Hanya Kamu Hidupku - Bab 649 Ulang Tahun Pada Sepuluh Hari Yang Akan Datang

“Riki, keselamatan kamu jauh lebih penting daripada apapun.” Pani menatap wajah Riki dan berkata.

Riki menatap Pani dengan tatapan dalam, dia ingin mengatakan sesuatu, namun pada saat hampir melontarkannya, dia tetap saja memilih untuk diam.

Pani mengobrol dengan Riki hampir lewat satu jam, Samoa langsung memberitahukan bahwa dirinya telah memesan tiket, satu jam kemudian pesawat akan berangkat.

Sementara perjalanan dari rumahnya hingga bandara, setidaknya membutuhkan waktu empat puluhan menit.

Oleh sebab itu Riki harus langsung berangkat pada saat ini.

Pani dan Samoa mereka melihat wajah Riki yang telah pucat, suasana hatinya sangat rumit.

Sebelum meninggalkan rumah, Riki ingin mengatakan sesuatu lagi kepada Pani, namun tidak tahu apa yang terjadi, dia bahkan tidak dapat melontarkan apapun.

Sepertinya berdasarkan hubungan mereka berdua pada saat ini, kata-kata tersebut sudah tidak cocok untuk dikatakan lagi, bagaimanapun mungkin saja akan menimbulkan permasalahan untuk mereka berdua.

Oleh sebab itu Riki meninggalkan rumah dengan begitu saja.

Pani yang sedang terluka juga tidak dapat mengantarnya.

Setelah adanya perpisahan sebelumnya, Pani mengira bahwa dirinya tidak akan sedih dan memiliki perasaan tidak tega seperti sebelumnya lagi. Namun hingga detik ini, perasaan sedih ini tetap saja membuat Pani meneteskan air matanya.

……

Di bandara.

Sesuai permintaan dari Sumi, Samoa dan Sumail yang mengantar Riki secara langsung.

Pada gerbang keberangkatan, dimata Riki muncul tatapan kesedihan yang sangat jelas, dia menatap Samoa dan Sumail, setelah itu memperlihatkan sebuah senyuman terpaksa “Kalian terlalu hati-hati. Aku kali ini ke kota Tong secara diam-diam, Rusdi juga bukan selalu memperhatikanku dan ibuku, dia tidak akan tahu kalau aku ada di kota Tong.”

“Sebelumnya kamu dan ibumu kembali ke kota Tong, Rusdi mungkin saja tidak tahu. Tetapi belum pasti lagi kalau kali ini. Intinya tidak ada salahnya kita waspada.” Samoa berkata.

“Baiklah.” Riki mengangkat alis, lalu menatap Samoa dan Sumail, setelah itu berkata “Beberapa hari ini, maaf merepotkan ya.”

Samoa tersenyum sambil menggeleng kepalanya.

Riki mengangguk dengan sopan kepada Samoa, setelah itu beranjak ke gerbang keberangkatan.

Sedangkan pada saat bayangan Riki sudah hilang di gerbang keberangkatan, serangkaian langkah kaki yang terburu-buru muncul dari belakang Samoa dan Sumail.

Samoa dan Sumail sedikit memejamkan mata dan menoleh ke belakang, di depan matanya ada sekumpulan pria yang mengenakan setelan hitam, saat ini mereka sedang beranjak menghampiri dengan wajah yang kejam dan ganas.

Samoa dan Sumail saling bertatapan, lalu menatap beberapa orang tersebut dengan tatapan tenang.

Beberapa orang tersebut mengepal tangannya dengan erat, mereka memperhatikan Samoa dan Sumail untuk beberapa detik, setelah itu saling mengganti isyarat mata, kemudian langsung menghilang di dalam pemandangan Samoa dan Sumail.

Setelah mereka menghilang di tempat.

Samoa sedikit memejamkan matanya dengan reaksi tegas, setelah itu mengeluh dengan nada sinis “Kelihatannya mereka adalah bawahan Rusdi, Geng Macan yang sering kita dengar. Ternyata benar-benar ada bayangannya !”

