Hanya Kamu Hidupku - Bab 119 Hubunganku Dengan Paman Ketiga Cukup Baik

Ellen tiba-tiba menatapnya dan mengatakan sesuatu yang membuat detak jantung Pani meningkat tajam.

"Pani, ketika kamu istirahat siang ini, temani aku ke klinik ya, " kata Ellen.

"..." Mata Pani melebar, dan jantungnya berdetak sangat kencang seolah dipukul oleh palu. "Pergi, untuk apa pergi ke klinik?"

Terlalu gugup dan takut, Pani pun tanpa sadar berbicara dengan tergagap.

Ketika Ellen melihat Pani seperti ini, dia tidak bisa menahan dan menarik bibirnya, sambil mengulurkan tangan dan mengusap wajahnya yang kaku, "Aku yang seharusnya bertanya kenapa kan ?"

Pani diam-diam menelan ludah, mengambil napas dalam-dalam. Fokus menatap Ellen.

Ellen meletakkan tangannya dan sambil mengerutkan kening, "Ya, aku mungkin terlalu stres belakangan ini. Tiba-tiba aku ingat pagi ini bahwa aku belum datang bulan hampir dua bulan. Jadi aku ingin pergi ke klinik mengecek nya."

belum datang bulan selama dua bulan...

Pani menarik napas.

Habis sudah.

Sepertinya benar-benar hamil!

Ellen menghela nafas, membuka ruang kelas, mengeluarkan kertas tes dan meletakkannya di atas meja, "Sebenarnya aku tidak merasakan tekanan yang besar."

Pani menatapnya, tidak bisa berkata apa-apa.

Ellen tidak peduli, dia memiringkan kepala dan berkata, "Kemarin guru bahasa Inggris berkata, pagi ini akan ada ujian kan?"

"... Um." Pani mengangguk secara otomatis.

“Aku akan ke kamar mandi dulu, menghindari ketika sedang ujian harus ke kamar mandi, Kamu mau ikut ?” Tanya Ellen.

Pani menggelengkan kepalanya.

Ellen memandang Pani. Setelah beberapa detik, dia tertawa, "Kamu kesurupan ?"

Pani menarik bibirnya dan berkata, "Pergi sana ke kamar mandi ! Sok tau!"

Ellen cemberut, dia bangkit, dan berjalan keluar dari ruang kelas, dan berjalan menuju kamar mandi.

Pani menatap pintu ruang kelas, dia merasa tidak tenang dalam hatinya.

Tapi satu hal yang dia yakini.

Ellen tidak boleh diizinkan pergi ke klinik.

Para dokter di klinik itu bukan orang baik.

Pada saat itu, jika biarkan Ellen berbicara tentang gejala yang dialami, pasti mereka dapat menebak.

Pada saat itu, dia tidak bisa membayangkan konsekuensinya.

...

Sepanjang pagi itu, Pani sangat khawatir sehingga tidak dapat berkonsentrasi dalam tes nya, Tes pendengaran bahasa inggrisnya pun bergantung pada keberuntungan tebakannya.

Selain itu, Pani merasa bahwa pagi ini lebih cepat berlalu dari hari sebelumnya, dan dalam sekejap mata sudah siang hari.

"Pani, ayo ke kafetaria untuk makan, dan kemudian kita bisa pergi ke klinik." Kata Ellen.

"... En, " Pani menyetujui tanpa sadar.

Mereka berjalan bergandengan tangan ke kafetaria.

Ellen seperti biasa memakan sekotak hidangan vegetarian.

Keduanya mengambil tempat duduk dan duduk. Pani yang melihat sayuran di kotak makan siang Ellen, Hatinya seakan akan dicakar cakar oleh kucing.

“Pani, apakah kamu kurang istirahat semalam?” Ellen melihatnya tidak bersemangat, sambil mengerutkan kening, dan bertanya karena khawatir.

