Hanya Kamu Hidupku - Bab 630 Cara Pria Tua Mengungkapkan Kasih Sayang

Sumi berdiri tegak di samping ranjang rumah sakit, dalam matanya hanya terlihat Pani seorang.

Linsan memegang gelas air dengan kaku dan menatap pria yang memancarkan aura dingin di seluruh tubuhnya, suaranya agak bergetar "Pani masih belum bangun, aku ingin menunggunya…...."

Hal-hal selalu begitu kebetulan, sebelum Linsan selesai berkata, dia melihat Pani yang tadinya koma, perlahan-lahan membuka matanya dan bangun.

Linsan membuka mulutnya dan menatap Pani dengan kaget.

“Pani.”

Sumi segera duduk di tepi ranjang dan memegang tangan Pani dengan erat.

Pani membuka matanya, tetapi kesadarannya masih kacau, sepasang matanya terlihat bingung.

“Pani.” Tangan Sumi yang menggenggam tangan Pani sedikit gemetar, dia menatap Pani dengan gugup.

"Uhhh……"

Rasa sakit di pinggang tiba-tiba mengenai ujung saraf, Pani mengerang kesakitan dan kesadarannya perlahan-lahan kembali.

Sumi melihat kegelisahan dalam pandangannya, hatinya terasa sakit, dia memegang tangan Pani dan tidak berhenti menciumnya “Tidak apa-apa lagi....”

“Sakit sekali.”

Pani berkata dengan suara serak.

“Sakit di bagian mana?” Sumi membungkukkan tubuhnya, segera memeriksakan semua bagian tubuh Pani.

Tiba-tiba tatapannya tertuju pada pinggang Pani, seluruh punggung Sumi bergetar dan matanya segera memerah.

Bagian mana sakit?

Emangnya bagian mana lagi?

Dia terluka di sekujur tubuhnya, pasti sakit semuanya!

Wajah Sumi yang tampan perlahan-lahan ditutupi lapisan kekejaman.

Sepertinya dia belum cukup kejam terhadap orang-orang itu!

Dia seharusnya membunuh mereka semua!

Linsan memandang Sumi dari kejauhan, haus darah dan kekejaman di wajahnya membuatnya terkejut.

Ini sama sekali bukan Sumi yang dia kenal!

"Aku akan pergi memanggil dokter."

Sumi mengepalkan tangannya, suaranya sangat serak dan dia bahkan tidak berani melihat wajah Pani.

Sumi takut begitu melihatnya, dia akan menghancurkan orang-orang itu tanpa mempedulikan hal lainnya!

"Paman Nulu."

Begitu Sumi mencondongkan tubuhnya ke depan, jari-jarinya langsung dipegang oleh telapak tangan yang lembut.

Sosok Sumi terlihat kaku, tidak ada sedikitpun ekspresi di wajahnya "Aku akan segera…...."

"Jangan pergi. Tetaplah bersamaku di sini."

Pani menatap wajah Sumi yang dingin, ketakutan di matanya menghilang, hanya terasa tenang.

Tubuh Sumi semakin menegang, lumayan lama kemudian, dia menggerakkan jakunnya dan mengeluarkan suara yang dalam "Oke."

Setelah Sumi berkata, bangsal menjadi sunyi.

Pani berbaring di ranjang, menatap Sumi yang selalu menundukkan mata, tidak menatapnya, ada desahan melintasi hatinya.

Linsan berdiri di tempat, memandang Pani dan Sumi, dia dapat merasakan bahwa dirinya sangat berlebihan kalau tetap tinggal di sini, tapi dia tidak ingin pergi.

"Apakah kamu merasa lapar?"

"Mengapa kamu tidak ingin menatapku?"

Sumi dan Pani berkata dalam waktu bersamaan.

Begitu kara-kata diucapkan.

Keduanya tercengang.

Sumi memegang erat tangan Pani, dengan rasa sakit yang dalam di wajahnya.

Mungkin karena cedera di sudut matanya, begitu membuka matanya, Pani merasakan kelopak matanya sangat berat, tetapi dia bersikeras tidak memejamkan matanya dan menatap fokus pada Sumi "Adakah cermin?"

Cermin?

Sumi menatapnya dan segera menundukkan kelopak matanya lagi "Untuk apa mencari cermin?"

“Aku ingin melihat seberapa jelek diriku saat ini, membuatmu bahkan tidak ingin menatapku.” Pani berkata.

