Cinta Setelah Menikah - Bab 124 Ingatan Tifanny Wen Membuat Yansen Mu Marah........(1)

Tetapi dia sudah sadarkan diri dari adegan syutingnya tadi.

Tifanny Wen menggelengkan kepala, berkata: “Tidak ada apa-apa.” dia hanya menjawab begini, tetapi ekspresi wajahnya masih tetap masih belum sadarkan diri.

Daniel An menatap dia dalam-dalam, tiba-tiba berdiri dan memapah Tifanny Wen berdiri.

“Aku bisa sendiri.”

Ekspresi wajah Tifanny Wen sangat acuh, intonasi bicaranya seolah mengungkapan bahwa dia ingin menjauhkan diri dari Daniel An. Tetapi dia masih ingat perintah tuan Mu padanya.

Hanya saja....................

Wangi bunga semerbak terhirup masuk kedalam hidungnya, Tifanny Wen menekan hidungnya, tiba-tiba dia merasa didalam otaknya terbayang sesuatu. Tifanny Wen mengerutkan alis, tiba-tiba dia mengelus alisnya sendiri, didalam hatinya berpikir dia harus pergi konsultasi ke dokter, kenapa kepalanya sering sakit. Dia curiga bahwa dirinya beberapa hari ini terkena penyakit kejiwaan, kenapa kepalanya tidak nyaman.

Tifanny Wen perlahan-lahan berdiri dengan ekspresi wajah tidak sadarkan diri, saat berdiri, dia melihat Daniel An yang ada di hadapannya sedang menatap dia dengan tajam, tatapan matanya menyiratkan sesuatu yang aneh. Tifanny Wen termangu, saat dia ingin mengatakan sesuatu, tiba-tiba dia merasa sebuah bunga yang ada di hadapannya itu seketika itu juga membuat ingatan didalam otaknya seolah kosong dan digantikan dengan ingatan yang baru, seketika itu juga dia pingsan.........

“Tifanny..........”

“Fanny.”

“Dia kenapa pingsan?”

“Cepat, telepon 120, antar dia ke rumah sakit.”

...........................................

Rumah sakit central Kota X.

Di luar ruang rawat pasien.

“Sakitnya tidak begitu parah, hanya tekanan pada jiwanya terlalu besar. Harus banyak beristirahat dalam hari biasanya, jangan terlalu banyak berpikir, dia akan segera siuman.”

Dokter berkata pada beberapa artis tampan dan cantik yang menatapnya penuh dengan rasa prihatin di hadapannya.

“Tekanan jiwanya terlalu besar?” ucap Melly bingung. Jiwa psikologisnya sangat kuat, tetapi dia pingsan karena tekanan jiwanya terlalu besar.

Tetapi, Melly juga tidak mencurigai hasil pemeriksaan dokter.

“Tuan An, Nona Gu, kalian untuk apa termangu disini?”

Melly melihat di pintu ruang rawat pasien selain dia dan Wilson Xu yang berdiri, ternyata ada Daniel An dan Nara Gu yang sedang berdiri juga, mereka tidak bicara apapun.

Tifanny Wen pingsan, 2 orang yang tidak memiliki hubungan dengannya sedikit pun ini untul apa terus termangu disini?

Dia sudah menelepon Yansen Mu sejak tadi. Sebentar lagi Tuan akan segera datang. Tuan itu sepenuhnya tidak ingin melihat 2 orang ini.

“Aku ingin menjenguk Fanny.” ucap Daniel An sambil melihat Melly sekilas, didalam hatinya berpikir bahwa asisten ini benar-benar cukup gila. Seorang asisten itu saat ini melebarkan dada menghalangi Daniel An sambil menatapnya seolah bersikap seperti ratu.

“Tidak perlu. Ruang rawat khusus ini tidak mengijinkan orang luar masuk kedalam ruangan.”

Melly tidak mempedulikan dia lagi. Dia berjalan mendekat ke ruang rawat, bunyi suara pintu yang ditutup olehnya, Daniel An dan Nara Gu pun dihalangi di luar ruang rawat.......

.............................

Tifanny Wen saat ini, saat ini, dia masih belum membuka mata.

Hanya saja, dia bisa merasakan otaknya sangat kacau, tapi ingatannya seolah jernih kembali.......

