Hanya Kamu Hidupku - Bab 356 Kalian Para Pria Memang Tidak Bisa Mendengar Kenyataan

Rasa panas dan perih langsung menyerang mata Ellen.

“Key, biasanya kamu sangat pengertian dan penurut.” Ellen menurunkan nada bicaranya, berkata dengan suara yang tercekat.

“Aku tidak mau!”

Setelah Ellen selesai bicara pada Keyhan, airmata Keyhan mengalir lebih deras lagi, bibir kecilnya yang pucat mengkerut.

Ellen juga menangis dengan kuat, namun tangannya tetap menggenggam tangan kecilnya, “Key nurut ya. Kamu turun dari mobil dulu ya?”

“Aku tidak mau!”

Keyhan menangis dan meronta-ronta, emosinya meluap.

“Key……” Ellen sangat sedih melihatnya.

“Aku tidak mau! Kamu jangan usir aku!” Keyhan berkata sambil menangis.

Rasa perih dan sakit menyerang dadanya.

Menundukkan wajahnya, berusaha menahan diri, membuka mulut menarik nafas, pertama kalinya begitu kejam dan tegas pada Keyhan, “Keyhan Ersen, kenapa sekarang kamu begitu tidak menurut! Turun! Turun kamu sekarang juga!”

Ellen berkata sambil mendorongnya.

Melihat Keyhan yang begitu kecil menangis sambil meronta-ronta, hati Ellen bagaikan terakut belati tajam.

“Aku tidak mau…… aku tidak mau turun… jangan dorong aku, jangan dorong aku….”

“Pergi sana!”

Ellen membentaknya.

“Huhuhu…. Aku takut………”

Tangan kecil Keyhan mencengkram pintu mobil dengan kuat, menangis dengan kuat sambil memohon pada Ellen, “Aku takut kamu akan sama dengan ibuku, juga meninggalkanku….”

Ellen melepaskan tangan, menopang dahinya, “Turun, kubilang turun!”

“Huhuhu….” Keyhan tersentak menatap Ellen, dia sungguh tidak ingin turun.

“Key…….”

Ellen menurunkan tangannya, menatap Keyhan dengan tatapan yang penuh rasa perih, suaranya begitu serak, “Tino dan Nino masih membutuhkan kamu sebagai kakak mereka.”

Keyhan langsung menangis kencang.

Ellen menatap Keyhan tanpa berkedip, “Aku sungguh, sungguh menyukaimu. Dalam hatiku, kamu dan Tino Nino sama pentingnya. Aku mencintai kalian.”

Akhirnya Keyhan turun dari mobil sambil menangis.

Ketika Eric naik ke mobil dan melaju, Ellen terus menatap kaca spion.

Melihat Keyhan yang melihat kearahnya dan menangis tanpa tahu arah tujuan.

Sakit dalam hati Ellen, tidak akan bisa digambarkan dengan kata apapun.

……

Eric membawa Ellen naik jalan tol sesaat.

Lalu berhenti disebuah bengkel yang sudah ditinggalkan dipinggiran kota.

Ketika dibawa turun oleh Eric, mata Ellen penuh dengan urat merah, diam-diam dia mengamati lingkungan sekitar bengkel, lelu menundukkan wajahnya.

Berjalan masuk ke dalam bengkel, Eric langsung menarik Ellen menaiki tangga besi menuju lantai atas, lalu melemparkannya kedalam sebuah kamar yang kosong, menggunakan rantai mengikat kaki dan tangannya.

Lalu.

Eric sama sekali tidak beranjak, setelah berjalan keluar dari kamar, entah dari mana ia dapatkan dua buah kursi, satu kursi dia berikan pada Ellen, satu lagi ia letakkan di dekat dinding dan dia duduk disana.

Ellen menundukkan kepala melihat perutnya, lalu duduk dengan tenang diatas kursi.

Eric hanya menatapnya dengan dingin.

Mengeluarkan sebatang rokok dari kotaknya, lalu mulai merokok.

“Kamu membawaku ke tempat yang begitu terpencil, kamu ingin pakai cara seperti di pom bensin untuk meledakkanku lagi?” Ellen menundukkan kepala, berkata dengan lirih.

Eric menyipitkan mata, menghembuskan asap rokok di rongga mulutnya, lalu berkata, “Tidak, kali ini aku ingin pake cara yang lebih baru.”

Bulu mata Ellen yang lebat bergetar, perlahan mengangkat dan menatap Eric.

Wajah Eric terlihat begitu menakutkan, sebentar-sebentar melihat kearah Ellen, setelah menghisap rokoknya beberapa kai, berkata, “Jaman dulu ada satu cara menghukum yang sangat keji, entah kamu pernah mendengarnya atau tidak.”

Ellen mengetatkan rahangnya, “Kamu ingin menyiksaku dengan kejam, lalu membiarkanku mati begitu saja bukan?”

“Hm.” Eric mengangguk.

Ellen mengepal erat kedua tangannya, menatapnya.

