Cinta Setelah Menikah - Bab 117 Ayah, Ibu, Aku Sudah Menikah (1)

"Biasanya aku tidak mengejar artis, tapi pesonamu begitu besar, orangtuaku setuju aku menjadi penggemarmu."

Ucap pria itu.

"Haha kebetulan sekali Tifanny Wen adalah putri dari direktur Wen. Tidak ku sangka, anak priaku yang tidak berguna ini setiap harinya selalu mencium foto seorang gadis cantik yang di pasang di dinding." Di belakang Reynold Jun berdiri seorang pria yang melihat pemandangan ini lalu tertawa.

Mendengar ucapan tersebut, jelas sekali pria itu adalah ayah Reynold Jun.

Tifanny Wen termangu lalu langsung membalas dengan senyuman, "Paman Jun terlalu berlebihan. Sebuah kehormatan tuan Jun bisa menyukai karyaku."

Paman Jun memperhatikan Tifanny Wen sambil mengangguk puas lalu tiba-tiba menghadap ke Nelson Wen, "Direktur Wen, apakah pernah mempertimbangkan tentang pernikahan anak gadismu?"

Begitu Reynod Jun mendengar, alis pria itu naik. Mana mungkin dirinya tidak mengerti maksud ucapan ayahnya. Keuntungan ayah bisa besar jika ada pernikahan bisnis dengan keluarga Wen, pasti ayahnya sangat bersedia.

Pernikahan bisnis apanya! Dia tidak menyukainya. Tetapi jika pasangannya adalah dewinya... itu sangat bagus!

"Pfft..." diam-diam Helen Mu tertawa, kembali melirik wajah suram pria yang ada di belakang Tifanny Wen, pria itu tak bersuara.

Nelson Wen menjawab dengan tawa ejekan, "Sekarang ini orang tua seperti kita tidak berguna mengkhawatirkan persoalan pernikahan anaknya. Anak-anak muda saat ini memiliki ide masing-masing, mana mungkin kita bisa mengaturnya."

Paman Jun sebenarnya menyangka dengan jawaban ini. Walaupun Nelson Wen adalah seorang pebisnis, pria itu tidak selalu memperhatikan hal-hal busuk. Pernikahan bisnis atau sebagainya, kemungkinan Nelson Wen tidak akan mempertimbangkan. Nelson Wen mempertimbangkan suami anaknya nanti, sepertinya tidak akan menjadikan pernikahan bisnis sebagai tujuan.

Tapi paman Jun juga tidak berkecil hati, hanya tersenyum pada anaknya dan berkata: "Sekarang sudah bertemu dengan idola, apakah kamu tidak ingin foto bersama atau sebagainya?"

Reynold Jun tersenyum melihat Tifanny Wen, "Nona Wen, apakah aku memiliki kehormatan untuk hal itu?"

Tentu saja Tifanny Wen tidak bisa membuat kesal tamu ayahnya, terlebih lagi orang tersebut adalah penggemarnya. Sangat wajar meminta foto bersama. Tifanny Wen pun mengangguk sopan.

Di pesta ulang tahun, Tifanny Wen kembali minum banyak alkohol. Bagusnya acara ini sudah mau selesai. Tidak beberapa lama kemudian, para tamu mulai pergi, Tifanny Wen juga harus pergi ke lantai atas.

Di ruang tamu lantai atas, Nelson Wen melihat kado besar yang diberikan Tifanny Wen padanya, dengan terkejut menatap Tifanny Wen: "New Ball Entertainment?"

"Ya, ayah. Di hari biasa aku syuting dan Febby masih harus sekolah. Aku tidak punya waktu untuk menjadi seorang direktur." Tifanny Wen berkata: "Ayah tanda tangan saja sudah cukup."

Nelson Wen berpikir, mana mungkin dirinya tidak tahu kalau anaknya memberikan kompensasi padanya. Tapi Nelson Wen tidak peduli dengan hal ini, tapi Nelson Wen tahu, menerimanya bisa membuat penyesalan di hati anaknya berkurang sedikit.

