Cinta Setelah Menikah - Bab 277 Suamiku, Aku Hamil (1)

Tetapi saat ini Yansen Mu terlihat ingin mengatakan sesuatu tapi malah diam.

“Fanny, kamu tahu pekerjaanku dulu..............” ucap Yansen Mu tiba-tiba.

“Iya.” Tifanny Wen menganggukkan kepala.

“Jadi, ada beberapa masalah di masa laluku yang tidak bisa dihindari.” ucap Yansen Mu.

“Iya?” Tifanny Wen curiga.

Masa lalu? ada beberapa masalah yang tidak bisa dihindari?

Masalah apa? apakah itu membuat seseorang tidak bisa menerimanya?

“Ini..................Iya juga.”

Yansen Mu tiba-tiba mengeluarkan pistol tadi.

Tifanny Wen: ........................

“Jadi, aku tidak ingin kamu dengan ini, aku tidak akan melukaimu. Kamu adalah wanitaku, kamu tidak boleh tidak menerima semua yang ada pada diriku ini.” ucap Yansen Mu.

Tifanny Wen: ....................

“Kamu...............”

Dia mencibirkan mulut, tiba-tiba langsung mengambil pistol tadi, bertanya: “Kamu.............tidak akan mengira aku............takut ini kan?”

Yansen Mu: .................

Bagaimana tidak?

“Masa laluku...........”

“Masa lalumu sangat mengagumkan.” ucap Tifanny Wen memotong pembicaraan.

Perkataan Yansen Mu..............sangat tidak jelas. Sejak kapan dia takut pistol? apa yang dimaksud dengan dia tidak boleh tidak menerima semua yang ada pada dirinya? apakah dia memperlihatkan bahwa dirinya tidak menerima suatu bagian dalam dirinya?

Yansen Mu: ....................

“Mengagumkan?” Dia menangkap kata ini.

Tifanny Wen menganggukkan kepala: “Pernah berperang membunuh musuh, pernah melatih prajurit, pernah menjadi seorang agen mata-mata, pernah terluka................lebih mempesona dibandingkan dengan beberapa hal yang dilakukan aku waktu dulu. Jika dikatakan semuanya, maka itu lebih mengagumkan.”

Yansen Mu: .......................

“Pistol ini..............” Yansen Mu tiba-tiba sedikit gagap, dia menunjuk ke arah benda yang ada di tangan Tifanny Wen.

“Aku barusan merasa tegang dan bersemangat. Aku pertama kali memegang benda ini. Kamu tahu, orang biasa yang mampu memegang benda ini, akan merasa sangat senang.” ucap Tifanny Wen.

Yansen Mu: .................

Senang?

Dia menundukkan kepala, saat ini dia melihat Tifanny Wen sedang melihat pistolnya. Dilihat dari ekspresi wajahnya, sepertinya dia benar-benar...................bersemangat!

Dan bukan takut!

Dia juga mungkin karena dibatasi oleh beberapa pemikiran yang sulit dipecahkan, sehingga dia langsung mengira ekspresi istri kesayangannya ini sedikit berubah menjadi takut.

Hanya saja.....................

“Kamu suka ini?”

Tanya Yansen Mu melihat Tifanny Wen sedang memainkan pistolnya.

“Suka.” jawab Tifanny Wen: “Tetapi aku hanya mengelusnya saja, aku tidak akan sembarangan menggunakannya.”

Yansen Mu terdiam. Baiklah, dia bisa memberikan benda apapun, jika memberi pistol.............maka ini benar-benar tidak sesuai peraturan.

Lagipula, dia berharap Fanny bisa menjalani kehidupan dengan tenang, dia tidak berharap Tifanny Wen bermain dengan benda ini.

Tifanny Wen juga terlihat memakluminya, dengan sangat cepat dia langsung memberikan pistol itu kepada Yansen Mu, lalu meletakkannya kembali. Setelah itu, dia menengadahkan kepala, berkata: “Waktu itu melihat kamu memegangnya, kamu terlihat sangat keren!”

Setelah Tifanny Wen selesai bicara, wajahnya masih memerah.

Dia kenapa..............juga memiliki rasa percaya diri yang begitu berlebihan?

Yansen Mu tiba-tiba bingung.

“Kenapa? melamun kenapa?” kemudian, Tifanny Wen melihat Yansen Mu sedang melihat dirinya melamun.

“Fanny, kamu tidak keberatan?” tanya Yansen Mu.

“Keberatan apa?”

“Misalnya cara aku membalas dendam pada Emi. Juga waktu itu...............”