Eric juga tidak tersenyum, meletakkan rokok di mulut, menatap Ellen den berkata seperti sedang berdiskusi, “Aku berencana mengiris daging di tubuhmu satu demi satu potong, sampai hanya tersisa tulang belulang, bagaimana?”

“Aku mengiris daging ditubuhmu satu potong demi satu potong, bagaimana menurutmu?” Ellen berkata dengan dingin.

“Heh.” Eric mengangkat alis, tertawa dengan sinis, “Intinya aku merasa membiarkanmu mati semudah itu, sungguh terlalu murah hati padamu. Bahkan sama sekali tidak sebanding dengan derita yang Rosa alami karena kamu.”

“Terbalik kali! Aku sama sekali tidak pernah melakukan hal apapun pada Rosa! Lebih tidak pernah menyakitinya. Malahan kamu, demi membelanya, sekali demi sekali menyelakaiku! Dia merasa sedih juga bukan aku penyebabnya. Kamu sekarang menghitung semuanya padaku, bukankah itu menambah-nambahkan saja?” Ellen berkata.

“Mulutmu tajam juga ya! Entah setelah memotong lidahmu dan mencabut semua gigimu, apakah kamu masih akan setajam ini?!” Eric mengkerutkan alis, tiba-tiba membuang punting rokok dilantai, lalu menginjaknya dengan sepatu kulitnya.

Sepanjang gerakan ini, matanya menatap lurus kearah Ellen dengan tajam, seolah yang dia injak bukan punting rokok, melainkan Ellen!

Ellen melihat ini langsung mengetatkan bibirnya, tidak lagi bicara.

Setelah Eric menatap Ellen beberapa detik, bangkit dari kursi, satu langkah demi satu langkah mendekat kearah Ellen dengan menakutkan.

Mata Ellen mengerjap, tubuhnya bersandar tanpa sadar, menatapnya dengan waspada, ”Apa yang ingin kau lakukan?”

Eric berhenti meninggalkan jarak dua langkah dari Ellen, ada senyum bak iblis disudut matanya, menatap Ellen dari atas ke bawah, “Aku sedang berpikir akutan pertaman harus dimulai dari sini, dari sini, atau dari sini….”

Eric menunjuk lengan, perut dan paha Ellen secara etrpisah……..

Bulu kuduk Ellen seketika naik, nafasnya menjadi begitu cepat, membelalakkan mata menatap Eric.

Eric melihat wajah Ellen yang mulai memucat, senyumnya mengembang, “Nona Ellen kenapa? Belum mulai sudah takut?”

“Kalau yang duduk disini adalah Rosa, menurutmu dia akan takut tidak?” Ellen menatap Eric.

Ekspresi Eric langsung berubah, namun senyum diwajahnya segera meredup, tatapannya dingin menatap Ellen.

“Aku tentu akan takut, namun juga tahu kalau takut tidak berguna, aku takut, kamu juga tidak akan bermurah hati padaku karena itu!” Ellen berkata, “Hanya saja, apakah kamu yakin kematianku bisa menjamin Rosa untuk menikah dengan William dan masuk ke Keluarga Dilsen dengan lancar?”

Tatapan mata Eric yang menatap Ellen terlihat semakin dingin.

“Meskipun mundur puluhan ribu langkah. Kalau pun setelah kematianku Rosa bisa masuk kedalam Keluarga Dilsen sesuai kemauannya, menurutmu apakah dia akan mendapatkan kebahagiaan?” lalu Ellen berkata.

Mata Eric berkilau, “Risa cantik dan serba bisa, berpendidikan dan tahu tata karma. Aku percaya asalkan memberikannya waktu, William pasti akan mencintainya.”

“30 tahun masih tidak cukup panjang? 30 tahun saja paman ketiga tidak jatuh cinta padanya, menurutmu 30 tahun berikutnya, mungkinkah membuat paman ketiga mencintainya?”

Setelah dia mati, William akan mencintai wanita lain atau tidak, dia tidak bisa mengatakannya dengan yakin.

Karena beberapa tahun kedepan, hal yang akan terjadi sekian puluh tahun kedepan, siapa yang bisa menebaknya!

namun sekarang dia bisa mengatakan dengan yakin, mungkin William akan mencintai orang lain, namun orang itu tidak mungkin Rosa!

dan untuk masuk ke Keluarga Dilsen, itu merupakan hal yang mustahil untuk Rosa!

Ellen menyipitkan mata, “menurutku, cinta sejati adalah melindungi orang yang disintai disisi sendiri baru bisa merasa tenang, bukannya menyerahkannya pada orang lain!”

“Kamu tahu apa…….”

“Bagaimana kondisimu dengan Rosa aku tidak akan mengerti! Yang aku katakan adalah cara pandangku!”

Ellen sedikit terhenti, lalu berkata dengan nada yang mentertawakan dirinya sendiri, “Empat tahun yang lalu satu kali, empat tahun kemudian satu kali lagi, bahkan selalu saat……” disaat dia hamil……….

Jadi, sejarah memang selalu memiliki kenyataan yang mengejutkan!