Pani memandang Ellen dengan pandangan yang rumit dan menggelengkan kepalanya dengan ringan "Aku tidur sangat awal kemarin malam."

"Tidak enak badan?"

"Tidak."

"... lalu ada masalah apa ?" Ellen mengerutkan kening.

Pani berhenti berbicara sekarang, dan matanya yang hitam dan cerah memandang Ellen, seolah menyiratkan bahwa Ellen adalah permasalahannya!

Bulu mata Ellen berkedip, "Benar benar ada masalah?"

"... Um." Pani menjawab dengan berat.

"Masalah apa ?" Kata Ellen.

Pani membuka mulutnya, mengulurkan tangannya dan mengurut tenggorokannya, dan berkata, "Setelah makan, aku akan memberitahumu."

Ellen berpikir sebentar, mengangguk, "Oke."

Pani menghela napas.

Dia khawatir, masalah kehamilan ini sudah tidak dapat ditutupi.

Dalam waktu dekat, sekolah akan mengadakan pemeriksaan tubuh, Pada saat itu jika diperiksa maka akan ketahuan.

Jika hal mengenai kehamilan ini ditemukan ketika pemeriksaan, Maka pasti akan tersebar menjadi " skandal ", "bahan lelucon" dan berita buruk lain nya.

Pada saat itu, tidak hanya siswa dari seluruh sekolah akan tahu, tetapi dia khawatir akan mencapai telinga dari pimpinan sekolah.

Dan hal ini akan mustahil untuk Ellen jika ia ingin bertahan bersekolah disini.

Bahkan walaupun pamannya bisa membereskan pimpinan sekolah mereka, tidak membuat mereka mengeluarkan dia, tetap akan sangat sulit untuk menghentikan ucapan yang dikeluarkan oleh semua siswa di sekolah ini.

Ketika air liur dari semua orang di sekolah ini dikumpulkan akan bisa menenggelamkan seseorang.

Walaupun orang itu memiliki psikologis yang baik, Tidak akan bisa acuh tak acuh menghadapi semua ini atau tidak terpengaruh kan!

Karena itu, hanya mungkin untuk mencegah hal ini terjadi sebelum pemeriksaan medis.

Setelah berpikir seperti ini, Pani menguatkan hatinya, bersiap untuk memberi tahu Ellen hal yang sebenarnya.

...

Keluar dari kafetaria, Pani langsung memimpin Ellen ke bukit tempat yang biasa digunakan oleh orang yang berpacaran di depan gedung sekolah.

Ellen melihatnya yang sangat gelisah, berpikir bahwa dia pasti menyimpan sesuatu di hatinya, dan ia pun tidak menyebutkan masalah pergi ke klinik.

Keduanya duduk di rumput di bukit tempat orang berpacaran.

Ellen memiringkan kepalanya melihat Pani, walau belum menayakan apa pun, tetapi dalam pandangannya dipenuhi pertanyaan.

Pani telah memutuskan untuk memberitahunya, dia yakin 90% bahwa dia telah hamil.

Dia tidak ingin berpikir masih ada kemungkinan kecil bahwa dia tidak hamil.

Jadi Pani berharap pada keberuntungan, Dengan hati hati memandang Ellen dan berbisik, "Ellen, kamu dan paman ketiga, kalian berdua, bagaimana hubungan kalian sekarang?"

Pani merasa.

Jika Ellen hamil, itu pastilah anak William.

Baiklah

Dia tidak berani berpikir bahwa Ellen hamil yang bukan darah daging William, karena konsekuensinya tidak dapat ia bayangkan.

Mata Ellen menyipit, dan ekspresinya cemberut. Dia tidak berpikir Pani akan menanyakan hal ini.

"... aku dan pamanku, cukup bagus." Ellen sedikit sulit menyebutkan, karena bagaimanapun ia adalah orang yang sudah dipanggilnya paman selama lebih dari sepuluh tahun.

Ketika Pani mendengarnya, dia pun mengetahui bahwa mereka sudah bersama.

Tentu saja

Pani tidak pernah mengira, bahwa mereka bukan saja bersama, namun juga sudah menikah!

“Ellen, aku ingin mengajukan pertanyaan yang agak privasi kepadamu.” Pani memandang Ellen, wajahnya agak tidak wajar.

"... Apa?" Bisik Ellen.

Pani melihat sekeliling, dan ketika tidak ada yang memperhatikan mereka, dia menyandarkan kepalanya ke Ellen, menurunkan suaranya dan berkata, "Kamu dan pamanmu, bagaimana progres kalian berdua saat ini ?"

"..." Wajah Ellen berubah menjadi sangat merah, dan kedua telinganya memerah dengan jelas, dengan malu dan canggung. "Kamu, mengapa kamu menanyakan hal ini?"

Ketika Pani melihat Ellen yang malu, dia pun merasa sangat canggung.

Keduanya baru berusia delapan belas tahun. Bagi mereka, urusan hubungan intim pria dan wanita adalah hal yang privat, Hal yang sulit diungkapkan dan diceritakan.

Namun, walau merasa canggung, tetapi masalah ini harus mendapatkan kepastian.

Pani memutus urat malunya dan berkata, "Ellen, Kamu dan Paman ketiga apakah kalian sudah berhubungan badan?"

“Pani, jangan bertanya lagi !” Ellen menutupi wajahnya, telinganya merah, seakan akan darah akan mengalir keluar darinya.

Pani pun panik, "Kamu kan bisa memberitahukannya padaku ?"

Ellen langsung menutup matanya, dan kedua bibir merah mudanya di katup dengan erat.

"Ellen..."

"Ya."

Ellen menjawab dengan sangat pelan.

Meskipun sangat malu dan entah merasakan skandal, Namun Ellen masih menjawab Pani.

Karena dia mempercayai Pani, dan dia juga percaya padanya!

Ketika Pani mendengarnya, dia merasakan seakan tersambar "halilintar."

Sekarang, kemungkinan 10% yang tersisa telah hilang.

Ellen perlahan menurunkan tangannya, menatap wajah sewarna delima yang kecil itu, dan menatap mata Pani.

Ketika melihat mata Pani yang terbuka lebar, yang terpancar rasa simpatik dan masai, memandangnya dengan pandangan yang rumit, Ellen mengerutkan bibirnya dan berkata dengan lembut, "Pani, apakah kamu merasa bahwa aku gadis yang murahan? Tidak bisa bertahan? "

Pani menggelengkan kepalanya.

Ellen mengerutkan kening, menatap Pani.

Jika tidak, mengapa kamu menatapku seperti itu?

"Pani..."

"Ellen!"

Ellen baru saja akan berbicara, tapi Pani tiba-tiba mengulurkan tangan dan meraih tangannya.

Ellen kaget hingga menahan nafas dan menatap Pani seakan sulit mengerti. "Kenapa ?"

"Ellen, kamu pegangan dahulu!"

"Ah?"

"Karena yang selanjutnya aku katakan, akan menakutkan. Aku pun memerlukan waktu beberapa hari untuk mencernanya... dan hingga saat ini pun masih terasa menakutkan!"

"... Apa? Tolong kamu jangan menakuti aku!" Ellen merasa bulu kuduknya berdiri karena ucapan nya.

Pani meremas tangan Ellen dengan erat, menatap Ellen, "Kamu, telah hamil!"

"..." Ellen memandang Pani, kecuali kebingungan, tidak terpancar ekspresi yang lain.

“Ellen, apakah kamu mendengar ucapan ku?” Melihat dia yang masih sangat tenang, Pani menjadi panik.

Ellen mengangguk, "aku dengar, Kamu bilang aku hamil."