“Untung saja Riki sudah masuk ke dalam pesawat.” Sumail berkata dengan nada dingin.

Samoa mengerut bibirnya dengan erat, setelah itu melirik Sumail yang berada di sampingnya dan berkata dengan nada tegas “Bagaimana keadaan Sumi ?”

Sumail mengerut alis dan sedikit cemas “Dalam waktu dekat ini sepertinya tidak bisa kembali lagi.”

Samoa mengepal tangannya dan berkata dengan nada rendah “Masalah ini harus mengelabui ibumu dan adik iparmu dan juga Lira.”

“Aku mengerti.” Sumail menjawab dengan serius.

Samoa sedikit memejamkan mata dan mengeluh nafas “Ayo pulang.”

“Baik.”

……

Waktu berlalu dengan cepat, satu bulan telah berlalu, setengah dari bulan April juga telah berlalu.

Ditambah dengan penginapan selama satu minggu di rumah sakit, Pani hampir saja berbaring selama satu bulan lebih di atas kasur. Dengan adanya petunjuk profesional dan pengobatan dari dokter, beserta hasil perawatan dari Siera dan Mbok Yun, saat ini Pani sudah bisa turun dari kasur dan berjalan sendiri, setidaknya tidak perlu meminta bantuan Siera dan Mbok Yun untuk keperluan buang air atau mandi.

Dalam masa satu bulan tersebut, Sumi juga menepati janjinya, setiap harinya akan menelepon Pani atau mengirim pesan kepadanya, awalnya Pani masih merasa tidak senang karena Sumi yang meninggalkannya dalam keadaan saat itu.

Namun dikarenakan tindakan Sumi dalam satu bulan ini masih tergolong baik, sehingga Pani memutuskan untuk tidak merajuk kepadanya lagi.

Meskipun Pani sudah bisa turun dari kasur, namun masih belum sembuh secara total. Lagi pula waktu pergerakan di bawah kasur tidak boleh berlangsung dalam waktu yang lama, gunanya untuk menghindari keretakan kedua kalinya pada tulang yang baru sembuh. Oleh sebab itu, kawasan pergerakan Pani tetap berada di lantai dua.

Pada kamar di lantai dua, Pani setengah menyadar di atas sofa, di sampingnya adalah Lian yang sedang duduk di dalam kereta bayi.

Pani menatap wajah kecil Lian yang mulai berisi, tanpa disadari dia mulai mengingat dengan Si Ndut, setelah itu langsung tertawa keceplosan.

Lian mengangkat wajah kecilnya, kedua matanya yang bulat dan hitam sedang memperhatikan Pani, seolah-olah merasa penasaran dengan tindakannya.

Pani menusuk wajah kecil Lian dan tertawa “Lian, kalau kamu gendut lagi, benar-benar sudah bisa bertarung dengan Si Ndut.”

Lian menatap Pani dengan tatapan bingung, jarinya yang gendut sedang menangkap jari tangan Pani, kemudian memasukkan ke dalam mulutnya sendiri.

“Sayang.” Pani sangat tidak berdaya “Ini tangannya ibu, bukan makanan kamu, rakus sekali.”

“Makanan ada di sini.”

Pani baru saja menarik jari sendiri dari mulut Lian, budak kecil yang emosi sudah langsung memukul kereta bayi untuk protes, saat ini Mbok Yun langsung menghampiri dengan membawa botol susu dan buah-buahan.

Pani juga ikut tersenyum ketika melihat senyuman di wajah Mbok Yun “Mbok, Snow waktu dekat ini sedang sibuk apa ? Kenapa tidak melihat dia ke sini ?”

Tangan Mbok Yun kaku sejenak, setelah itu meletakkan botol susu pada tangan kecil Lian, kemudian duduk di atas sofa dan memberikan piring yang berisi buah-buahan kepada Pani.