“Daniel............”

Dia sedikit membuka mulut, tiba-tiba dia menyebut nama itu.

Melly yang barusan masuk kedalam ruang rawat, seketika itu juga terkejut.........

...............................

Didalam bawah sadar Tifanny Wen..................

Jalanan yang sangat kacau. Darah, sepanjang jalanan dipenuhi oleh darah. Saat matahari terbenam ke arah barat, awan berwarna merah di langit memantulkan sinar merah di atas jalan, keindahan pemandangan yang tidak biasa ini menambah sedikit suasana pedih namun indah.

Tepi jalan, seorang wanita terlentang di jalan, sekujur tubuhnya dipenuhi oleh darah, dia perlahan-lahan merangkak ke arah seorang pria yang terbaring di jalan tidak jauh dari posisinya.

“Daniel, kamu harus tahan........”

Dia perlahan-lahan mendekat, saat dia mendekat ke hadapan pria itu, pria itu sekuat tenaga membuka mata, enggan melihatnya, “Fanny............”

“Dokter akan segera datang. Kamu tidak boleh mati, kamu harus tahan ya. Asalkan kamu hidup, aku akan menyanggupi semua permintaanmu.” Wanita itu menangis tersedu-sedu menyayat hati, suaranya parau.

“Benarkah?” didalam mata pria itu menyiratkan secercah harapan yang indah, tiba-tiba berkata: “Tetapi........Fanny, aku.........tidak sanggup lagi.”

“Daniel................”

“Fanny, sebelum aku mati, kamu............apakah kamu bisa mengatakan 1 kalimat untukku.........kamu cinta aku? aku ingin..........mendengar........” pria itu merasakan kelopak matanya semakin lama semakin berat. Saat ini dia hanya bisa melihat seorang wanita yang sedang menangis kesakitan dengan 1 garis mata yang sedikit terbuka.

Wanita itu malah tiba-tiba termangu, ekspresinya seketika itu juga tidak sadarkan diri.

Cinta dia?

Tetapi dia............

“Fanny, aku........aku sangat berharap, beberapa bulan ini, kamu.........kamu bukan karena tugas ini...........bermain peran denganku. Fanny, aku..........sudah tidak bisa hidup..........”

“Daniel, aku tidak ingin kamu mati. Aku akan mengatakannya, apakah kamu mampu bertahan? Daniel, kamu dengar, aku cinta kamu, kamu tidak boleh mati, aku..............”

Perkataan wanita itu belum selesai diucapkan, tapi si pria itu malah tiba-tiba menutup kedua matanya.

Tubuh wanita itu terjatuh ke belakang, tatapan matanya kosong, dia hanya merasa tiba-tiba di hadapannya gelap............

“Aaa................Daniel.................”

Setelah berteriak kesakitan, kedua mata wanita itu menutup, dia juga tergeletak ke bawah, dia pingsan tidak sadarkan diri.........

........................................

“Daniel, Daniel...................”

Didalam ruang rawat pasien.

Saat Yansen Mu masuk mendorong pintu kedalam ruangan, suara yang sangat familiar itu terdengar olehnya.

“Uhuk uhuk...........”

Melly duduk di sebelah kasur, saat melihat Yansen Mu, dia merasa sangat canggung hingga berpura-pura batuk, “Itu........Tuan, Nona muda sekarang sedang istirahat, apakah anda juga ingin beristirahat sebentar. Disini ada aku yang menjaganya.”

Telapak tangan Melly bercucuran keringat.

Siapa yang bisa memberitahunya, kenapa Tifanny Wen terus memanggil nama Daniel An si pemain utama pria itu?

Begitu juga dengan Tuan Yansen Mu, apa dia tidak bisa datang terlambat sedikit? menunggu Tifanny Wen siuman, barulah dia datang.

Sekarang...................

Novel Terkait

His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
4 tahun yang lalu
My Charming Lady Boss

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Awesome Husband

Awesome Husband

Edison
Perkotaan
4 tahun yang lalu
The True Identity of My Hubby

The True Identity of My Hubby

Sweety Girl
Misteri
4 tahun yang lalu
Kamu Baik Banget

Kamu Baik Banget

Jeselin Velani
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
4 tahun yang lalu