Cinta Setelah Menikah - Bab 86 Mengkhawatirkanmu (2)

Tifanny Wen juga tidak mengerti maksud ucapan Yansen Mu. Tifanny Wen mengangkat kepalanya, tiba-tiba dirinya merasa beruntung bertemu pria ini di saat dirinya putus asa.

"Yansen..." Tifanny Wen tiba-tiba mengulurkan tangan, memeluk leher pria itu lalu mencium jakun Yansen Mu, dengan suara pelan berkata: "Yansen... aku ingin..."

Selesai berucap, tangan Tifanny Wen sudah membuka kemeja baju milik Yansen Mu.

Tifanny Wen mengaku, tentang insiden kemari dia terlihat tenang, tapi sebenarnya dirinya sudah sangat ditakuti. Bahkan sekarang. Bahkan jika dia berpikir tidak terjadi apa-apa pada dirinya, Tifanny Wen masih merasa ngeri dan ingin melakukan beberapa hal gila untuk menekan keraguan dan ketakutan itu.

Tifanny Wen ingin yakin. Apakah pria ini menginginkan dirinya? Jika pria ini mau, jika dirinya merasa tidak terjadi keanehan pada tubuhnya, maka Tifanny Wen bisa yakin bahwa dirinya bersih.

Tifanny Wen tidak berpikir jika dirinya benar-benar sudah diperkosa oleh orang, Yansen Mu masih bisa menerima dirinya.

Tifanny Wen lebih antusias dari sebelumnya, salah satu tangan wanita itu sudah melepas kancing baju Yansen Mu, satu tangan yang lain bahkan sudah menuju ke bagian bawah tubuh Yansen Mu.

"Tifanny..." Yansen Mu terkejut dan mendorong Tifanny Wen tanpa sadar.

Karena... wanita ini masih sakit!

Sebenarnya bukan karena Yansen Mu takut Tifanny Wen akan menularkan flu atau sebagainya, tapi merasa kondisi wanita ini sekarang tidak tepat.

Tapi baru ingin menolak, Yansen Mu langsung melihat mata jernih itu menatapnya penuh harap dan gelisah. Yansen Mu belum pernah melihat tatapan mata seperti ini.

Gelisah?

Kenapa dia gelisah?

Hati Yansen Mu berdegup, pria itu langsung mengerti alasannya. Mana ada hasrat dari tubuh gadis bodoh ini, dia hanya ingin Yansen Mu membuktikan bahwa kemarin tidak terjadi apa-apa.

Hanya takut kalau sekarang Yansen Mu menolak, gadis bodoh ini akan berpikir yang macam-macam.

Setelah berpikir seperti itu, ucapan Yansen Mu yang ingin menolak dimasukkan kembali. Telapak tangan besar itu tanpa takut tertular sakit langsung menarik belakang kepala Tifanny Wen dan menutup bibir wanita itu.

Tapi Tifanny Wen mendorong Yansen Mu, "Jangan cium bibirku, aku flu."

"Aku tidak takut."

Melihat Tifanny Wen mengingatkan bahwa dirinya sedang sakit, saat itu Yansen Mu mengelus kepala wanita itu. Melihat wajah pucat Tifanny Wen, hatinya mengkhawatirkan hal ini, tidak berani menyentuh Tifanny Wen, "Tifanny, tunggu kamu sembuh, aku..."

"Aku baik-baik saja. Kepalaku tidak pusing, mataku juga tidak buram." Teringat antusias pria itu sebelumnya, Tifanny Wen merapatkan bibirnya, tidak tahan untuk bertanya: "Apakah kamu... tidak menginginkanku?"

Tifanny Wen menundukkan kepala melihat tempat yang dirinya sentuh sekarang, "Jelas-jelas kamu menginginkanku."

Mendengar ucapan tersebut, Yansen Mu yakin sekali bahwa pikiran kacau wanita itu entah sedang memikirkan hal apa. Saat itu juga Yansen Mu langsung menekan Tifanny Wen, tidak peduli wanita itu kedinginan atau tidak. Setelah mencium bibir Tifanny Wen, dengan serius Yansen Mu berkat: "Semalaman kamu sakit, aku hanya sayang padamu. Kalau sakit kenapa tidak menelponku?"

"Aku hanya flu ringan..."

"Apakah flu ringan sampai pingsan? Dokter bilang karena kelelahan ditambah flu ringan." Yansen Mu menggertakan gigi, "Nantinya jika begini, kamu harus yang pertama kali bilang padaku dan juga ponselmu harus ada baterainya. Dan juga... tidak boleh berakting yang bisa menyebabkan tubuhmu sakit. Tubuhmu tidak tahan dingin. Dan juga..."

Saat ini direktur Mu sama seperti orang bawel, berbicara dalam waktu yang lama. Hasilnya, Tifanny Wen melihat Yansen Mu dengan tatapan sebal. Terlebih lagi saat Yansen Mu memerintahkannya agar ponselnya tidak boleh kehabisan baterai, kebingungan di mata Tifanny Wen semakin banyak. Jelas sekali, Tifanny Wen kebingungan dan belum sadar kalau ponselnya mati.

Yansen Mu tampak tak berdaya. Pria itu menunduk lalu menempelkan bibirnya ke bibir Tifanny Wen yang tampak manyun, tidak tahan untuk bergerak di atas bibir itu, tapi Yansen Mu ingin Tifanny Wen menjadi tenang. Intinya perasaannya saat ini sungguh sangat rumit.

Ketika sedang merasa hatinya rumit, tiba-tiba ponsel Yansen Mu berdering.

Siapa ya? Pagi sekali menelpon!

Yansen Mu sangat malas mengangkat telepon tersebut, tapi ponsel pria itu diletakkan di atas kepala ranjang. Tifanny Wen yang mendengar bunyi ponsel, langsung mengambil ponsel.

Begitu melihat, terpampang nama 'Gu' di layar, Tifanny Wen terpaku.

Wanita ini, dua hari yang lalu Yansen Mu pernah membicarakannya.

Tifanny Wen menekan tombok angkat dan langsung menerima panggilan masuk tersebut.

Belum keluar suara apapun, lalu wanita di telepon dengan tidak sabar bicara:

"Yansen... kenapa kemarin malam kamu begitu kepadaku? Apakah aku tidak cukup baik kepadamu? Saat itu, demi kamu aku melakukan berapa banyak hal? Kemarin malam kamu sangat menyakitiku, terlebih lagi kamu paham kalau aku..."

Tiba-tiba jari jemari Tifanny Wen yang memegang ponsel kaku, ekspresi matanya kosong, tidak tahu harus bagaimana membalas ucapan tersebut.

Tapi tangan Tifanny Wen tanpa sadar sudah mendorong tubuh Yansen Mu. Walaupun tadi Tifanny Wen sendiri lah yang berinisiatif...

Tifanny Wen memiringkan wajah, ekspresi merengut di wajah wanita itu langsung berubah menjadi agak terganggu dan marah.

Awalnya Tifanny Wen adalah orang yang sudah mengalami pengkhianatan. Bagi Tifanny Wen, hal yang sangat sensitif adalah jika pria memiliki wanita lain di luar sana. Bagaimanapun juga Tifanny Wen sudah mengalami hal itu.

Terlebih lagi, saat ini seorang wanita menelpon kemari. Isi percakapan ini sudah cukup menarik perhatian.

Mendengarnya, sepertinya hubungan wanita di telepon dan Yansen Mu tidaklah sederhana.

Pikiran Tifanny Wen berubah kacau. Wanita itu berpikir, bahkan jika dirinya diperkosa, dirinya juga tidak akan terima kalau suaminya melakukan hal yang tidak senonoh. Yah tidak ada jalan lain, Tifanny Wen adalah orang yang angkuh.

Ketika pria yang berada di atas tubuhnya mendengar, pria itu juga tertegun. Napas di tubuhnya semakin dingin.

Tiba-tiba Yansen Mu merampas ponsel yang berada di tangan Tifanny Wen dan langsung menjawab telepon tersebut.

"Halo, apakah ini Gu? Dulu kamu berterima kasih padaku, tapi aku merasa cemas padamu, jadi aku tidak pernah menolak permintaan darimu. Tapi jika kamu masih mengatakan ucapan yang artinya berbeda, kalau begitu maaf. Aku tidak mau membuat istriku salah paham, nantinya aku terpaksa tidak bisa berkomunikasi lagi denganmu. Kamu cukup baik padaku, tapi kamu cukup mengerti lebih dari siapapun, dulu, selain teman seperjuangan, kita tidak ada hubungan yang lain dan sekarang ataupun nanti, tidak mungkin ada hubungan apapun."

Novel Terkait

Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
4 tahun yang lalu
My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
4 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu
Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Get Back To You

Get Back To You

Lexy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Everything i know about love

Everything i know about love

Shinta Charity
Cerpen
5 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
4 tahun yang lalu