Hati Sumi bergetar, dia mengertakkan gigi dan berkata "Jangan omong kosong."

“Munafik! Saat ini wajahku seharusnya sudah bengkak seperti kepala babi, sangat normal kalau kamu tidak ingin melihatku, tidak perlu berbohong padaku. Lagipula, aku juga tidak akan menyalahkanmu, siapa suruh aku benar-benar jelek.”

Setelah mengatakan kata-kata ini, Pani hanya merasa tenggorokannya sangat sakit, sangat tidak nyaman. Tapi dia hanya mengerutkan keningnya.

Ini adalah pertama kalinya, Sumi terdiam di depan Pani.

Setelah Pani selesai berkata, Sumi menundukkan kepalanya, kedua bibir tertutup rapat, sangat dingin dan tidak dapat mengatakan apapun.

Pani menatapnya lumayan lama dan melihatnya tidak berkata, sudut bibirnya terangkat senyuman pahit dan menatap ke arah Linsan.

Merasakan pandangan Pani, Linsan segera mengalihkan pandangannya dari Sumi, menatap Pani dan berkata dengan penuh perhatian “Pani, kamu baru saja bangun, apakah kamu mau meminum air?”

Pani menatap wajah Linsan “Oke.”

Linsan mengambil gelas dan berjalan mendekatinya.

Tanpa terduga, tidak menunggunya mendekat, Sumi tiba-tiba berdiri dari ranjang “Kamu ingin minum air, aku akan menuangkannya untukmu.”

Selesai berkata, Sumi menatap Linsan dengan tatapan dingin “Sudah malam, pulanglah!”

Linsan “…….”

Sumi tidak memandang Sumi lagi, dia pergi menuangkan air, mengambil pipet dan berjalan kembali, duduk di tepi ranjang dan memasukkan pipet ke dalam mulut Pani.

Tidak tahu sakit di bagian tenggorokan atau leher, gerakan Pani meminum air sangat lambat.

Dan Sumi sepertinya memutuskan untuk tidak melihat wajah Pani, disaat Pani meminum air, dia hanya menatap mulutnya dengan sangat serius.

Pani meminum setengah gelas air.

Setelah Sumi meletakkan gelas di meja samping ranjang, Pani memandangnya dan berkata dengan lembut “Kamu mengantar Linsan kembali.”

Sumi tertegun, akhirnya pandangannya tertuju pada wajah Pani, tatapannya gugup dan tidak berani percaya.

Pandangan Pani sangat jernih “Bukannya kamu bilang sudah malam? Linsan sendirian seorang wanita sangat bahaya, kamu mengantarnya.”

Wajah Sumi sangat tegang, dia menatap mata Pani dan berkata dengan nada rendah “Sekarang belum jam 10, dia bisa kembali sendiri, kita tidak perlu mengkhawatirkannya!”

Tidak perlu khawatir?

Betapa kejamnya!

Linsan mengepal erat tangannya, keseganan timbul di wajahnya.

Mendengar jawaban Sumi, Pani tidak berkata dan juga tidak melihat Linsan lagi, hanya diam-diam menatap Sumi.

Nafas Sumi agak keberatan “Lapar? Aku meminta seseorang mengantarkan makanan.”

“Lapar.” Pani berkata.

Sumi mengangguk dan mengeluarkan ponsel menelepon.

“……. Pani, aku merasa lega melihatmu sadar kembali, aku akan kembali dulu.” Linsan berkata.

Tidak ada ekspresi aneh di wajah Pani, dia menatap Linsan dengan tatapan tenang.

Linsan meletakkan gelas di tangannya, lalu mengambil tas dan pergi.

Linsan baru saja keluar dari bangsal, Sumi juga selesai bertelepon.

Pani mengalihkan pandangannya dan saling bertatapan dengan Sumi.

Sumi memegang tangannya “Kalau terasa sakit, aku akan meminta dokter meresepkan beberapa obat anti nyeri.”

“Kalau kamu ingin mengantar Linsan, tidak perlu mempedulikanku…..”

Sebelum Pani selesai berkata, mulutnya telah ditutup oleh Pani.

Pani membuka lebar matanya, menatap wajah tampan yang tiba-tiba membesar di depannya.

Sumi menatap Pani dengan tatapan dalam, matanya penuh dengan kelembutan dan kasih sayang.

Bibir Sumi bergerak lembut di atas bibirnya, dengan penuh hati-hati.

Hati Pani tersentuh, telinganya langsung memerah.

Ada luka di sudut bibir Pani, Sumi tidak memperdalam dan tidak meneruskannya.

Setelah Sumi meninggalkan bibirnya.

Wajah Pani memerah dan masih ada luka, jadi terus terang, benar-benar tidak tahu bagaimana menilai wajah Pani saat ini.

Kalau ada cermin di tangan Pani dan melihat penampilannya saat ini, dia pasti akan salut terhadap Sumi, yang masih berani menciumnya.

“Pani, aku tidak akan melepaskan siapapun dengan mudah!” Sumi berkata dengan kejam.

Kelopak mata Pani berkedip, dia segera mengangkat kepala menatap Sumi.

Sumi menundukkan dahi padanya, nafasnya sangat tertekan.

Pani menggerakkan bibirnya, dia dapat merasakan Sumi sedang berusaha mengendalikan kekejamannya.

“Aku ingin membunuh mereka satu per satu!” Sumi berkata dengan kejam.

Pani terkejut, dia memandang wajah Sumi dan tidak dapat mengatakan apapun.

“Aku juga ingin membunuh diriku sendiri!” Sumi berkata dengan serak.

Mata Pani memerah, dia menggerakkan bibirnya berkata “Mengapa? Bukan dirimu yang memukulku.”

“Tapi aku tidak melindungimu dengan baik!” Ketika mengatakan kata ini, matanya terlihat merah dan mengerikan.

Pani hanya merasa tenggorokannya semakin sakit, dia mengerutkan kening memandang Sumi, seluruh tubuhnya terasa lelah dan lemah.

Sumi mengetahuinya, dia mencium di dahi Pani dan berkata: “Sudahlah, jangan berkata lagi. Memejamkan matamu dan istirahatlah sebentar, setelah makanan diantar, aku akan membangunkanmu.”

Pani benar-benar sangat tidak nyaman, seluruh tubuhnya terasa sakit dan sangat tidak berdaya.

Mendengar Sumi mengatakan seperti seperti ini, Pani tidak memaksa, dia memejamkan matanya.

Sumi duduk di tepi ranjang, tangannya selalu menggenggam tangan Pani dan menjaga di sekitarnya.

…..……

Kenyataan membuktikan, Pani sama sekali tidak dapat memakan apapun saat ini.

Setelah makanan diantar, dia memaksa diri memakan sedikit bubur.

Melihat Pani seperti ini, wajah Sumi semakin suram, alisnya berkerut dan bibirnya juga tertutup rapat, berdiri tertegun di sana tanpa mengatakan apapun.

Pani memandang Sumi dengan tidak berdaya.

Awalnya Pani berpikir, setelah membaik dan menjadi semangat, baru menghibur Sumi. Tapi sekarang kelihatannya tidak perlu lagi.

Pani berkata “Kamu sudah makan?”

Sumi tidak menjawab.

Pani menatapnya, dia merasa Sumi pada saat ini sangat mirip anak kecil “Makanlah sedikit, kalau tidak kamu tidak bertenaga menemaniku dan merawatku.”

Sumi memandangnya, tetap tidak berkata.

Pani merasa tertekan dan lucu.

Apakah cara pria tua mengungkapkan rasa bersalah dan tertekan, semuanya begitu aneh?

Begitu tersenyum, Pani merasa seluruh tubuhnya semakin sakit, dia menarik nafas dalam-dalam.

Sumi mengerutkan kening dan memandang Pani dengan penuh khawatir dan berkata dengan nada suram “Aku pergi meminta dokter meresepkan obat anti nyeri.”

Pani menarik tangannya dan berkata dengan nada serak tapi lembut “Jangan pergi.”

Sifat Pani keras kepala, dia jarang begitu lengket padanya.

Kalau di saat baik-baik, Pani begitu lengket padanya, Sumi pasti akan tersenyum di dalam mimpi.

Tapi saat ini, Sumi hanya merasa tertekan.

Novel Terkait

My Cute Wife

My Cute Wife

Dessy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milea Anastasia
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Dan Rahasia

Cinta Dan Rahasia

Jesslyn
Kesayangan
5 tahun yang lalu
Menunggumu Kembali

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
4 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Aku bukan menantu sampah

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
3 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
3 tahun yang lalu