Pani memandang Ellen dengan pandangan tidak menyangka, "Kamu, setelah mendengar itu masih bisa setenang itu ?"

“Karena aku tidak hamil.” Ellen mengerutkan kening, dengan suara kecil.

Jika dia hamil, bagaimana mungkin dia tidak tahu?

“Tidak, kamu sudah hamil!” Pani terlihat sangat cemas sehingga dia pun memegang tangannya dan meremasnya.

"Aw!"

Ellen langsung terhibur melihat kepanikan temannya. "Pani, aku pikir kita berdua bisa pergi ke rumah sakit untuk melihat apakah Penyakitmu lebih parah dariku."

Oh my God!

Bagaimana bisa dia masih tertawa?

Pani memelototi Ellen, panik hingga ia pun sendiri ingin menangis !

"Ellen, kamu masih belum tahu kalau kamu sudah hamil..."

“Yah, aku sendiri tidak tahu, tapi kamu bisa tahu.” Ellen tersenyum dan tidak peduli apa yang dikatakan Pani.

"Astaga, Ellen, kamu bisa membuatku mati cemas!" Pani dengan panik, "Bagaimana caranya supaya kamu bisa percaya padaku. Kamu benar-benar hamil."

Ellen memandang Pani yang tampak serius, yang panik hingga ingin sekali menggaruk rambutnya.

Jantungku berdegup kencang, senyum di wajahnya pun langsung menghilang.

Setelah menelan ludah, Ellen memandang Pani dan bertanya, "Bagaimana Kamu tahu bahwa aku hamil?"

Pani yang melihat bahwa dia akhirnya tidak tersenyum, ekspresi wajahnya yang berubah, baru bisa menenangkan diri, dan menceritakan semua keanehan yang dia temukan serta semua hasil pencarian yang ia temukan kepada Ellen.

Setelah mendengarkannya, wajah Ellen memucat.

Akhirnya menyadari bahwa Pani tidak bercanda dengannya.

Lagipula, dia belum datang bulan selama dua bulan, hal itu memang aneh dan mencurigakan.

Apakah mungkin dia benar-benar... hamil? !!

Pani merasa bahwa tangan Ellen yang dia genggam dengan cepat mendingin, alisnya berkerut, Saat menatap wajahnya yang memucat selama beberapa detik, dia tidak tahan untuk berbisik, "Mungkin juga kamu tidak hamil, Kamu jangan panik dahulu ya, Bagaimana jika kita pergi dan membeli tes kehamilan di toko obat setelah pulang sekolah?"

“Tes kehamilan?” Ellen menatapnya, suaranya bergetar.

Pani mengangguk.

...

Pada sore hari, Pani tidak melihat Ellen membaik. Ekspresi seluruh tubuhnya sangat kaku, Wajahnya sepucat kertas, Tes yang dikerjakan pun tidak tahu berapa yang dikerjakan, bahkan kolum yang perlu diisi pun salah diisi.

Begitu bel berbunyi di akhir kelas sore, Ellen dengan cepat memasukkan barang barang ke ruangan, dan segera menarik Pani berlari keluar.

Kertas ujian Pani pun belum sepenuhnya dikemas dalam tas sekolahnya, dan dia ditarik untuk berlari, berlari dengan sangat cepat.

Ketika mereka melewati gerbang luar sekolah, Ellen menghentikan taksi dan duduk bersama Pani, langsung menuju ke jalan pejalan kaki terbanyak di kota itu.

Novel Terkait

Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Now Until Eternity

Now Until Eternity

Kiki
Percintaan
5 tahun yang lalu
Meet By Chance

Meet By Chance

Lena Tan
Percintaan
3 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
3 tahun yang lalu
The Winner Of Your Heart

The Winner Of Your Heart

Shinta
Perkotaan
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu
Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Pernikahan Tak Sempurna

Pernikahan Tak Sempurna

Azalea_
Percintaan
3 tahun yang lalu