Hanya Kamu Hidupku - Bab 169 Aku Benar Menyukai Paman Ketiga

Tetapi saat itu juga, Ellen membuka matanya lagi, gerakan di sudut bibir William yang terlihat oleh Ellen.

Sudut bibir William yang bergetar, sebelum Ellen bereaksi, menundukkan kepala dan langsung membungkam bibirnya.

Kelopak mata Ellen yang menyempit, dan terus memicingkan mata, memandang wajah tampan yang sangat dekat dengannya.

Jantungnya yang memalukan dan berdetak keras, berdetak lebih keras lagi.

Dalam sentuhan bibir lembut Ellen, William yang melihat Ellen sejak awal sampai akhir terus membuka mata yang polos tak berdosa itu memandangnya terus menerus, dalam hati menghela nafas, dengan perlahan melepaskan bibirnya, naik ke atas, dengan lembut menyentuh keningnya, dengan nada suara serak berkata, "Pintar, tutup mata tidurlah. "

"Paman ketiga, kamu harus banyak tertawa. "

Ellen dengan wajah memerah berkata, lalu memejamkan matanya, malu dan memasukkan wajahnya dalam dada William.

William berpikir, membiarkan wanita kecil itu terus masuk ke dalam pelukannya, alis kanannya terangkat ke atas.

Keesokkan harinya, ketika Ellen bangun, orang itu telah pergi.

Dia juga tidak tahu kapan dirinya di masukkan ke dalam ranjang, di balut erat dengan selimut.

Ellen menatap lurus dinding di atasnya, tiba-tiba secercah kehilangan dalam hatinya terus berputar, terus melambai dan tidak hilang.

Berbaring di atas ranjang sebentar, Ellen pun bangun, pergi ke kamar mandi membersihkan tubuh, keluar, berjalan ke depan lemari, membuka, dari dalam lemari memilih sebuah baju rajut tipis dengan warna kuning berkera tinggi dan berlengan panjang dan sebuah jeans panjang bertali, lalu keluar dari kamar tidur, berniat pergi melihat Louis sudah lebih membaik belum.

Tidak disangka, dia belum sampai ke depan kamar Louis, terdengar suara kaki dari belakang.

Ellen terdiam, lalu berbalik melihat ke arah tangga.

Ketika melihat orang yang naik ke atas, wajah Ellen mengecil.

"Kenapa? Melihatku sangat terkejut? "

Vania sambil naik ke atas sambil menggunakan sudut matanya melihat Ellen sekilas.

Ellen mencibirkan bibir, tetapi melihatnya dan tidak berbicara.

Vania sampai di atas, di puncak tangga memandang Ellen sebentar, baru berjalan ke arah Ellen.

Ellen yang menundukkan matanya, baru memandangnya.

Vania berhenti di depan Ellen, berjalan dengan Ellen tidak sampai dua langkah.

Vania yang merangkulkan lengan di depan dadanya, tatapannya seperti ada tiada menyapu sekilas bagian pusarnya, sudut bibirnya yang dingin dan terangkat, mengangkat matanya memandang Ellen, "aku pindah kembali. "

Alis Ellen yang bergerak, terhadap hal ini tidak bisa berkata-kata.

Ini adalah rumahnya, dia ingin pergi dan pulang adalah kebebasannya.

"Ellen, sekarang kamu pasti sangat puas? " Vania berkata, menjulurkan tangan dan mendorong bahu Ellen.

Ellen mengerutkan kening, tidak sungkan, langsung menghembaskan tangan Vania, dengan wajah dingin melihatnya.

"Oh, kamu terbuat dari emas atau perak, sentuh pun tak boleh? " Vania menggertakkan gigi tertawa mengejek.

Ellen menggigit bibirnya, memandang Vania beberapa detik, tidak berkata sama sekali, lalu ingin pergi dari sisinya.

"Berhenti! " tiba-tiba Vania berkata.

Ellen memejamkan mata, berhenti, berbalik dan memandangnya, matanya yang tidak sabar lagi, "Vania, aku tidak pernah mencari masalah denganmu, dan mohon padamu jangan mencari masalah denganku. Kamu tidak senang denganku, aku juga sama tidak suka denganmu, kalau memang kita sama-sama tidak ingin berjumpa, aku harap kita tidak saling mencari masalah. "

"Bisa-bisanya kamu membersihkan diri dari semuanya! Kamu tidak mencari masalah denganku? Sangat lucu! Ellen, semenjak kamu masuk ke Keluarga Dilsen, setiap hal yang kamu lakukan adalah mencari masalah denganku! Karena kedatanganmu, aku Vania Dilsen tidak ada satu hari bisa hidup dengan tenang! Ellen, kamu adalah lawanku, hanya ada dirimu, aku selamanya tidak akan bahagia! " Vania mencemberutkan wajah, melihat Ellen dan menggertakkan gigi, dengan tatapan benci kepada Ellen, yang tidak mengetahuinya mengira Ellen telah melakukan kejahatan terbesar terhadapnya!

