Bretta’s Diary - Bab 315 Sesak Nafas

Hayden Jiang buru-buru membantah, “Eh, aku tidak bilang apa-apa loh, kamu bisa tahu ini karena kamu mematai-matai mereka ya?”

“Masak ini tidak boleh dibicarakan? Waktu itu aku pernah melihat mereka berdua saling mencuri pandangan. Tetapi tidak apa-apa, ini sesuai dengan gaya kita semua selaku teman-teman Bruce Wang. Kita terlihat dingin, tetapi dalam diri kita kita sebenarnya sangat penyayang.”

Hayden Jiang membalas dengan senyuman dan tidak berkata apa-apa lagi.

Kalau boleh jujur, Bruce Wang dan Beatrice Hua sangat lihai dalam menyembunyikan hubungan rahasia mereka. Tetapi Hayden Jiang sudah mengenal Bruce Wang begitu lama, jadi ia jelas peka.

Tetapi sayangnya ia tidak tahu hubungan gelap mereka sudah sampai ke tahap tidur bersama……

Graham Qin akhirnya mengaku kalah setelah mereka bermain satu jam, jadi ia harus mentraktrir Hayden Jiang.

Bernice Xie dan Bretta Hua juga dapat berkah. Mereka juga ditraktir.

Mereka berempat makan di restoran barat di sebuah hotel bintang lima. Steak sapi, jamur truffle, udang, foie gras, semuanya makanan kelas atas.

Karena tidak makan daging, Bretta Hua hanya makan salad sayur, roti, dan snack penutup.

Ia juga menemani Bernice Xie minum jus buah. Suasana hati Hadyen Jiang dan Graham Qin sedang baij, jadi mereka berdua memesan satu botol anggur merah. Mereka menikmati minuman dan makanan mereka sambil berbincang-bincang.

Ketika akan pulang, Hayden Jiang awalnya berniat menyuruh supirnya datang menjemput, tetapi Bretta Hua bilang ia saja yang menyetir.

Sungguh tidak mudah bagi wanita itu untuk menawarkan diri menyetir, jadi Hayden Jiang mengiyakannya untuk menghargai niat baiknya.

Hayden Jiang dan Beatrice Hua pun pulang, kini yang tersisa hanya Graham Qin dan Bernice Xie.

“Aku panggil supir ya.”

“Aku saja yang nyetir.”

“Tidak, kita panggil supir saja.” Graham Qin tidak begitu percaya dengan kemampuan menyetir Bernice Xie, jadi ia terus menolak tawaran wanita itu.

Mereka berdua akhirnya memanggil supir. Graham Qin mengantar Bernice Xie pulang dulu baru kemudian kembali ke kediamannya sendiri.

Ketika Bernice Xie masuk rumah, kakak keduanya kebetulan sedang ada di rumah. Ia sedang menemani Hannah Xie bermain game.

“Bernice Xie, sudah makan?”

“Sudah kok.”

“Kamu terlihat sangat bahagia, habis bertemu teman-teman ya?” tanya Yuna Feng lagi.

Bernice Xie senyum-senyum sendiri tanpa menjawab. Ia langsung berjalan ke arah Parker Xie, lalu menepuk pundaknya.

“Ada apa?”

“Kak, tebak hari ini aku bertemu siapa!”

“Graham Qin.”

“Bagaimana kamu bisa tahu?”

“Berpikir pakai pantat juga aku bisa menebaknya, kamu kan memang punya rasa dengannya…… Tetapi ingat baik-baik ya, jangan bertingkah terus mengikutinya kemana-mana seperti dua tahun lalu, biarkan ia bisa hidup dengan tenang, toh ia adalah penyelamat nyawamu,” jawab Graham Qin dengan acuh tidak acuh karena sedang bermain game.

Bernice Xie cemberut, “Aku tidak membuntutinya lagi kok. Meski aku masih suka dengannya, tetapi aku sudah tidak kekanak-kanakan seperti dulu lagi. Sudahlah, ini semua tidak begitu penting, yang paling penting adalah hari ini aku bertemu si dewi cantik.”

“Dewi cantik yang mana?” tanya Parker Xie, lagi-lagi dengan sikap tidak peduli.

“Kakak Bretta Hua lah, aku lihat dia.”

Sekalinya mendengar nama Bretta Hua, Parker Xie langsung menaruh konsol gamenya di lantai dan menatap Bernice Xie lekat-lekat, “Kamu lihat Bretta Hua?”

“Tuh kan kamu langsung sesak nafas.”

“Jangan bercanda, cepat jelaskan baik-baik di mana kamu melihatnya?”

Parker Xie selalu ingin tahu apa pun yang berhubungan dengan Bretta Hua. Yang ia mau sekarang adalah menginterogasi Bernice Xie dengan segala macam pertanyaan terkait wanita itu. Ia tidak tertarik melanjutkan gamenya.

Bernice Xie duduk perlahan di atas sofa, mengambil sebuah jeruk dan mengupas kulitnya, “Hari ini, ketika bertemu Graham Qin, kebetulan Kakak Hayden Jiang juga hadir dan ia membawa Bretta Hua. Ya Tuhan, ia cantik dan anggun sekali. Ia terus tersenyum dan tidak sedingin seperti yang kamu ceritakan kok.”

Mendengar cerita Bernice Xie, Parker Xie dalam hati cemburu.

“Kalian membicarakan apa? Ada membawa-bawa namaku tidak?” kejar Parker Xie.

“Ada, aku sendiri yang berinisiatif membawa-bawa namamu,”

“Dia bilang apa?”

“Dia bilang kamu selalu tidak sabaran……”

“Jangan asal bicara, cepat katakan yang sebenarnya……” Parker Xie sungguh tidak sabar menunggu tanggapan Bernice Xie yang selanjutnya.

Novel Terkait

Unplanned Marriage

Unplanned Marriage

Margery
Percintaan
5 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
5 tahun yang lalu
The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
4 tahun yang lalu
You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Satan's CEO  Gentle Mask

Satan's CEO Gentle Mask

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
After Met You

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu