Hanya Kamu Hidupku - Bab 455 Dia Berkata, Apakah Aku Sangat Baik?

"Aku, aku tidak apa-apa" Pani menahan nafasnya sambil bersembunyi ke samping.

Sumi melihat Pani dari kepala sampai kaki, melihat wajah Pani yang memerah seperti pantat monyet dan bibirnya yang sedikit menggembang, Sumi memegang tangan Pani dan berjalan ke arah meja makan.

Pani merasa seolah-olah ada bola api yang menumbuh di tubuhnya, dia merasa tubuhnya memenas dan jantungnya berdetak dengan kencang, otaknya terasa seperti baru dituangkan semangkuk pasta, terasa seperti sedang keserupan.

"Duduk" Sumi menarik kursi keluar dan menyuruh Pani duduk di atasnya.

Tanpa berani melihat ke Sumi, Pani duduk di atas kursi dengan wajah merah.

Sumi duduk di kursi samping Pani dan menatapnya dengan tatapan jernih, "Pesan makan"

Pani mengira Sumi sedang berbicara dengannya, sehingga dia mengangkat kepalanya untuk melihat ke Sumi. Siapa tahu pada saat ini pelayan malah memberikan menu kepada Sumi dengan penuh hormat.

Pani pun menundukkan kepalanya lagi secara diam-diam.

Seolah-olah tangan Pani adalah mainannya, Sumi memegang tangannya sambil mencubitnya sesuka hati, "Suka makan apa?"

Sumi bertanya kepada Pani sambil membaca menu.

Pani juga tidak merugikan dirinya, sambil menundukkan kepalanya dia berkata, "Aku mau makan yang pedas"

Sudut bibir Sumi terangkat, dia memesan beberapa lauk pedas sebelum bersuara lagi, "Mau minum apa?"

"Jus lemon" Pani berkata.

Sumi tertawa, gadis ini benar-benar tidak akan merugikan dia sendiri.

Mendengar suara tertawa Sumi, Pani pun melirik kepadanya.

Tampilan Sumi terlihat lembut, hangat dan santai, waktu tidak pernah meninggalkan jejak di wajahnya tetapi aura dewasanya tidak pernah menghilang.

Sumi itu seperti seorang pemimpin yang membuat Pani tidak bisa menahan diri dan mengejarnya, setiap gerakan dia akan mempengaruhi Pani.

Seperti sekarang, Sumi hanya tertawa saja sudah bisa menarik tatapan Pani tertuju kepadanya.

Setelah memesan makanan, Sumi mengembalikan menu kepada pelayan sebelum menoleh kepada Pani.

Pani memandang kepada Sumi secara memaksa, karena dia menyadari sepertinya dirinya dari tadi menuruti Sumi. Hal ini membuat Pani yang memiliki kesadaran diri yang subjektif merasa agak tidak puas.

"Ha" Sumi tertawa dan berkata dengan alis terangkat, "Apakah kamu akan menatap setiap pria yang duduk di sampingmu dengan tatapan seperti itu?"

"..........." Pani mengigit bibirnya, "Kamu memegang tanganku"

Yang ingin Pani katakan adalah, dia menatap kepada Sumi karena pria ini masi memegang tangannya, Pani itu sedang mengingatkan Sumi untuk melepaskan tangannya.

Sumi menundukkan kepalanya dan melihat tangan Pani yang dia sedang pegang, kemudian dia berkata dengan serius, "Tanganmu sangat dingin, aku memegang tanganmu itu untuk memberikan sedikit kehangatan kepada kamu. Jangan tidak tahu diri!"

"Pei!"

Mata Pani membulat, siapa butuh kamu memberikan kehangatan?

"... Aku sudah tidak dingin, terima kasih atas kebaikan kamu" Pani menyipitkan matanya dan ingin menarik tangannya keluar.

"Kenapa tidak dingin? Wajahmu saja sudah mendingin sampa memerah"

Sambil berkata, Sumi pun melepaskan tangan Pani.

Kemudian, Sumi pun memegang pipi Pani dengan kedua tangannya.

Tubuh Pani tiba-tiba menegak, jantungnya terasa seolah-olah mau keluar dari mulutnya. Dia melirik kepada Sumi dengan mata membesar.

Sumi melihat kepada Pani dengan senyuman dan mengelus pipinya dengan kedua tangannya, "Aku sangat baik kan?"

".........." Telinga Pani sudah memerah sampai mau menetes darah. Apakah orang ini masih tahu apa itu malu? Baik? Baik kepala kamu!

"Kamu, kamu, kamu...." Pani merasa marah dan malu, ini adalah pertama kali di hidupnya Pani merasa gugup seperti ini, "Te, terima kasih, aku, aku, aku tidak dingin!"