Yang terpenting adalah: Impian Tifanny Wen dari awal adalah menjadi artis besar internasional dan bukan menjadi pebisnis. Jika Tifanny Wen tidak melepaskan mimpinya sebagai aktris, tidak mungkin anaknya bisa menjadi seorang bos. Nelson Wen menganggukkan kepala: "Baik. Tapi 《Five Musts》 juga harus selesai syuting. Karya selanjutnya adalah film yang akan dibuat sendiri oleh New Ball Entertainment, yaitu 《Tim Petualang》. Aku tidak memiliki pengalaman dengan perusahaan dunia hiburan dan juga tidak terlalu paham dengan rumah perfilm-an. Jika kamu dan Febby memiliki ide, soal produser langsung kuberikan ke kalian saja."

Tifanny Wen mengangguk, tidak menentang.

"Baiklah. Karena cucuku sudah kembali, jangan terus menerus bicarakan soal pekerjaan, ya?"

Nenek Wen yang duduk di sebelah Tifanny Wen sudah tidak puas, nenek Wen melotot pada Nelson Wen, sambil menggenggam tangan Tifanny Wen berkata: "Kamu kurus! Kamu seperti menganiaya dirimu sendiri. Kamu tidak bagus dalam mengerjakan apapun, hanya mau menjadi artis saja. Demi muncul di televisi, kamu harus kurus lebih dari orang biasa. Aku tebak kamu makan di hari biasa saja tidak kenyang. Gadis tengik ini seakan-akan tidak memiliki masalah!"

"Nenek..."

"Ya benar. Ikuti nenekmu untuk belajar perawatan wajah, bisa mendapatkan uang dan juga merawat tubuh." Nyonya Wen tidak tahan untuk menimpali, "Dari kecil kamu orang yang tidak pernah khawatiran. Dan juga bukankah kamu ingin lanjut sekolah? Kenapa tidak lanjut? Kamu tidak berencana ujian? Pekerjaan memang penting, tapi jika bisa bersekolah beberapa tahun juga akan bagus."

Diam-diam bibi Wang yang berada di samping tersenyum. Dulu nyonya dan nyonya besar selalu mengomel, menantikan nona. Sekarang bertemu orangnya, mereka berdua sudah mulai mengomel pada Tifanny Wen.

Tapi Tifanny Wen sudah terbiasa. Terpisah dua tahun, setelah kembali ke rumah perasaan familiar itu tetap masih ada. Dimarahi oleh ibu dan nenek, dirinya hanya diam tak menentang, hanya diam-diam mengusap keningnya pasrah.

Tifanny Wen melihat waktu. Walaupun dia tidak rela, tapi dia teringat Helen Mu yang masih di bawah menunggunya. Umur nenek tidak muda lagi, begadang tidak baik untuk nenek, Tifanny Wen berkata: "Nek, bu, yah, di hari lain aku akan datang menengok kalian lagi. Sekarang aku harus pulang."

"Kembali? Ini adalah rumahmu. Kamu mau kembali kemana?" Nenek Wen begitu mendengar langsung mendengus, "Besok batalkan saja rumah yang sudah kamu sewa. Karena sudah kembali, tentu saja kamu harus tinggal di rumah. Dari sini pasti tidak jauh dari lokasi syutingmu. Besok suruh supir mengantarmu ke lokasi syuting. Terkait baju ganti dan lainnya, semuanya ada di rumah. Selama dua tahun ini bibi Wang selalu membersihkan kamarmu. Setiap bulan bajumu juga selalu dicuci, semuanya bersih, kamu bisa langsung tinggal di sini."

Saat ini di ruang tamu tidak ada orang, hanya ada beberapa anggota keluarga Wen. Begitu mendengarnya, Tifanny Wen langsung memijat keningnya: "Tapi nek, di rumahku masih ada orang..."

Wajah Tifanny Wen langsung memerah.

Dalam hati berkata, 'sebenarnya aku juga ingin tinggal di sini'.

Novel Terkait

CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
Perjalanan Selingkuh

Perjalanan Selingkuh

Linda
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
The Gravity between Us

The Gravity between Us

Vella Pinky
Percintaan
5 tahun yang lalu
My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
5 tahun yang lalu
Menantu Bodoh yang Hebat

Menantu Bodoh yang Hebat

Brandon Li
Karir
4 tahun yang lalu
Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
5 tahun yang lalu