Pani mengambil satu potong buah dan menyuap ke dalam mulut sendiri, kemudian menatap Mbok Yun dengan tatapan jernih.

“Sepertinya kampusnya sedang sibuk pameran kesenian, aku juga tidak terlalu mengerti.” Mbok Yun berkata “Bagus juga kalau dia tidak mau ke sini, kamu masih sedang sakit, aku malahan takut kalau dia akan cerewet di sini dan mengganggumu.”

“Mana mungkin ? Dia tiba-tiba tidak datang ke sini, aku malahan sangat tidak terbiasa.” Pani tersenyum.

Mbok Yun mengerut bibir dan menatap wajah Pani, setelah itu menyimpan tatapannya dengan cepat, namun tidak berkata apapun.

Pani melirik Mbok Yun secara diam-diam, gerakan tangannya yang sedang menyuap buah juga menjadi pelan.

……

Pada jam sepuluh malam, budak kecil ini sepertinya kelamaan tidur di pagi hari, sehingga tetap saja ribut di waktu saat ini, kedua matanya melotot bulat dan tidak ingin tidur.

Siera langsung memeluknya dan berkeliaran di antara kamar dirinya dan kamar Pani untuk menghiburnya.

Namun budak kecil tersebut malahan semakin semangat, dia terus menatap Siera dan tertawa gembira.

Siera tetap saja tidak berdaya dengan budak kecil tersebut, sehingga hanya bisa memeluk Lian dan duduk di atas sofa, setelah itu mengambil mainan dan main bersamanya.

Sedangkan panggilan telepon dari Sumi juga tiba pada waktunya.

Pani tersenyum dan sambil mengangkat teleponnya.

“Kangen padaku ?”

Baru saja mengangkat telepon, sudah langsung terdengar suara pria yang rendah.

Wajah Pani menjadi hangat, dia melirik Siera yang duduk di atas kasur dengan wajah memerah, setelah itu berkata dengan nada ringan “Kamu hanya bisa membuka topik dengan kalimat ini ya ? Setiap kali menelepon selalu mengatakan hal ini.”

“Siapa suruh aku sudah tidak sabar dengan jawabannya ?” Sumi menjawab dengan nada lembut.

Bibir Pani menarik sebuah senyuman “Mau tahu ya ?”

“Iya.”

“Kalau mau tahu ya cepat pulang. Tunggu kamu sudah berdiri hadapanku, aku baru menjawabmu.” Pani menjawab dengan nada ringan.

“Tetapi aku sekarang sudah mau tahu.” Suara Sumi tetap saja sangat lembut.

Pani sudah mulai malu, dia menutup kelopak matanya dan mencibir bibir, setelah itu mulai berkata dengan nada sinis “Kamu mau tahu, aku mesti langsung memberitahumu ya ? Jangan berharap !”

“Aku kangen denganmu, sangat sangat kangen.” Sumi menjawab dengan lembut dan pelan dan juga sangat menggodakan.

Sumi bahkan merasa seluruh aliran darah di tubuhnya sedang mengalir secara berlawanan, sementara hasil dari hal ini adalah wajahnya yang langsung memerah.

Pani menghela nafas dan mengerut bibirnya “Kalau kamu memang begitu …. Maka cepat selesaikan urusanmu dan pulang. Siapa juga bisa kalau hanya sekedar mengatakannya!”

Pani selesai berbicara.

Di sisi Sumi mengalami keheningan sejenak, setelah itu dia berkata lagi dengan nada rendah “Pani, maaf, sementara waktu ini masih belum bisa menyelesaikannya.”

Sudut bibir Pani yang sedang melengkung mulai terasa kejang “Iya, aku hanya sekedar bilang, kerja lebih penting.”

“Pani.”

“Kenapa ?”

“Tunggu aku !”

“…… Iya.”

Pada sisi sofa, Siera sedang memeluk Lian, dia sudah memperhatikan semua perubahan reaksi Pani sejak mengangkat telepon dan memutuskan sambungan telepon.

