan berjalan beberapa langkah ke hadapan Sumi, dan menyerahkan selimut itu ke pelukan Sumi, lalu menatapnya dan berkata, “Kamu sendiri yang mengatakannya, kamar ini milikku seorang, kamu tidur di sofa teras. Sekarang musim panas, seharusnya tidak dingin.”

Sumi menatap Pani, wajahnya yang tampan berubah menjadi kusam, lalu berkata dengan dingin, “Siapa yang mengatakan aku akan tidur di teras?”

“Kamu yang mengatakannya.” ucap Pani.

“Apakah aku pernah mengatakannya? Maaf, aku tidak ingat!”Sumi mengembalikan selimut itu kepada Pani, lalu berjalan ke kamar mandi dengan wajah kusam.

Pani memandangnya dari samping, “Sumi, kamu tidak menepati janjimu, apakah kamu seorang pria?”

“Aku seorang pria atau bukan, kamu akan mengetahuinya sebentar lagi!”suara dingin Sumi terdengar dari dalam kamar mandi.

Pani, “……”

……

Lima belas menit kemudian, Sumi keluar dari kamar mandi dibungkus handuk, mengerutkan kening menatap Pani yang memeluk selimut duduk di kursi, dan berjalan menghampirinya.

Tanpa sadar Pani menggenggam selimutnya dengan erat, tatapan matanya gemetar, “Aku sudah memikirkannya, memang tidak terlalu baik kamu tidur di luar, aku bisa mengijinkanmu tidur di dalam kamar, tapi kamu tidur di sofa, aku tidur di tempat tidur!”

“Aku tidur di tempat tidur!” Sumi menarik selimut yang dipegang Pani, dan melemparkannya jauh ke sofa, lalu memegang lengan Pani dan hendak menekannya di tempat tidur.

Jantung Pani berdegup kencang seperti drum yang dipukul di dada kirinya.

Tangannya yang panik menahan bahu Sumi, “Ka-kalau begitu aku tidur di sofa, kamu tidur di tempat tidur!”

“Kamu juga tidur di tempat tidur!”

Kata-kata Sumi baru saja diucapkan, dia sudah menekan Pani diatas ranjang besar.

Satu tangannya memegang bahu Pani, menahannya di tempat tidur agar tidak meronta.

Dan tangan lainnya disandarkan di tempat tidur di sisi leher Pani, tatapannya yang suram, menatap Pani yang panik, “Kamu dan aku, tidur di ranjang!”

“Tidak bisa!” ucap Pani.

Sumi menyipitkan matanya, memeluk pinggang Pani yang ramping dengan tangan panjangnya, mengangkatnya dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi, lalu berkata dengan tegas, “Pani, malam ini tidak mendengarkan kata-katamu! Jangan berpikir bisa kabur!”

“Kamu tidak boleh begini.” ucap Pani sangat panik sambil menggelengkan kepala memandang Sumi.

Sumi memandangnya, tatapan matanya gelap hingga tidak ada secercah cahaya yang bisa masuk.

Pani menarik napas dalam-dalam, berjuang untuk duduk dari pelukan Sumi, dengan merangkul lehernya, wajahnya perlahan-lahan menempel ke wajah kecil Pani, dan tidak mengatakan apa-apa.

Sumi memejamkan matanya, hatinya menegang, dan tidak bisa mengendalikannya.

Novel Terkait

Doctor Stranger

Doctor Stranger

Kevin Wong
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
4 tahun yang lalu
 Istri Pengkhianat

Istri Pengkhianat

Subardi
18+
4 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Back To You

Back To You

CC Lenny
CEO
4 tahun yang lalu
Loving Handsome

Loving Handsome

Glen Valora
Dimanja
3 tahun yang lalu