Cinta Setelah Menikah - Bab 245 Tifanny Wen? Mengapa Kamu! (1)

tapi Jeremy Fan dapat mendengar maksud perkataannya.

Mendengar maksud bawahannya, perempuan Wen itu mereka sekaligus menangkapnya. Sedangkan tujuan awal mereka adalah Gina Si. Jadi melakukan sesuatu terhadap Keluarga Wen, bukanlah ide Elang Hitam. Membawanya ke bar, dan mencari banyak lelaki untuknya, adalah ide Emi. Dan orang Elang Hitam, juga hanya untuk menyenangkan Emi, baru melakukan hal seperti ini.

Jadi, pada akhirnya, Emi pasti termasuk sebagai salah satu orang yang bersalah.

Mata di ganti mata, gigi di ganti gigi, bukankah meminta Elang Hitam memperlakukan Emi seperti mereka memperlakukan perempuan marga Wen itu?

“marga Mu, kamu lihat baik – baik dulu keadaannya, apakah Emi itu mudah di tangkap?” Jeremy Fan bertanya.

“menurutmu, apakah perempuanku mudah di tangkap?” Yansen Mu balik bertanya.

Jeremy Fan:…..

Baiklah.

Dia terdiam.

Tapi dia mana tahu kalau perempuan itu adalah perempuan Yansen Mu.

“hanya seorang perempuan, apakah perlu seperti itu? apa kamu sudah mendengar permintaanku untuk membuka harga saja?” Jeremy Fan belik bertanya.

Sebenarnya yang Yansen Mu sebutkan, dia bisa melakukannya. Bagaimana pun, 10 orang ini jika Yansen Mu tidak mengatasinya, dia juga akan menyelesaikan sendiri. Dan di Elang Hitam yang tidak mendengar perintahnya, tidak peduli panglima kiri atau kanan, dia pasti akan melacaknya. Mengenai Emi…. Tentu saja tidak sepenting adiknya.

Tapi sekarang…..

Perempuan itu menghancurkan barnya, dia tidak bisa meredakan emosinya!

“buka harga? hehe” Yansen Mu akhirnya menghadapi pertanyaan ini, mengerutkan dahinya, lalu balik bertanya, “menurutmu, apakah mungkin?”

Jeremy Fan tercengang.

Mungkin?

Tentu saja dia merasa mungkin.

Tapi saat ini raut wajah lelaki ini memberi tahunya tidak mungkin!

Tidak hanya tidak mungkin, Jeremy Fan tiba – tiba merasa, saat Yansen Mu mengatakannya, sangat serius, dan di nadanya terdengar kemarahan yang tak pernah ada.

Dia, tidak bercanda! Juga bukan karena mem pedulikan mukanya baru menolak permintaannya.

Melainkan, dia benar – benar peduli pada perempuan itu!

Jeremy Fan saat ini tercengang, tiba – tiba dia tidak tahu harus berkata apa karena terlalu terkejut.

“marga Mu, perempuanmu baik – baik saja, aku juga menyetujui permintaanmu, adikku….” Pada akhirnya, dia hanya bisa mengganti ke topik yang lebih penting.

“akan baik – baik saja.”

Yansen Mu selesai berbicara, dengan nada dingin, membalikkan badan, bersiap pergi.

Dan, saat dia membalikkan badan, langkahnya terhenti.

Karena saat ini, di depan pintu, sedang berdiri seseorang yang sudah mencuci tangan dan mukanya, Tifanny Wen yang sudah kembali.

Tapi Yansen Mu saat ini tercengang.

Tidak menyangka Tifanny Wen akan se cepat ini. Apalagi tidak menyangka karena tidak ada yang menahannya di pintu masuk.

Tadi, anak buah Elang Hitam di minta keluar oleh Jeremy Fan, Yansen Mu berpikir kalau mereka akan mengerti maksud ketua mereka yaitu tidak membiarkan siapa pun masuk. Maka, seharusnya ada yang menjaga pintu, demi menjaga ada orang yang masuk sembarangan. Ini adalah aturan yang diketahui semua orang.

Hanya saja markas Elang Hitam ini, tidak ada aturan ini?

Yansen Mu mengerutkan dahi, tidak puas. Perkiraannya adalah, pergi menjemput Tifanny Wen sendiri. Dan sekarang dia tiba – tiba kembali, lalu melihat di sini….

Karena…..

Pistol di tangan Yansen Mu tiba – tiba sedikit di sembunyikan, matanya sedikit curiga, lalu terpikirkan sesuatu, dan menyembunyikan pistolnya, menuju ke arah Tifanny Wen.

Gerakannya menyimpan pistol sangat cepat, tapi, tetap di lihat oleh Tifanny Wen yang ada di depan pintu.

“Fanny, begitu cepat? ” Yansen Mu berjalan ke arahnya, mengambil tangan Tifanny Wen dari tangan Gina Si yang ada di sebelah, lalu di gandengnya, bersamaan, mengulurkan tangan, memeluknya.

Gerakan Yansen Mu , sangat natural.

Gina Si yang berdiri di sebelah Tifanny Wen melihatnya dengan tercengang, dan juga Jeremy Fan yang berdiri di belakangnya.

Tidak!

Seharusnya, saat Gina Si membawa Tifanny Wen ke toilet, dia sudah sangat terkejut.

Sekarang kesadarannya, semuanya samar – samar, sama sekali belum tersadar.

Apakah ini halusinasinya?

Tadi saat menggandeng perempuan ini, masuk ke kamar mandi, mencuci wajah dan tangannya, melihat wajah yang ada di depannya, jelas – jelas adalah wajah Tifanny Wen!

Iya, bukan “Febby”! melainkan wajah artis besar Tifanny Wen!

Gina Si masih mengingat reaksinya, mengira dirinya sudah buta, lalu melihat perempuan yang sedang mencuci muka, Beberapa menit.

Hingga, perempuan itu tersadar, dan mengatakan “aku adalah Tifanny Wen” padanya, dia baru tersadar.

Hanya saja, dia baru mengucapkan satu kalimat ini padanya. Mengenai penjelasan?

Tidak ada! Tifanny Wen saat itu tidak banyak menjelaskan. Jadi, sekarang Gina Si terkejut, masih tidak mengerti apa yang terjadi.

Dia menebak dua alasan: pertama, hari ini perempuan yang bersiap menjemputnya, sejak awal adalah Tifanny Wen. “Febby” tidak bisa datang karena suatu masalah. Jadi, yang mengalami semua ini, selalu Tifanny Wen, bukan “Febby”. Dan hubungan “Febby” dengan artis Tifanny Wen, dia kurang lebih mengetahuinya, meskipun, dia sekarang tidak jelas apakah “Febby” itu benar – benar anak dari Keluarga Wen. Tapi, hubungan mereka tidak sederhana, maka Tifanny Wen menggantikan dia untuk menjemput dirinya juga mungkin.

Mengenai tebakan kedua….

Gina Si mengedipkan mata, hatinya punya suatu tebakan. Tapi, seharusnya tidak mungkin.

Apakah…. Mungkin seperti itu?

Novel Terkait

Mr CEO's Seducing His Wife

Mr CEO's Seducing His Wife

Lexis
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Serpent King Affection

The Serpent King Affection

Lexy
Misteri
5 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu
Back To You

Back To You

CC Lenny
CEO
4 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu