Bretta’s Diary - Bab 124 Sejarah Gelap Hayden Jiang

Hayden mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Kalau bukan? Kau kira apa?" katanya sambil melihat ke arah Bretta dan tersenyum.

Bretta menundukkan kepalanya, seperti takut ketahuan.

"Bukan apa-apa."

Dia malu untuk mengakui kalau kukira kalimat yang kau ucapkan tadi itu ditujukan kepadaku, ternyata perkataan itu adalah sebuah puisi.

"Puisi ini adalah karangan temanku dulu waktu kuliah di luar negeri, aku menerjemahkannya menjadi bahasa Indonesia...... lalu menyimpannya."

"Iya, puisinya lumayan bagus."

Bretta tetap diam, saat makan pun mereka berdua sama sekali tidak membicarakan tentang masalah yang terjadi di sekolah.

Bretta tak suka bicara, oleh karena itu Hayden lah yang terus bercerita tentang semua yang terjadi di kantornya.

Yang terdengar menarik, Bretta pun membalasnya dengan senyuman.

Di sisi lain kota, Parker lagi-lagi tak bisa tidur.

Ia pun mengirimkan sebuah video kepada Bernice yang ada di belahan dunia lain.

"Kak, apa ini maksudnya?"

"Bernice, kuberitahu, hari ini aku melihat Brett memainkan lagu Liszt, Transcendental Étude No. 5, Feux Follets, apa kau tahu, benar-benar hebat sekali dia."

Bernice bingung, "Brett? Brett siapa?"

Dia benar-benar tidak mengerti.

"Tentu saja Bretta Hua, apa kau tidak mendengarkanku dengan sungguh-sungguh?"

"Aduh, Kak, memangnya kau akrab dengannya? Memanggilnya Brett, menjijikkan sekali. Apa orang tua kita tahu kalau kamu segila ini?" kata Bernice mengejek.

"Aduh, ini semua tidak penting, yang paling penting adalah...... Semakin lama aku semakin tahu kalau Bretta ini adalah gadis yang seperti harta karun, aku menjadi semakin suka padanya, bagaimana ini?"

"Aduk-aduk saja."

"Jaga bicaramu, Bernice." kata seseorang yang tiba-tiba marah.

"Aku sudah menjaga bicaraku, tapi kau gila seperti ini? Kau sudah membuang istrimu mentah-mentah lalu ingin mengejarnya lagi?"

"Ya waktu itu kan aku memang agak buta...... Pokoknya, kali ini aku tak akan melepasnya lagi, Bretta benar-benar hebat, haha, waktu itu bunga kampus yang sengaja mempermalukannya, mukanya malah mencadi pucat, berapa orang yang bisa memainkan lagu Liszt selancar ini."

Saat Parker menceritakan Bretta pada Bernice, hatinya menggebu-gebu.

Bernice tahu kalau kakaknya ini tak punya teman untuk meluapkan semua rasa kebahagiaannya.

Karena ayah, ibu, kakak, dan kakak iparnya semua tak ada yang mendukung keinginan gilanya itu.

Oleh karena itu, kakaknya menganggap dirinya sebagai lubang di pohon, bebas mengatakan apa saja yang ingin kakaknya katakan.

"Sudah sudah, waktu kau dicakar kucingnya tempo hari kau cerita padaku, kali ini saat orang itu bermain piano, kau bercerita lagi padaku, kau benar-benar gila, Kak...... Sudahlah, aku masih ada kelas, bye-bye......"

Lalu Bernice mematikan teleponnya.

"Dasar anak tengil, sia-sia aku sayang padamu."

Setelah teleponnya mati, Parker kembali galau.

Ia yakin dirinya pasti sudah jatuh cinta......

Tapi, sikap Bretta padanya?

Ia tak bisa diam membiarkannya begini terus, bagaimana ya?

Kalau tidak, dia juga ikut sekolah?

Tidak tidak, dia ini cum laude MIT, kalau dia pergi kuliah ke National University, orang-orang pasti akan menertawakannya habis-habisan.

Lagipula kalau sampai ayah tahu, ia pasti tidak hanya dipukuli dengan cambuk saja.

Suasana malam sangat hening.

Parker memainkan handphonenya di atas ranjang, ia benar-benar sudah lupa pada kucing garfield yang sudah dibelinya.

Di dalam grup anak-anak orang kaya, ia mengirimkan, "Siapa yang punya sejarah gelap Hayden Jiang, segera beritahu aku, ada imbalannya."

Sebenarnya ia hanya mencoba-coba saja, namun tak disangka baru saja pesan itu terkirim.

Ada orang yang membalasnya melalui pesan pribadi.

Namanya Roy Wang, berasal dari Keluarga Wang, tapi karena dia bukan keturunan utama, kedudukannya di Keluarga Wang tidak tinggi, biasanya ia juga bergaul dan bermain bersama Parker.

"Kak Parker, aku tahu sesuatu, dan ini merupakan sejarah terburuk Hayden Jiang."

"Oh? Katakan......" Parker sangat tertarik, ia sama sekali tak ingin tidur di tengah malam seperti ini.

"Kak Parker, lihatlah, tagihan kartu kreditku bulan ini dua ratus enam puluh juta masih belum lunas......" kata anak itu.

"Kau katakan dulu yang kau tahu, baru aku memutuskan apa kabar itu nilainya memang dua ratus enam puluh juta?"

Novel Terkait

Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
4 tahun yang lalu

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
4 tahun yang lalu

Cinta Setelah Menikah

Putri
Dikasihi
4 tahun yang lalu

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
3 tahun yang lalu

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
5 tahun yang lalu

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
3 tahun yang lalu