Kedua matanya muncul tatapan tertentu, Siera menyimpan tatapannya dan menjaga Lian yang berada di dalam pelukannya.

……

Setelah menidurkan Lian, Siera baru memeluk Lian kembali ke kamarnya dan Samoa, setelah itu meletakkan Lian ke atas kasur bayi dengan gerakan hati-hati.

Siera menatap Samoa yang sedang membaca buku di atas kasur, kemudian diam-diam duduk di sisinya dan tidak berbicara.

Samoa mengalihkan perhatiannya dari buku, setelah itu menatap ke arah Siera “Siera, kenapa ?”

“Tidak apa-apa.” Siera menjawab dengan nada dingin.

“……”

Setelah mendengar nada bicara Siera, Samoa buru-buru meletakkan buku di tangannya, setelah itu memindahkan tubuhnya ke sisi Siera dan memeluk pundaknya dari belakang, kemudian memperhatikan reaksi wajahnya dan berkata “…… Siera, aku hari ini, sepertinya tidak membuat kesalahan kan ?”

Siera mengerut alis dan melirik Samoa dengan tatapan datar, kemudian membuang tangan Samoa yang sedang memeluk pundaknya “Aku kasih tahu kamu, aku sudah sangat bersabar dengan kejadian ini !”

“…… Kejadian apa ?” Samoa mulai serius dan menanti jawaban Siera.

Siera melototnya dengan tatapan emosi “Satu bulan yang lalu Sumi ada perjalanan dinas, kenapa kamu tidak mau menghalanginya ? Kenapa kamu tidak mewakili dia ? Saat itu Pani masih sakit dan berbaring di atas kasur, Lian juga baru saja mengalami kasus penculikan, banyak sekali keadaan mendadak, Pani dan Lian sangat membutuhkan Sumi yang menemani di sisinya ! Tetapi kamu hebat sekali, kamu bahkan membiarkan Sumi berangkat dengan begitu saja, begitu ya caranya menjadi seorang ayah ?”

Samoa “…..” Dia dituduh lagi dengan begitu saja, masalah ini juga harus menyalahkan dirinya ya ?!

Siera semakin emosi apabila dipikirkan kembali, dia mengulur tangan dan mencubit kuat pada pundak Samoa.

Samoa mendesah kesakitan, kemudian menatap Siera dengan tatapan kasihan.

Siera berkata dengan nada geram “Aku kasih tahu kamu, sepuluh hari lagi adalah ulang tahunnya Pani yang ke dua puluh empat, sampai saat itu kalau Sumi masih tidak mau kembali, aku akan membuat dia menjadi anak yang tidak memiliki ibu ! Aku, aku sudah tidak mau mengakui dia lagi !”

“…..” Samoa menatap wajah Siera yang emosi meledak, dia tidak berani tertawa dan hanya bisa berkata dengan nada memanjakan “Lihatlah kamu sendiri, bahkan sudah sembarangan bicara karena terlalu emosi.”

“Sembarangan bicara? Aku kasih tahu kamu dengan serius ya, kata-kataku barusan semuanya serius. Seandainya pada saat itu Sumi masih tidak mau kembali, aku akan memutuskan hubungan kami ! Pani begitu pengertian dan baik hati, dia sudah menghargai keadaan Sumi, tetapi Sumi malahan mengabaikan perasaannya. Mana boleh begitu? Aku ibu kandungnya Sumi, tetapi aku bahkan merasa tidak tega ketika melihat Pani yang begitu menahan emosional sendiri, aku sangat emosi!” Siera mengerut alis dan berkata.

Novel Terkait

That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
4 tahun yang lalu
Mr Huo’s Sweetpie

Mr Huo’s Sweetpie

Ellya
Aristocratic
4 tahun yang lalu
Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cutie Mom

Cutie Mom

Alexia
CEO
5 tahun yang lalu
Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
3 tahun yang lalu