Sekalinya Yansen Mu membahas ini, raut wajah Tifanny Wen langsung berubah, dia berkata: “Nantinya, aku tidak mengijinkan kamu melakukan hal seperti ini.”

“Kamu marah?”

“Iya. Aku marah.”

Raut wajah Yansen Mu muram.

Ternyata benar.............dia masih merasa keberatan.

“Mereka semua itu tidak berguna. Aku tahu kebanyakan dari pekerjaanmu ini memang menggunakan beberapa cara yang tidak bisa dibayangkan. Tetapi, demi aku, demi beberapa orang tidak berguna itu, kamu mengambil resiko besar untuk melakukan beberapa hal ini, kamu mengotori tanganmu sendiri, aku sangat marah.” ucap Tifanny Wen.

Dia tiba-tiba teringat perasaan dia saat mengetahui masalah Emi melalui telepon.

Dia sedikit jengkel. Pertama, karena beberapa masalah yang dia sembunyikan darinya sejak masalah gelang itu, kedua, karena sayang padanya, tidak tega jika dia mengotori tangannya sendiri.

Jika boleh, Tifanny Wen berharap Yansen Mu sebaiknya menjauhi Jeremy Fan dan komplotannya. Bukan karena takut, tetapi karena dengan hal seperti ini, Yansen Mu akan lebih aman dan tenang.

Jika dia aman, maka Tifanny Wen juga tenang.

Setelah selesai bicara, Tifanny Wen melihat Yansen Mu sedikit tersenyum.

“Kamu.............tersenyum kenapa...........”

Sekalinya Tifanny Wen mendengar suara tawanya ini, tiba-tiba dia merasa tidak nyaman.

Dia selalu tidak bisa mengatakan kata-kata romantis.

Tetapi kata-katanya barusan itu menjelaskan bahwa dia marah terhadap pria ini karena dirinya khawatir padanya dan tidak tega pria ini mengotori tangannya.

“Bodoh...............”

Saat perkataan Tifanny Wen baru diucapkan, tiba-tiba dia mendengar Yansen Mu mengatakan kata ini.

Bodoh?

Tifanny Wen bingung.

“Kamu lah yang..................”

Saat baru ingin memarahi pria ini, tiba-tiba bibirnya saat ini sudah dicium oleh pria ini.

“Tenang saja, Fanny.”

Kemudian, pria ini melepaskan ciumannya, lalu mengatakan beberapa kata.

Tenang saja, Fanny. Beberapa orang itu memiliki catatan tindakan kriminal, hanya saja para pimpinan hanya bisa merahasiakannya dan tidak menyebarkannya karena beberapa sebab, sehingga sebaiknya masalah ini harus diselidiki lebih lanjut. Tetapi pimpinan memberikan hak khusus padaku, aku boleh mengusik beberapa orang itu.

Yansen Mu mengatakan kalimat ini di dalam hatinya secara diam-diam.

Perkataannya ini tidak dapat didengar oleh Tifanny Wen.

Satu-satunya hal yang dapat dirasakan oleh Tifanny Wen saat ini adalah suasana hati pria ini tiba-tiba terlihat begitu gembira, dan juga, tubuhnya semakin lama semakin hangat.

“Kamu.................Bukankah kamu sudah mengantuk?”

Tifanny Wen segera memanfaatkan senggang waktu dari ciuman bibirnya itu untuk mengatakan kalimat ini.

“Sangat bergairah.” ucap Yansen Mu.

Bukankah barusan dia sudah tertidur?

“Sudah cukup sampai disini saja, jangan keterlaluan, hingga tidak melihat situasi.”

Tifanny Wen melanjutkan perkataannya.

Sudah mencium, sudah meraba. Tetapi pria ini kenapa masih................

Pipi Tifanny Wen terasa hangat, dia tidak bisa bergerak karena ditekan di pintu, tubuhnya terjebak oleh permainan ini.

Jika ini didalam kamar, dia juga tidak akan mempersulit perasaannya sendiri. Tetapi disini.............

Sehingga barusan dia memperingatkan Yansen Muu untuk memperhatikan situasi. Dia tiba-tiba mendengar bunyi ‘Krek’. Tubuh Tifanny Wen pun terdorong ke belakang.

Ini..............pintunya terbuka?

Novel Terkait

Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Tere Liye
18+
4 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
3 tahun yang lalu
Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
4 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
The Gravity between Us

The Gravity between Us

Vella Pinky
Percintaan
5 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
3 tahun yang lalu