Cinta Setelah Menikah - Bab 228 Merespons Sedikit, Bisa Tidak? (1)

“bisa.”

Tifanny Wen menjawab.

“kalau begitu kamu perhatikan dia, aku pulang dulu. Obat yang ku berikan semuanya adalah yang paling baik, seharusnya besok bisa sembuh. Tapi besok juga masih harus tetap minum obat.”

Dokter Rans berkata, langsung memberikan satu kantong kepada Tifanny Wen, berkata: “obat ini adalah obat yang harus di gunakan, bagaimana penggunaannya di tulis di sana.”

“terima kasih dokter.” Tifanny Wen menjawab.

Hanya saja, tentu saja dia tidak akan membiarkan dokter Rans langsung pergi. Melepaskan Yansen Mu. langsung inisiatif meminta dokter Rans ke kamar tamu untuk beristirahat.

Menunggu Tifanny Wen kembali ke kamar, Yansen Mu tetap belum berbaring, bersandar di ranjang, melihat ke arah perempuan itu.

Tifanny Wen melihat sekilas ke arah ranjang. Seprei di penuhi bekas darah, harus di ganti. Seharusnya malam ini dia akan sangat sibuk.

Dan juga….

Tifanny Wen saat ini melihat ke bekas darah di tubuh Yansen Mu. bajunya tadi sudah di lepaskan, tapi celananya belum di lepas, pasti masih belum mandi.

Tifanny Wen tahu Yansen Mu biasanya menyukai kebersihan, seharusnya hari ini memang tidak begitu praktis bukan.

Tifanny Wen melihat ke tangan Yansen Mu yang masih tertancap jarum, pasti sangat tidak nyaman untuk bergerak.

Dia memegang bibir, tentu saja tahu kalau sebagai istri pasti tidak boleh tidak mem pedulikan kondisi suaminya sekarang. Maka, dengan aneh dia masuk ke kamar mandi.

Menunggu saat dia kembali, sudah membawa seember air.

Yansen Mu juga hanya melihat perempuan itu, pandangannya saat ini melihat ke arah handuk yang ada di tangan perempuan. Tangan Tifanny Wen, saat ini hanya ada satu yang baik, dan yang satunya lagi terluka, telapak tangannya sudah di bungkus, tidak boleh terkena air. Karena itu, gerakannya, benar – benar di lakukan oleh satu tangan. Tentu saja, tangan yang satunya juga tidak bisa membantu.

Pandangan Yansen Mu melihat ke tangannya yang terluka, lalu mengerutkan dahi, dengan ekspresi ajaib.

Dengan cepat, perempuan itu berjalan ke arahnya.

Tifanny Wen tetap tidak berbicara, hanya menundukkan kepala, mengambil handuk dan mengelap bekas darah di badannya.

Darahnya sudah kering, tidak mudah mengelapnya. Tifanny Wen menggunakan tenaga. Gerakannya itu, tangannya terpaksa mengenai dada lelaki itu. setiap sentuhannya, Tifanny Wen dapat merasakan kehangatan dari tangannya.

Setiap saat ini, dia selalu punya kekhawatiran yang aneh. Karena orang ini, benar – benar demam parah.

Menunggu setelah Tifanny Wen selesai mengelap badannya, sudah 5 menit berlalu.

Melepaskan handuknya, dia merasa lebih lega, siapa tahu lelaki yang tadinya diam tiba – tiba bersuara:

“bagian bawah bagaimana?”

Dia berkata.

Bagian bawah?

Tifanny Wen sesaat belum tersadar, hingga melihat ke pandangan lelaki itu, baru tahu apa yang di maksud.

Celana? Bagian bawah?

Ini juga harus di lap?

Tifanny Wen saat ini menyadari, lelaki celana itu, memang terciprat banyak darah. Dan, terlihat jelas, banyak darah yang belum kering.

Yang Tifanny Wen pikirkan adalah, Yansen Mu pasti tidak akan tidur menggunakan celana yang terkena banyak darah.

Hanya saja tangan lelaki itu masih tertancap jarum, lengan yang satunya terluka parah, memang tidak begitu praktis.

Sudahlah, Tifanny Wen menggigit bibir, lalu mengulurkan tangan, menundukkan kepala dan melepaskan ikat pinggang lelaki itu. hanya saja melepaskan resleting celana, dia semakin kesal.

Lelaki itu duduk, membiarkan dia melepaskannya.

“kamu coba bangkit sedikit, aku baru bisa melepaskannya.”

Tifanny Wen berkata, tapi tidak berani melihat ekspresi lelaki itu. bahkan menundukkan kepala melihat celana lelaki itu, dia tidak berani melihatnya, hanya memiringkan kepala, wajahnya sedikit memerah, dan ekspresinya aneh.

Karena tadi saat dia membukakan resleting, tidak sengaja melihatnya. Sedangkan gerakan kecilnya tadi sudah membangkitkan nafsu lelaki itu. tadi tangannya tidak sengaja mengenai, membuat Tifanny Wen merasa tangannya juga sedikit hangat.

Lelaki itu seakan tidak mendengarnya, tidak ada gerakan.

Tifanny Wen saat ini semakin aneh. Terutama tangannya, di taruh di celana lelaki itu, entah harus di angkat atau tidak.

Tifanny Wen jelas tahu Yansen Mu tidak mungkin tidak mendengarnya.

Kesal. Lelaki ini, mengapa hari ini begitu menyusahkan?

Dia dengan marah mengangkat kepalanya, akhirnya tidak bisa menahan, membuka mulut, seakan ingin mengeluarkan kalimat yang menyalahkannya.

“Fan, sakit…..” akhirnya, lelaki itu tiba – tiba berkata.

Kata – kata itu, membuat Tifanny Wen menelan perkataan yang tadi ingin dia ucapkan.

Melihat wajah lelaki itu, saat ini terlihat menahan diri, raut wajahnya pucat, ekspresinya kesakitan.

Sakit?

Tifanny Wen berpikir penyakit lelaki itu sepertinya semakin parah. Tidak enak badan, jika masih baik – baik saja baru aneh.

“pundaknya sakit?” dia bertanya.

“iya.”

Tifanny Wen terpaksa hanya meniup pundak lelaki itu.

Lelaki itu tiba – tiba berkata: “bukan hanya itu.”

“kepalanya pusing?” Tifanny Wen bertanya lagi.

“iya.” Lelaki itu mengangguk.

Tifanny Wen mengulurkan tangan mengelus kepalanya, akhirnya lelaki itu berkata: “bukan hanya itu.”

Tifanny Wen:…..

Kalau begitu mana lagi yang sakit?

Novel Terkait

Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
4 tahun yang lalu
Akibat Pernikahan Dini

Akibat Pernikahan Dini

Cintia
CEO
4 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
3 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Mr CEO's Seducing His Wife

Mr CEO's Seducing His Wife

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu
Love And War

Love And War

Jane
Kisah Cinta
3 tahun yang lalu
Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Tere Liye
18+
4 tahun yang lalu