Ellen mengangkat wajahnya menatap Eric, “Kamu sudah dua kali ingin membunuhku, kelihatannya Rosa sering menceritakan kepedihannya diihadapanmu! Kalau tidak, kamu tidak akan berusaha membunuhku satu kali demi satu kali!”

Eric mengetatkan bibirnya.

Ellen menundukkan wajahnya, “Cintamu pada Rosa sudah berakar bahkan sampai begitu dalam. Deminya apapun bisa kamu lakukan, bahkan tidak mengharapkan imbalan. Seharusnya ini bisa membuat orang tersentuh dan tergugah.

Namun aku sama sekali tidak merasakan kedua hal itu. Aku hanya merasa kamu sangat kasihan, sama sekali tidak tahu apa yang sedang kamu lakukan!”

Tidak tahu apa yang sedang dilakukan?

Wajah Eric langsung menjadi dingin, mengulurkan tangan menarik kerah baju Ellen, “Kamu cari mati!”

Ellen menarik nafas, kedua matanya menatap Eric dengan begitu jernih dan dingin, “”Kamu menangkapku kesini bukankah untuk membunuhku? Toh sama-sama akan mati, untuk apa aku menahan-nahan? Lebih baik kukatakan apa yang ingin kukatakan, lega!”

Amarah Eric memuncak, melepaskan kerah Ellen lalu mencekik lehernya, “Awalnya aku tidak ingin membiarkanmu mati secepat ini, kelihatannya kamu harus berterimakasih pada mulutmu yang tajam, karena mulutmu ini membuatku berubah pikiran secepat ini!”

Nafas Ellen terhembat, wajahnya sampai memerah, namun matanya malah menatap Eric dengan tegas, “Kamu tidak ingin tahu, bagaimana perasaan Rosa terhadap penggemarnya yang tulus dan bersedia melakukan hal apapun deminya?”

Eric tidak menambah tenaganya di leher Ellen yang kecil dan halus, namun tidak melepaskannya juga, kedua matanya malah merah karena amarah.

Ellen membuka mulutnya menarik nafas, berkata, “Seharusnya Rosa akan sangat senang! Asalkan menemukan hal yang membuatnya tidak senang, bertemu orang yang membuatnya kesal, asalkan dia menangis dihadapanmu, meneteskan beberapa tetes airmata kesedihan, kamu akan merasa sangat tidak tega, lalu menyingkirkan semua hal yang mengganggu untuknya dengan sukarela! Ada alat yang begitu bagus dihadapannya, bukankah sayang kalau tidak dimanfaatkan? Jangankan Rosa, kalau itu aku, aku juga akan sangat senang!”

“Dia sama sekali tidak pernah memintaku melakukan apapun untuknya!”

“Itulah kehebatan seorang Rosa……”

Begitu Ellen berkata sambil disini, malah terhenti dan menatap Eric, “Namun kamu benar-benar tidak pintar! Bisa-bisanya dikendalikan oleh Rosa!”

“Kubunuh kau!” Eric mengencangkan cekikannya, rahangnya sampai mengetat.

“Kalian para pria memang tidak bisa mendengar kenyataan ya?” Ellen menghela nafas, tersenyum dengan dingin, “Kalau Rosa mengatakan padamu, mungkinkah kamu akan melakukan ini semua dengan begitu setia, lalu membantunya menyingkirkan semua penghalang? Sepolos apapun pria itu, dia juga pasti tahu kalau kamu sedang diperalat! Bagaimana Rosa bisa membiarkanmu merasa kalau kamu sedang diperdaya? Bagaimana pun, baginya kamu hanyalah sebuah pion!”

Eric segera membela, “Rosa sangat baik hati, sama sekali tidak pernah punya niat untuk melukai orang……”

“Ha……….”

Karena nafas Ellen tidak lancar, ada bulir airmata yang muncul disudut matanya, tersenyum pada Eric dengan sinis, “Kalau dia benar-benar baik hati, dia tidak akan menangis dan mengeluh berjilid dihadapan pria yang begitu dalam mencintainya, dia merupakan orang yang terus berusaha masuk Keluarga Dilsen, tidak perduli alasan apapun, dia seharusnya menjaga jarak denganmu….”

Berkata sampai disini, Ellen perlahan memicingkan matanya dan berkata dengan dingin, “Orang yang melihat dari samping jauh lebih jelas daripada orang yang menjalaninya. Rosa orang yang seperti apa, cukup aku saja yang tahu!”

Tiba-tiba Eric tercengang.

Dan hanya dalam waktu yang begitu singkat, terdengar suara derap langkah yang begitu berat dari luar kamar.

Kali ini, bukan hanya Eric, bahkan Ellen juga sempat tersentak.

Cepat sekali……….

Novel Terkait

Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
3 tahun yang lalu
Marriage Journey

Marriage Journey

Hyon Song
Percintaan
3 tahun yang lalu
Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
3 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
3 tahun yang lalu
Dipungut Oleh CEO Arogan

Dipungut Oleh CEO Arogan

Bella
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
4 tahun yang lalu