Cinta Setelah Menikah - Bab 40 Direktur Mu, Apakah Kamu Pernah...? (1)

Tapi karena Yansen Mu bersikeras, Tifanny Wen juga menjadi tidak berdaya.

“Sekarang sudah sampai rumah, kamu boleh menurunkan aku. Aku ingin pergi mandi.”

Tifanny Wen berujar sambil tersenyum.

Yansen Mu masih tidak menurunkannya, namun wajahnya berubah sedikit kelam. Tapi setelah mendengar perkataan wanita itu, ia langsung membopongnya masuk ke dalam kamar mandi.

Hati Tifanny Wen berderap. Ia terlihat ingin mengatakan sesuatu namun pada akhirnya ia menahan diri untuk tidak mengatakannya.

Yansen Mu langsung membopong Tifanny Wen masuk ke dalam kamar mandi. Setelah menurunkannya, ia tidak mengatakan apapun dan langsung pergi menyiapkan air untuknya.

Tifanny Wen melihat hari ini pria itu membantunya mengurus begitu banyak hal namun tidak mengatakan apapun pada dirinya. Ia pun merasa sedikit bingung dan akhirnya bertanya: “Apakah kamu menyalahkan aku karena telah merepotkanmu?”

Begitu mendengar perkataan ini, tubuh Yansen Mu pun mematung. Tapi ia tidak menghentikan gerakannya yang sedang menyiapkan air mandi.

Setelah ia selesai mengisi air sampai penuh, barulah Yansen Mu membalikkan tubuhnya dan menatap Tifanny Wen.

Sorot matanya menyapu pakaian yang saat ini Tifanny Wen kenakan. Ia baru menyadari bahwa kemeja berbahan sutra asli yang dikenakan wanita itu dari awal sudah dirusak oleh goresan rumput dan pohon di beberapa bagian.

Di pergelangan tangannya juga ada beberapa memar karena dilukai oleh beberapa orang lain. Raut wajah Yansen Mu pun bertambah kelam.

Akan tetapi...

Mana mungkin ia menyalahkan Tifanny Wen karena merepotkannya.

Yansen Mu hanya sedang marah. Ia marah karena walaupun Tifanny Wen telah menikah dengannya, ia masih bisa mengijinkan wanita itu mengalami penderitaan seperti ini.

Langit tahu, saat ia turun dari helikopter dan melihat pemandangan seseorang yang sedang ditindas di padang rumput, saat itu juga Yansen Mu merasa seluruh hatinya seolah-olah tergantung di puncak tebing.

Yansen Mu tidak berani membayangkan kalau ia terlambat satu langkah saja... Entah akan menjadi pemandangan yang mengerikan seperti apa!

Walaupun hanya membayangkan, Yansen Mu juga merasa itu hal yang sangat mengerikan.

Rasa takut yang mengikuti masih bisa ia rasakan sampai sekarang.

“Ingat, lain kali kalau ada orang yang menindasmu, hal pertama yang harus kamu lakukan adalah memberitahuku.”

Yansen Mu menarik pergelangan tangan Tifanny Wen, sebisa mungkin menghangatkan nada bicaranya dan memendam hawa dingin yang menguar dari tubuhnya.

Tifanny Wen mengernyitkan bibirnya dan mengadu dengan sedikit perasaan bersalah,”Bagaimana aku bisa tahu ternyata kamu punya kemampuan yang begitu besar? Kamu juga tidak pernah mengatakannya padaku. Sekarang kamu bisa mengatakan apa identitasmu, bukan?”

Tifanny Wen berjalan sampai ke depan bathtub dan melihat air yang sudah disiapkan Yansen Mu. Ia tidak tahu apakah ia harus menanggalkan pakaiannya, karena... Pria itu masih belum beranjak dari kamar mandi.

“Selanjutnya, Sentum Group adalah sandaranmu.” ujar Yansen Mu santai.

Kata-kata ini... Bisa dikatakan itu menjelaskan identitas Yansen Mu.

Begitu Tifanny Wen mendengarnya, sudut matanya masih menunjukkan sedikit keterkejutannya. Sebelumnya, ia sudah menebak identitas Yansen Mu pastilah bukan orang sembarangan. Tapi Tifanny Wen tidak terpikir kalau ternyata seluruh Sentum Group ternyata adalah milik keluarga Mu.

Lagipula, sepertinya anggota keluarga Yansen Mu juga berkecimpung di dalam dunia politik. Kalau tidak, bagaimana mungkin pria itu bisa sampai terkenal seperti ini?

“Kalau begitu, kenapa kamu mau menikahiku?”

Tifanny Wen tiba-tiba menjadi tidak mengerti, “Kita berada di bawah satu langit, berada di atas satu tanah.”

Pertanyaan ini... Langsung tidak dihiraukan oleh Yansen Mu yang di luar terlihat dingin namun ternyata hangat di dalam.