Sumi mengerutkan alisnya dan memperhatikan pipi merah Pani, "Kamu yakin tidak dingin? Wajahmu sudah memerah sampai aku tidak sanggup melihatnya"

Pani mengertakan giginya dan mengulurkan tangan untuk mendorong tangan Sumi dengan malu dan marah.

Sumi menarik kembali tangannya dan menoleh ke arah depan. Satu tangannya mengetuk meja dengan lembut, penampilannya yang serius terlihat seperti seolah tadi yang menggoda perempuan tadi bukan dia.

Pani melihat Sumi dengan penuh pengawasan, setelah merasa sesak sesaat, melihat Sumi tidak melakukan tingkah laku yang 'mengejutkan' lagi. Pernapasan Pani baru menjadi normal kembali.

Sekarang Pani masih belum menyadari alasan mengapa dirinya masih tidak berpikir mau marah dan meninggalkan tempat meskipun pria ini sudah bersikap seperti ini.

Tetapi satu poin yang bisa dipastikan adalah, kalau seandainya yang duduk di sini adalah pria lain, Pani pasti sudah marah dari tadi!

.........................

Setelah makanan dihidangkan, Pani pun mengambil sumpit dan mulai makan setelah melihat Sumi mengambil sumpit.

Tentu saja, mau bagaimanapun Sumi adalah pamanya Ellen, jadi Pani tetap ada mengendalikan diri dan tidak melepaskan dirinya secara penuh. Cara makan dia tetap terlihat elegan.

Pani bukan orang yang sangat pemilih dalam hal memakan, tetapi dia adalah orang yang suka kepada segala jenis makanan pedas.

Menghadapi berbagai jenis lauk yang memenuhi meja, Pani hanya beralih kepada makanan pedas. Meskipun kepedasan sampai keringatan, Pani tetap tidak akan mengambil makanan non-pedas.

Sementara Sumi kebetulan terbalik dengan Pani, selera makannya lebih mengalih ke makanan yang ringan dan tidak pedas.

Jadi makan sampai akhir, makanan ringan dan pedas pun dipisahkan dengan jelas.

Makanan yang ringan kebanyakan berada di bagian Sumi sini, sementara makanan pedas semuanya berada di Pani saja, suasana terlihat damai.

Di sepanjang proses makan, Sumi tidak berkomentar apa pun, dia membiarkan Pani makan apa yang dia mau.

Pada saat Pani mau berhenti makan, Sumi pun memberikan semangkuk sup udon kepadanya.

Pani melirik ke sup tersebut sebelum melihat ke Sumi.

Pani mengembangkan bibirnya yang kepedasan, berpikir orang ini adalah pamannya Ellen, Pani pun memaksa dirinya untuk mencicipi sedikit sup udon.

Berpikir sampai sini, Pani pun mencicipi sedikit sup udon sebelum meletak kembali ke atas meja.

"Habisin"

Sumi mengawasi Pani dengan ekspresi yang serius.

Pani melamun sejenak dan melihat kepadanya.

Sumi menyipitkan matanya dan berkata dengan tegas, "Kamu makan begitu pedas, apakah lambungmu bisa tahan? Habisin supnya"

Pani menatap kepada Sumi dengan mata penuh keraguan sambil berpikir.

Sumi mengangkat alisnya, "Kenapa?"

"Apakah kamu sedang memerintah aku?" Pani bertanya sambil mengerutkan alisnya.

Sumi melamun sejenak dan menjilat bibirnya, "Bukan"

"Oh"

Pani mengangguk dan menghabisi sup udon yang diberikan Sumi.

Melihat adegan ini, tatapan Sumi memancarkan sedikit pikiran dalam.

..............

Setelah selesai makan, waktu sudah hampir jam 9.

Pada saat itu Pani baru tiba-tiba merasa panik, masih ada banyak soal latihan yang belum dia kerjakan.

Sumi juga melihat kepanikan Pani, dia berkata dengan lembut, "Jangan cemas, aku antar kamu pulang sekarang"

"Iya"

Pani sibuk mengangguk seperti seekor burung pelatuk.

Sumi tertawa dan mengelus kepala Pani.

Pani melamun sejenak.

Sumi berjalan ke sisi mobil dan membuka pintu tempat duduk penumpang dan menoleh ke Pani.

Pani mengedipkan matanya, berjalan dan masuk ke dalam tempat duduk penumpang.

Tidak menyangka, pada saat Pani baru saja duduk, sebuah bayangan tubuh langsung mendekat kepadanya.

"Kamu mau buat apa?" Pani langsung menyandar ke belakang dan menatap ke Sumi dengan mata membesar.

Sumi melihat ke Pani dengan tatapan dalam, setelah beberapa saat dia baru berkata, "Sabuk pengaman"

Pada saat berkata, Sumi menarik sabuk pengaman dan memakainya di tubuh Pani.

Pani, "........."

Sumi berdiri dan menatap ke Pani beberapa detik dari luar mobil sebelum menutup pintu mobil.

Pada saat detik pintu mobil tertutup, wajah Sumi dilapisi oleh selapis kedinginan.

........

Setelah setengah jam, sebuah mobil parkir di depan mansiona keluarga Wilman.

Sumi melihat ke Pani yang sedang melepaskan sabuk pengaman dari kaca spion, kemudian dia pun turun dari mobil dan berjalan ke sisi pintu tempat penumpang untuk membuka pintu mobil dan mengelurkan tangannya kepada Pani.

Melirik ke tangan Sumi, kali ini Pani tidak memegangnya. Dia memeluk tas sekolahnya dan turun dari mobil, kemudian berjalan melewati Sumi dan berkata, "Terima kasih atas traktiran kamu, terima kasih telah mengantar aku pulang juga"

Setelah berkata, Pani pun berputar balik badannya dan mau meninggalkan tempat setelah beberpa detik.

"Tidak mau ini lagi?"

Sumi menarik lengannya.

Pani mendorong tangan Sumi dan menatap kepadanya dengan bingung, "Apanya?"

Sumi mengeluarkan koin tadi dari sakunya dan memberikannya kepada Pani.

Melihat koin yang berada di tangan Sumi yang putih, Pani melamun sejenak.

Pada akhirnya, Pani menggelengkan kepalana, "Tidak perlu lagi"

"Ambil saja!" Sumi mengerutkan alisnya.

"Aku tidak mau!" Setelah berkata Pani pun langsung berputar balik badan dan berlari ke arah mansion.

Sumi memegang koin itu dengan erat dan melihat Pani yang berlari ke mansion dengan mata menyipit, setelah puluhan detik, dia baru mengangkat alisnya dan kembali ke dalam mobilnya, meninggalkan tempat.

Setelah masuk mansion, Pani langsung berlari ke kamarnya tanpa melihat ke Sandy mereka yang duduk di atas sofa ruang tamu.

Setelah masuk ke dalam kamar, Pani melemparkan tas sekolahnya ke atas meja belajar dan berbaring di atas tempat tidur.

Sampai suara ketukan pintu berdering.

Kepala Pani yang berada di atas bantal baru bergerak.

"Pani, ini ayah"

Setelah mengetuk pintu beberapa kali dan melihat Pani tidak bereaksi, Sandy baru bersuara.

Pani berputar balik badan dan berbaring dengan posisi lurus, menatap ke lampu yang mengantung di atas langit dinding.

"Pani, ayah ada urusan mau mencari kamu, tolong buka pintu" Sandy berkata dengan nada suara lembut.

Sudut bibir Pani bergetar dengan dingin, "Pintu tidak ada kunci, masuk saja kalau mau"

"...... kalau begitu ayah masuk ya" Sandy berkata.

Selanjutnya, Pani pun mendengar suara membuka pintu.

Pani mengambil sebuah bantal dan memeluknya di depan dada, kemudian memejamkan kedua matanya.

Setelah masuk ke dalam kamar, Sandy menutup pintu dengan lembut sebelum melihat ke Pani dengan senyuman lembut, "Capek ya?"

"Iya" Pani menjawab dengan malas dan dingin, "Kalau ada sesuatu yang ingin dikatakan, katakan saja sekarang, aku sudah mau istirahat"

Mendengar Pani berbicara dengan dia dengan nada suara seperti ini, Sandy tidak merasa malah dan malahan mulai tertawa dan berjalan menghampiri Pani.

Berjalan sampai sisi tempat tidur, Sandy pun mau duduk di atas tempat tidur Pani.

"Aku tidak suka orang lain duduk di atas tempat tidur aku. Di kamar ada sofa, kamu duduk sana saja" Pani berkata dengan nada suara damai dan tenang.

Sandy tertawa dengan tegang dan berdiri kembali, "Baik"

Pani menjilat bibirnya.

Sandy berjalan ke satu-satu sofa yang berada di kamar dan duduk di seberangan Pani dengan senyuman, "Pani, apakah kencan bersama Sumi hari ini masih lancar?"

Sumi? Kencan?

Alis Pani tiba-tiba terangkat, dia membuka matanya dan duduk dari tempat tidurnya, "Apa?"

Novel Terkait

Pernikahan Tak Sempurna

Pernikahan Tak Sempurna

Azalea_
Percintaan
3 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
3 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Berpaling

Cinta Yang Berpaling

Najokurata
Pertumbuhan
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu
Cutie Mom

Cutie Mom

Alexia
CEO
5 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Excellent Love

Excellent Love

RYE
CEO
4 tahun yang lalu