Cinta Setelah Menikah - Bab 289 Tidak Boleh Meninggalkanku Barang Setengah Langkah Pun (1)

Ternyata tuan Mu.. sebenarnya dirimu lebih mencintaiku lebih dari yang ku bayangkan, kan?

Ketika Tifanny Wen diam-diam bicara dalam hati, sudah sedari awal Tifanny Wen merangkul leher Yansen Mu dengan tidak rela, cara balasan Tifanny Wen sama dengan Yansen Mu, sangat bebas sampai terasa agak menakutkan, gila...

Menakutkan dan gila. Ketika Tifanny Wen sadar dari rasa tergila-gila itu, tiba-tiba Tifanny Wen merasa kehabisan napas dan sulit kembali sadar. Rasa kehabisan napas itu membuat Tifanny Wen tiba-tiba merasa ingin pingsan.

Tifanny Wen dalam hati terkejut, tidak ada waktu untuk memikirkan perasaan yang larut ini, Tifanny Wen langsung mendorong keras Yansen Mu.

Volume udara yang dihirup Tifanny Wen memiliki perbedaan besar dengan Yansen Mu. Tifanny Wen merasa, jika tetap seperti ini, mungkin dirinya akan sungguhan kehabisan napas.

Tapi Yansen Mu seperti apa yang ditebak Tifanny Wen. Yansen Mu sungguh berada di kondisi kecewa, pria itu seperti sudah lupa kekhawatiran yang lain, saat ini tidak melepaskan Tifanny Wen. Begitu Tifanny Wen mendorong, Yansen Mu semakin takut dan malah memeluk Tifanny Wen semakin erat.

Tifanny Wen merasa kesal sekali.

Dia ingin bernapas!

Kalau tidak bernapas dirinya bisa kehabisan napas.

Tifanny Wen tak berdaya, dalam hati merasa panik, matanya berkedip, matanya bergerak cepat lalu mendorong tangan Yansen Mu lalu melalui celah kecil, membuka kancing kemeja Yansen Mu, tangan Tifanny Wen yang lainnya mengelus leher Yansen Mu, perlahan-lahan melalui leher masuk ke dalam kemeja Yansen Mu.

Di bawah gerakan Tifanny Wen, akhirnya Yansen Mu sadar sesuatu lalu melonggarkan sedikit pelukannya. Yansen Mu menekuk tangan Tifanny Wen lalu mengarahkan ke bajunya. Dengan seperti itu, akhirnya Yansen Mu tidak memeluk Tifanny Wen dengan erat lagi. Tiba-tiba Tifanny Wen merasa dadanya terasa lega, Tifanny Wen mengambil kesempatan sambil menggerakan bibirnya, setelahnya Tifanny Wen langsung membenamkan kepalanya di bahu Yansen Mu, mulutnya terbuka lebar menghirup oksigen.

Saat ini, Tifanny Wen kehabisan napas sampai tidak bisa bicara.

"Tifanny, nantinya kamu tidak boleh meninggalkanku barang setengah langkah pun!"

Ketika Tifanny Wen akhirnya bernapas dengan lancar, Yansen Mu kembali memeluknya erat, menempel pada sisi telinga Tifanny Wen, dengan nada tegas berkata: "Setengah langkah pun, kamu tidak boleh pergi."

"Tuan Mu, aku tidak apa."

Tifanny Wen merasa kecepatan detak jantung Yansen Mu tidak lebih lambat dari barusan.

Kecepatan detak jantung seperti ini membuat Tifanny Wen merasa tidak hanya gugup, tapi juga... takut!

"Tifanny, kamu menakutiku."

Saat Yansen Mu berkata, tangan besar pria itu tiba-tiba dari saku mengeluarkan sebuah ponsel dan gelang. Itu adalah ponsel Tifanny Wen serta pelacak posisi yang dipakainya.

Ketika Yansen Mu memungut ini, pria itu langsung tahu, tidak mungkin Tifanny Wen tanpa sengaja menjatuhkan.

"Tuan Mu, aku sungguh tidak apa-apa. Tidak ada yang terjadi padaku."

Tifanny Wen mematung lalu langsung menekankan, "Tenang. Bagaimana bisa wanitamu begitu mudah terlibat masalah?"

Kecepatan detak jantung Yansen Mu masih belum melambat.

Yansen Mu terdiam, juga tidak bergerak.

Tifanny Wen juga tidak bicara karena Yansen Mu memeluknya. Setelah berjalan lima menit, sepertinya Yansen Mu baru yakin kalau yang dipeluknya nyata. Setelah menghirup napas dalam-dalam, degup jantung Yansen Mu perlahan-lahan melambat.

"Tifanny, nantinya kamu tidak boleh meninggalkanku barang setengah langkah pun." Yansen Mu kembali mengulang ucapannya.

Selesai bicara, tanpa menunggu jawaban Tifanny Wen, Yansen Mu kembali berucap: "Siapa yang berani menyentuhmu, aku akan membuat mereka membayar dengan pantas. Pasti!"

Tifanny Wen terkejut, merasa ucapan pria ini dilingkupi aura membunuh. Aura itu sangat pekat sampai membuat Tifanny Wen saat ini kedinginan.

"Jangan asal berbuat hal bodoh." Tifanny Wen langsung berkata: "Jangan demi diriku kehilangan sikap yang normal."

Yansen Mu terdiam.

Persetan dengan sikap benar, sekarang Yansen Mu tidak memperdulikan apapun.

Tuhan tahu, hari ini dirinya tidak menjemput Tifanny Wen malah menemukan gelang dan ponsel Tifanny Wen di jalanan. Saat itu perasaan Yansen Mu langsung runtuh sampai hampir ingin meluluhlantakkan dunia.

Tetapi, Yansen Mu yang sadar, tidak berbicara lebih lagi tentang 'sikap normal' dan sebagainya.

Kalau tidak, wanita ini tidak akan membiarkan dirinya melakukan apapun.

"Apa yang dia lakukan saat menangkapmu?" Saat ini Yansen Mu menangkupkan kedua tangannya ke wajah kecil Tifanny Xiao, memperhatikan dengan seksama. Setelahnya dari atas sampai bawah meneliti Tifanny Wen. Jika hilang sehelai rambut dari tubuh Tifanny Wen...

"Tidak ada, dia hanya mengajakku makan. Kamu lihat, bukankah aku langsung keluar?" Tifanny Wen tidak berani mengatakan.

"Dia ingin.... dirimu?"

Yansen Mu mengabaikan ucapan Tifanny Wen, tiba-tiba bertanya balik.

Pertanyaannya tidak disangka langsung ke faktanya.

Tifanny Wen mematung, "Tuan Mu, aa...aku... tidak terjadi apapun antara aku dengannya. Aku sudah kabur."

Begitu mendengarnya, Tifanny Wen langsung panik, berusaha menjelaskan. Takut Yansen Mu berpikir Jeremy Fan berbuat sesuatu padanya.

"Sesuai dugaan, dia membuat rencana ini." Tiba-tiba sorot mata Yansen Mu berubah dingin, "Aku langsung tahu!"

Bisa membuat Yansen Mu khawatir adalah kebahagiaan paling besar Jeremy Fan.

Terlebih lagi Tifanny Wen sungguh sangat menarik, bisa membuat orang suka padanya.

Tetapi...

Novel Terkait

See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
5 tahun yang lalu
This Isn't Love

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
4 tahun yang lalu
Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Revenge, I’m Coming!

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Adore You

Adore You

Elina
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu