Cinta Setelah Menikah - Bab 226 Nyonya, Kasihan Tuan (1)

Harus bangun!

Jika tidak, besok tuan akan menjadi orang bodoh!

Aji berpikir seperti itu dalam hatinya, saat menelepon bahkan tangannya juga gemetar.

Akhirnya, telepon itu, tidak di angkat Tifanny Wen.

Aji terkejut, menggigit giginya, terpaksa, dia harus menelepon ke dokter Rans.

Akhirnya justru dokter Rans yang sudah berumur belum tidur, langsung menjawab teleponnya. Aji menjelaskan keadaannya.

Tentu saja dokter Rans berkata akan datang. Tapi saat mematikan telepon dia berkata kepada Aji: “anak muda, habislah kamu!”

Bukankah memang habis!

Tuan tidak memintanya mengundang orang! Tapi itu keputusannya sendiri. Jika tuan tahu kalau dia tidak mendengar ucapannya, pasti akan membunuhnya.

Terpikirkan suasana hati Yansen Mu sekarang pasti tidak baik. Jika suasana hatinya tidak baik maka emosinya akan lebih buruk dari pada biasanya. Tubuh Aji yang merinding kembali mengangkat teleponnya dan menelepon seseorang.

Tidak bisa!

Harus meminta nyonya datang!

“iya.” Telepon tersambung, yang mengangkat adalah Melly.

Yang Aji telepon, adalah Melly.

“nyonya? Ada di mana?”

“Puri Hotel.”

“benar – benar ada di hotel? Benar – benar melalui pintu belakang?” Aji tidak menduga Yansen Mu menebaknya dengan benar. Dia terdiam sejenak, bertanya: “nyonya sudah tidur?”

“iya.”

“kamu pergi membangunkannya.”

“untuk apa membangunkannya?”

“tuan sakit, kamu bujuk nyonya untuk kembali ke Rumah.”

“saudaraku! Ini sudah tengah malam. Bahkan sudah jam 2 subuh. Orang saja sudah tidur nyenyak. Kamu menyuruhku membangunkannya dan memintanya ganti baju lalu keluar?” Melly yang berbicara, merasa tidak tahu harus berkata apa.

Melly tidak tahu masalah Yansen Mu terluka, lebih tidak tahu kalau dia sedang masuk angina. Hanya mengira kalau Yansen Mu demi meminta Tifanny Wen pulang baru membiarkan Aji mengarang alasan. Sekarang hatinya sedang mengejek, tuan benar – benar tidak bisa memanjakan perempuan. Merindukan nyonya juga tidak bisa membiarkannya tidur nyenyak?

Tengah malam seperti ini, pulang untuk apa?

“kenapa? Mengira aku membohongimu? Tuan sekarang sedang panas tinggi, jika besok dia bangun dan menjadi orang bodoh apakah kamu bisa bertanggung jawab?” Aji berkata dengan tegas, selanjutnya berkata: “begini, kamu bantu dulu, jika masalah sudah selesai, anggap saja aku berhutang padamu. Lihat, besok aku akan mentraktirmu makan bagaimana?”

“aku punya uang! Bisa beli sendiri!” akhirnya Melly berkata seperti itu.

Aji:…..

Apakah dia masih perempuan? Lelaki mentraktirnya makan, apakah bisa di bandingkan dengan dia yang beli sendiri?

Harga diri Aji terluka, akhirnya setelah terdiam sekian lama, baru terdengar suara “weh weh weh”

Akhirnya Melly belum mematikan telepon, tapi hanya teridam saja, setelah Beberapa lama kemudian Aji baru mendengarnya berkata: “kamu bilang sendiri dengan nyonya saja.”

“a?”

Aji menjawabnya.

Kali pertama masih tidak tersadar dengan ucapannya.

Tidak lama kemudian, di telepon itu, terdengar suara Tifanny Wen, “halo, Aji, kenapa?”

Ternyata, meskipun suara Melly terdengar dingin. Tapi akhirnya masih membantu membangunkan Tifanny Wen. Meskipun dia tidak punya tenaga, tapi justru memberikan telepon itu kepada Tifanny Wen.

Akhirnya saat Tifanny Wen mengangkat telepon, Aji seperti bisu, tiba – tiba tidak tahu bagaimana membuka mulut.

“nyonya..” Beberapa lama kemudian, baru memanggilnya.

“jika tidak ada masalah aku akan mematikannya.”

“ada masalah. Nyonya, apakah kamu bisa kembali? Tuan sakit, tapi tidak mau memanggil dokter. Sekarang langsung pingsan di kamar. Sepertinya karena darah yang keluar terlalu banyak. Hari ini tuan terus menunggumu di pintu depan Rumah sakit, menunggu hingga subuh, jadi dia belum mengurus lukanya. Sedangkan, dua hari yang lalu dia sudah tidak enak badan. Nyonya, kondisi tuan sekarang benar – benar parah! Masih tidak memintaku mengundang dokter.” Aji berkata.

Ucapan ini, membuat Melly yang mendengarnya dari sebelah langsung memutar bola mata.

Pingsan di kamar?

Jika benar – benar pingsan, pasti langsung memanggil ambulans.

Orang ini benar – benar terlalu berlebihan hingga tidak memakai otak!

Jika nyonya mempercayainya baru aneh.

Akhirnya Tifanny Wen benar – benar tidak mempercayainya, langsung mematikan telepon, tidak mem pedulikannya.

“nyonya, apakah kamu mempercayai ucapannya?” Melly mengira Aji berbohong, dan bertanya.

“tidak percaya.” Tifanny Wen menjawabnya dengan jujur.

Tapi setelahnya Melly menyadari Tifanny Wen bangkit dari tempat tidur, kakinya pelan – pelan berjalan ke lemari pakaian dan mengambil baju lalu menggantinya.

Melly:……

“nyonya, kamu mau?”

“pulang.”

“bukankah kamu tidak percaya?”

Tifanny Wen tidak menjawab.

Tapi Melly dari pandangan perempuan itu, sudah bisa menebaknya.

Tifanny Wen memang tidak percaya. Tapi meskipun tidak percaya, dia merasa sedikit khawatir, meskipun hanya mempercayai Aji sedikit saja, sepertinya, dia bisa hanya berdasarkan sedikit kepercayaannya ini lalu pulang.

Karena, meskipun hanya sedikit kepercayaannya, tetap dapat membuatnya tidak tenang..

Meskipun, sudah terjadi masalah malam ini, yang Tifanny Wen pikirkan adalah, meskipun Yansen Mu sakit, kepulangannya juga tidak akan membantu penyakit lelaki itu. hanya saja, dia tetap mengganti baju dengan cemas.

Sudahlah, meskipun hatinya tidak begitu puas, tapi juga tidak punya alasan untuk menyalahkan tuan Mu, bukan?

Lelaki itu tidak begitu menyayanginya, “hasil perjuangan” yang di berikan kepada dirinya dapat dengan mudah di berikan kepada perempuan yang lain, dan, meskipun lelaki itu tidak cukup mencintainya, apakah perempuan bisa menggunakan alasan “tidak cukup mencintainya” dan menyalahkan lelaki itu?

Tifanny Wen berkata kepada diri sendiri: dia tidak punya hak! Juga tidak punya alasan!

Meskipun, sebenarnya dia bisa cukup yakin kalau lelaki itu mencintainya, hanya saja……. Cintanya tidak sebesar yang dia harapkan.

Tapi, baik dia mencintainya dengan dalam, atau hanya mencintainya sedikit saja, pilihan dan perasaan semuanya adalah pilihan lelaki itu.

Dia tidak bisa mengubah apa pun.

Satu – satunya yang bisa dia ubah, adalah.

Tuan Mu, malam ini, kamu memberi tahuku, menikahi lelaki sebaik apa pun, kesombonganku, kegilaanku, sifat semena – mena, juga harus ku peroleh sendiri!

Jika tidak “sombong karena di cintai”? begitu dia tidak mencintainya lagi, apa yang bisa ku gunakan untuk “sombong?”

…….

Novel Terkait

The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Unplanned Marriage

Unplanned Marriage

Margery
Percintaan
4 tahun yang lalu
Kamu Baik Banget

Kamu Baik Banget

Jeselin Velani
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Berpaling

Cinta Yang Berpaling

Najokurata
Pertumbuhan
3 tahun yang lalu
Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
3 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
3 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
3 tahun yang lalu