Yansen Mu berjalan maju dan tangannya menutup pintu. Ia berjalan sampai kedepan Tifanny Wen dan langsung membantu wanita itu untuk menegakkan tubuhnya dan melepas kancing kemejanya.

Tifanny Wen membatu.

“Aku lihat lukanya.” ujar Yansen Mu.

Pakaian Tifanny Wen sudah rusak di banyak bagian dan dari bagian yang rusak itu, samar-samar Yansen Mu masih bisa melihat lukanya.

Kenyataannya, di tubuh Tifanny Wen memang banyak luka. Selain terluka karena goresan rumput dan kayu, ditambah dengan luka karena cakaran Kevin, tubuhnya masih ada banyak sekali luka memar dan luka-luka itu terlihat cukup serius.

Karena...

Saat ia naik ke mobil, Tifanny Wen seorang diri melawan ke-delapan penjahat berpakaian hitam itu.

Satu orang melawan delapan orang. Tifanny Wen meronta dengan sangat hebat, jadi bisa dibayangkan seberapa banyak pukulan yang tubuhnya terima.

Baru saja Tifanny Wen terpikir untuk bilang tidak masalah, ia pun melihat sudut mata Yansen Mu yang terlihat seperti sangat terluka ketika menengadah. Ditambah lagi dengan nada bicara Yansen Mu barusan... Jelas-jelas tanpa keraguan. Akhirnya Tifanny Wen menahan perkataannya dan membiarkan pria itu menanggalkan pakaiannya.

Tifanny Wen berterimakasih pada Yansen Mu. Lagipula... Sudah seharusnya ia perlahan-lahan lebih dekat dengan pria itu.

Gerakan Yansen Mu sangat cepat. Tidak lama kemudian, ia sudah menanggalkan kemeja Tifanny Wen. Bahkan sampai rok pendeknya juga sudah dilepaskan.

Yansen Mu menyapu sekilas tubuh Tifanny Wen. Dalam sekejap, sorot matanya pun terlihat lebih dingin dan menyeramkan daripada sebelumnya.

Di tubuh Tifanny Wen, punggung belakang, di depan dada, dan juga kakinya terlihat luka memar yang memerah. Terlihat jelas ia dipukuli sampai terluka seperti ini.

Yansen Mu menghela napas dalam-dalam dan diam-diam mengepalkan tinjunya. Amarah mulai mengobar hebat dari dalam hatinya. Bahkan ia sedikit menyesal mengapa tadi ia tidak langsung menendang Kevin Qin sampai mati.

“Benar-benar pantas mati!”

Wanita yang ia anggap sebagai kekasihnya tidak ia jaga sepenuh hati, malah ditindas orang lain sampai seperti ini.

Nada suara “pantas mati” yang dilontarkan Yansen Mu ini sangat teramat dingin, bahkan sampai Tifanny Wen yang mendengarnya saja menjadi ketakutan dan tubuhnya gemetar.

Disaat yang bersamaan, Yansen Mu yang terus menatap dirinya yang hanya mengenakan pakaian dalam membuat ia entah bagaimana mulai merasa gugup.

Maafkan Tifanny Wen yang tidak berguna... Ini benar-benar pertama kali baginya ditatap orang lain seperti ini.

Dalam kegugupannya, Tifanny Wen langsung menuju bathtub untuk berendam tanpa melepas pakaian dalamnya...

Hal ini menjelaskan bagaimana di saat gugup seseorang jadi bertindak tidak karuan.

Misalnya, Tifanny Wen saat ini... Baru saja kakinya menyentuh pinggiran air saat tiba-tiba ia tergelincir. Ia bahkan belum masuk ke dalam bathtub namun tubuhnya sudah tidak seimbang dan terjatuh ke arah bathtub... Seluruh otak Tifanny Wen menggelap. Ia berpikir, habis sudah. Wajah cantiknya ini pasti akan rusak karena ia terjatuh.

Yansen Mu masih membatu, namun sontak kesadarannya langsung kembali karena terkejut akan gerakan wanita itu. Wajahnya mengelam dan langkah kakinya dengan cepat melesat maju, tangannya langsung menyambar Tifanny Wen.

Tidak menunggu sampai wajah Tifanny Wen terantuk bathtub, tubuhnya malah masuk ke dalam pelukan Yansen Mu.

Wajah Yansen Mu mengelam, ia benar-benar menjadi sedikit marah: Apakah Tifanny Wen setakut itu ditatap olehnya?

Novel Terkait

Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
3 tahun yang lalu
Baby, You are so cute

Baby, You are so cute

Callie Wang
Romantis
3 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
Akibat Pernikahan Dini

Akibat Pernikahan Dini

Cintia
CEO
4 tahun yang lalu
Menantu Bodoh yang Hebat

Menantu Bodoh yang Hebat

Brandon Li
Karir
3 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu