Cinta Setelah Menikah - Bab 105 Kelak, Tidak Boleh Berdekatan Dengan Pria Lain

Pertanyaan ini, dia juga tidak bisa menanyakannya.

Saat Tifanny Wen sedang bingung, dia memonyongkan bibirnya, langsung menempel ke bibir lelaki ini, dengan ringan hingga bibir keduanya menempel.

Gerakan perempuan ini ringan, menggunakan sentuhan bibirnya, membuat Yansen Mu merasa gatal, sensasi terbakar telah menyebar dari jakun hingga ke seluruh tubuhnya, dihembuskan dari ciuman perempuan ini.

Matanya semakin mendalam, menatap Tifanny Wen, lampu yang menyinari wajah perempuan ini, membuatnya menjadi semakin mabuk akannya, menarik pinggang wanita ini, langsung membuat perempuan ini masuk ke pelukannya, sangat dekat, beserta kepalanya juga sudah menatap perempuan ini.

Tifanny Wen justru langsung berpaling dari bibir lelaki ini, melirik wajahnya, sedikit merasa bersalah berkata: “suamiku…”

“iya.”

“aku ingin mengetahui alasanmu begitu baik terhadapku.” Tifanny Wen dengan nada kasihan.

Ucapan ini, dia tidak bisa untuk tidak menanyakannya.

Meskipun sejak awal, dia merasa kalau Keluarganya ini memaksanya untuk Menikah, dan melihat kalau lelaki ini adalah tunangannya, jadi dia menikahi lelaki ini. Karena dia adalah lelaki baik, jadi dia juga akan baik terhadap istrinya. Di tengah – tengah ini, hanya kewajiban, tidak ada perasaan. Hingga sekarang, begitu mendengar kata “pengganti” itu, membuat dia merasa mungkin karena seseorang baru membuatnya bisa mendapatkan semua ini.

Tetapi Tifanny Wen merasa meskipun lelaki ini tidak mencintai dirinya, tetapi terpikirkan perlakuan lelaki ini terhadapnya, mengapa dia merasa, mungkin lelaki ini… sudah mencintainya. Perbedaan antaranya dan lelaki ini sangat besar, jadi dia tidak percaya diri, juga tidak bertanya dengan harapan.

Tapi hingga sekarang, karena sudah seperti ini, maka pertanyaan ini, juga ditanyakannya dengan berani.

Yang dia inginkan, bukan hanya menghiburnya dengan tubuhnya ini. Yang dia inginkan adalah, hati yang jujur. Sedangkan situasi seperti ini, kebetulan adalah waktu yang tepat untuk “mengobrol”.

“Tifanny…. Aku mencintaimu.”

Akhirnya, Yansen Mu menjawabnya.

Kalimat ini, membuat Tifanny Wen yang sembarang berpikir, seketika menjadi bingung. Otaknya terhenti, merasa kepalanya sangat pusing, seketika, kepalanya menjadi kosong. Di otaknya, hanya ada kalimat tadi yang terus bermunculan.

Meskipun lelaki ini sudah tidak menunggu reaksinya, langsung menggunakan tangannya, menggendong perempuan ini, setelah ditaruh…. Menunggu Tifanny Wen tersadar, baru menyadari kalau dia sudah ada di ranjang, dan menyadari dia sudah ada di bawah lelaki ini.

Bibir Tifanny Wen ditutup, oleh ciuman lelaki ini, dengan auranya yang galak, seakan penuh dengan kekuatan. Ini tidak sama dengan kehangatannya yang sebelumnya.

Hari ini, jelas – jelas lelaki ini masih sangat marah, dengan suara napasnya ini membuatnya sedikit tertekan.

Lelaki ini mencintainya?

Tifanny Wen berpikir kalimatnya tadi, membuatnya sedikit tidak percaya.

Seharusnya dia tidak menjadikannya sebagai pengganti, baru mengucapkan kalimat ini bukan.

“kelak, tidak boleh berdekatan dengan lelaki lagi, ya?”

Yansen Mu tiba – tiba menekan dagu Tifanny Wen, memperingatinya.

Tifanny Wen mengangguk.

Namanya juga bermanja, maka dia harus menurutinya.

Daniel itu, hanya orang luar saja. Mudah jika dia tidak berdekatan dengannya.

Tifanny Wen baru mengangguk, justru menyadari tangan lelaki ini sudah siap merobek pakaiannya. dia mendorongnya, dengan tenaga membalikkan badannya, berusaha saat lelaki ini tidak memperhatikannya membalikkan badan, lalu dia terduduk, memeluk dirinya sendiri dengan erat.

Lalu….

“mengapa kamu tidak mendukung penelitian Helen?” Tifanny Wen bertanya.

Yansen Mu: ……

Pertanyaan yang cepat membuat lelaki ini belum sempat merespons.