"Kamu tidak bahagia bukan karena aku, karena kamu sendiri. " Ellen berkata tenang.

Ellen tidak pernah berpikir akan berkelahi dengan Vania, juga tidak ingin setiap kali bertemu dengannya seperti bertemu musuh.

Tetapi perkelahian di dunia ini, bukan karena kamu mundur dan sabar dan akan tenang.

Sebaliknya, karena kamu terus mengalah, hanya membuat lawan terus memakanmu, mengira kamu mudah di ejek, terlalu lemah!

Terhadap hal ini, Ellen sangat mengetahuinya.

Vania melihat wajah Ellen yang tenang, kesal dan langsung menggertakkan gigi, "Ellen, kamu benar bermuka tebal! Sudah terjadi hal seperti ini, masih ada muka tinggal di Keluarga Dilsen kami, aku menggantikanmu merasa sangat malu! "

"Menggantikanku? " Ellen menatap Vania, "Kamu tidak perlu menggantikanku merasa malu, bagaimanapun kamu denganku, tidak baik sampai ke hubungan seperti itu. aku malu atau tidak tidak perlu merepotkanmu! "

"Ellen, kamu sekarang terlalu kelewatan, hanya karena mengandalkan dukungan Kakak ketiga dan Kakekku di belakangmu! Tetapi kamu jangan lupa, aku adalah adik kandung dari Kakakku, cucu kandung dari Kakekku, kalau kamu bermasalah denganku, Kakak ketiga dan Kakekku akan memilihku! Kamu tunggu saja! "

Vania yang wajahnya memerah dan berteriak dengan nada rendah, kesal menendang Ellen, lalu pergi ke kamar Louis.

Ellen yang ditendangnya sampai mundur dua langkah baru bisa berdiri tegak, kedua tangan langsung memegang perutnya, mengerutkan kening, ada sedikit emosi menatap arah kepergian Vania.

Dan Ellen saat itu, tidak memperhatikan perkataan Vania "Kalau kamu bermasalah denganku, Kakak ketiga dan Kakekku akan memilihku" ada maksud apa, mengira hanya karena emosi dan berkata demikian.

Karena Vania pergi ke kamar Louis, tentu saja Ellen tidak bisa memilih saat itu untuk melihat Louis.

Berdiri sebentar di lorong jalan, kemudian Ellen berjalan ke bawah.

Dan ketika Ellen turun ke bawah, baru memperhatikan Gerald yang duduk di sofa di ruang tamu.

Wajah Gerald yang terus dingin, duduk dengan tegap, dan memegang sebuah buku yang tidak tahu buku tentang apa.

Ellen melihatnya, kedua tangan menggenggam.

Tadi pertengkarannya dengan Vania di atas, tentu saja di dengar jelas oleh Gerald, tetapi dia tidak mengurus sedikit pun, diam dan melihat di samping.

Ellen diam-diam menghirup nafas, masih berkata kepada Gerald, "Kakek, selamat pagi. "

Gerald memegang buku, melihat Ellen sekilas pun tidak, apalagi menjawabnya.

Ujung jari dan kukunya yang saling ditekan, berdiri diam di tempat beberapa detik, baru menggerakkan tubuh, berjalan ke arah ruang utama.

Ellen yang melangkah ambang batas pintu ruang utama, melihat Hansen duduk di depan pintu, membelakanginya, pinggang yang berdiri tegap, juga tidak tahu sedang mengerjakan apa.

Ellen mengedipkan mata, melangkah ke anak tangga, melewati ruangan, berjalan ke arah Hansen yang duduk di ambang pintu.

Elen berjalan ke belakang Hansen, belum berbicara, lalu mendengar Hansen berbicara, "Ellen, sudah bangun. "

Ellen terdiam sejenak, "Ya. "

"Sarapan belum? " Hansen bertanya kepadanya.

"…Belum. " Ellen berkata.

Hansen berhenti sebentar, tiba-tiba kepalanya menoleh, lalu berteriak, "Sobri, panaskan sarapan untuk Nona Muda, cepat sedikit! "

Sobri Ujang adalah pengurus kediaman, juga supirnya Hansen.

Istrinya Sobri bernama Lina Dahlan juga bekerja di Keluarga Dilsen, yang bertugas mengurus makan tiga kali sehari semua orang.

"Baiklah. " tidak tahu Sobri suaranya darimana.

Ellen menggigit bibirnya, lalu menoleh melihat ke dalam ruangan, hanya melihat Sobri yang buru-buru berlari ke belakang ruangan.

"Ellen, kesini, temani Kakek buyut duduk disini sebentar. "

Hansen berkata.

Ellen mengembalikan pandangannya, melangkahi ambang pintu, duduk di samping Hansen, terbiasa mengulurkan tangan merangkul bahu Hansen, lalu meletakkan kepala di bahunya.

Hansen menoleh melihat Ellen, sudut bibirnya terangkat, "Kamu lihat. "

Hansen menunjuk ke sebuah pohon besar di jalan depan pintu.

Ellen melihat ke arahnya, sekilas langsung melihat sangkar burung di atas pohon besar itu, hanya melihat burung kecil yang memperlihatkan kepala kecilnya yang lembut, sesekali memanggil beberapa kali.

Tidak lama kemudian, seekor burung murai terbang dan berdiri di sisi sangkar burung, mulutnya yang membawa makanan dan memberikan kepada anak-anak burung itu.

Ellen melihat itu, satu tangan langsung diletakkan di atas perut, sudut bibirnya juga memperlihatkan senyuman yang hangat.

"Ellen, sejak kamu berumur 5 tahun, Paman ketigamu membawamu ke hadapanku, kamu dalam hatiku, adalah cicit kandungku sendiri. "

Hansen berkata pelan.

Kelopak Ellen yang bergetar, menoleh melihat Hansen.

Hansen terus menatap sangkar burung di atas pohon itu, "Sifat Paman ketigamu yang dingin, aku selalu khawatir dia tidak bisa menjagamu dengan baik, jadi menyuruh Darmi tinggal disana, membantu menjagamu. Tetapi aku tidak menyangka, Paman ketigamu bisa menjagamu dengan sangat perhatian, dan bisa mengajarimu menjadi pribadi yang sopan dan bermoral. Ini adalah hal yang tidak terkira oleh aku. aku pikir Paman ketigamu itu, hanya mengurus makanmu saja, membiarkanmu. "

Ellen menggigit bibirnya, "Kakek buyut, maafkan aku, aku membuatmu kecewa. "

"Anak bodoh, tidak mendengar Kakek buyut sedang memuji kah? " Hansen tersenyum menundukkan kepala melihat Ellen.

Ellen melihat Hansen, tiba-tiba menghirup nafas panjang, berkata, "Kakek buyut, aku dengan rela hati. "

"…" Hansen yang berpandangan dengan Ellen, lalu perlahan wajahnya cemberut.

Hati Ellen yang langsung berdetak keras, wajahnya memucat, tetapi dia tidak bersembunyi.

Dia tidak bisa membiarkan Paman ketiga, sendirian menanggung kesalahan ini.

"Kakek buyut, aku tahu masalah aku dan Paman ketigaku, sangat susah membuat orang mengerti dan menerima. Kamu merasa kami melawan moralitas, bahkan, bahkan menjijikan, aku mengerti semuanya. Tetapi Kakek buyut, aku benar mencintai Paman ketiga, Paman ketiga juga sangat mencintaiku, kami ingin bersama. Mohon Kakek buyut mengabulkan. " Ellen berkata, berdiri, lalu berlutut di depan Hansen.

Kedua tangan Hansen yang diletakkan di lutut di cubit erat, wajah yang karena menahan jadi membiru.

Pandangan kejam yang terus menatap mata Ellen yang penuh dengan air mata tetapi penuh ketaguhan dan tidak bersembunyi, dengan nada suara rendah dan serak, "Kamu tahu tidak kamu sendiri adalah seorang perempuan! "

Air mata Ellen yang menetes ke bawah terus menerus, tetapi punggungnya yang tetap berdiri tegap, terus menatap Hansen, suara yang gemetar dan serak, "Kakek buyut merasa aku tidak menghormati diri sendiri, tidak sayang pada diri sendiri, aku menerima semuanya. Tetapi karena Paman ketiga, jadi, pantas! Dan aku, tidak menyesal! "

"Kamu, kamu…" hati Hansen yang sedih melihat Ellen, sudut matanya yang menahan air mata, "Kamu sangat membuatku kecewa! "

Ellen menahan jari-jarinya, wajah yang pucat bagaikan kertas, "aku, aku tahu. aku, aku tidak bisa berkata apa-apa. "

"Pintar sekali tidak bisa berkata apa-apa! " Hansen marah dan langsung berdiri dari ambang pintu, tatapan yang penuh kekecewaan dan kesedihan, terus menatap Ellen yang terus berlutut di depannya, nada suaranya penuh dengan ancaman yang tidak pernah terdengar oleh Ellen, "Kata-kata ini, hari ini anggap tidak mendengarnya sama sekali. Kelak juga tidak boleh katakan lagi! "

Setelah berkata, wajah Hansen yang memucat dan berbalik badan, dengan langkah yang cepat pergi meninggalkannya.

Ellen yang berlutut di depan pintu, melihat bayangan Hansen yang dingin, giginya menggigit bibir bawahnya, sakit seperti disayat oleh sebuah pisau tajam yang besar.

Novel Terkait

Doctor Stranger

Doctor Stranger

Kevin Wong
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu
Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
4 tahun yang lalu
Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
4 tahun yang lalu
Revenge, I’m Coming!

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
3 tahun yang lalu
Thick Wallet

Thick Wallet

Tessa
Serangan Balik
4 tahun yang lalu