Cinta Setelah Menikah - Bab 226 Nyonya, Kasihan Tuan (2)

Setengah jam kemudian.

Dokter Rans sudah tiba di kediaman Yansen Mu.

Meskipun pintu kamar tertutup, tapi tidak di kunci. Dokter Rans di bawa oleh Aji menuju ke kamar tidur, membawa kotak obat lalu berjalan ke arah lelaki itu dengan hati – hati.

Dokter Rans juga sangat kesal. Tengah malam seperti ini sudah di minta untuk memeriksa orang. Masih harus sembunyi - sembunyi.

Akhirnya, Yansen Mu yang terlihat seperti sedang tidur, ternyata tiba – tiba duduk.

“a…..”

Dokter Rans dan Aji yang “berjalan diam - diam” langsung terdiam.

“keluar!” Yansen Mu melihat ke dokter Rans, dan melihat kotak obatnya.

Begitu di lihat, sudah tahu siapa dalangnya, dia menyipitkan matanya, dengan nada dingin langsung mengatakan kata itu kepada Aji.

Dingin!

Benar – benar Aji tidak pernah di marahi oleh Yansen Mu seperti ini!

Jelas – jelas, suasana hati lelaki itu saat ini sedang tidak baik. Meskipun menggunakan kata yang datar, tetap dapat membuat Aji merasakan aura dingin.

“dokter, aku tidak apa, hanya mengantuk.”

Hanya saja, sikap Yansen Mu kepada dokter Rans jauh lebih baik, berkata: “sudah malam, dokter pulang istirahat saja. Tidak baik untuk begadang.”

Selesai berbicara, langsung berbaring, dan menutup selimut.

Bukan Yansen Mu tidak ingin mengamuk. Tapi biasanya selain terhadap Tifanny Wen, bagi orang lain dia adalah tokoh seperti “tuan”.

Hanya saja, saat ini dia sudah menahannya. Jelas – jelas karena melihat dokter Rans yang lebih senior.

“dasar, kalau sakit harus di obati.”

Dokter Rans berkata.

Tapi Yansen Mu sudah menutup dirinya dengan selimut, bagaimana pun dia juga tidak enak hati menarik selimutnya.

Dia juga sangat jelas terhadap emosi lelaki ini, dia tidak bisa berbuat seenak hati.

“hanya demam saja. Penyakit kecil. Tidak usah di obati, tidur sebentar saja sudah bisa. Dokter Rans pulang dulu saja, jika begini aku juga tidak bisa tidur.” Yansen Mu berkata.

“kalau begitu luka pisau?”

“darahnya sudah kering. Nanti akan pulih dengan sendirinya.”

“tidak sakit?” dokter Rans bertanya.

“tidak sakit!”

“sudah demam, kepalamu tidak pusing?”

“tidak!” Yansen Mu berkata.

Dokter Rans pasrah. Lelaki itu tidak mau di obati, dia juga tidak bisa berbuat apa – apa. Langkah kakinya terhenti di depan kamar tidur, sesaat tidak tahu harus maju, atau mundur.

Dokter Rans gusar!

Akhirnya saat dia gusar, pintu kamar tidur sudah di ketok.

Yang mengetuk, adalah Tifanny Wen.

Saat sebelum pintu di ketuk, dokter Rans dan Aji sudah mendengar suara hak tinggi perempuan.

Dokter Rans gusar, siapa itu? mengapa masih ada orang? Dengar dari langkah kaki sepertinya itu perempuan?

Kali ini, pintu sudah di kunci oleh Aji tadi. Jadi, orang dari luar, hanya bisa mengetuk pintu.

Ada yang datang, tentu saja Tifanny Wen.

Hanya saja, orang yang mengetuk pintu adalah dia. Tapi yang memakai hak tinggi bukan dia, hanya flat shoes yang sedikit ada haknya saja. Sedangkan orang di depan, saat ini selain dia, masih ada Gina Si yang memapahnya.

Tifanny Wen saat ini tidak bisa bergerak dengan leluasa. Kali ini, kakinya memang terkilir dengan hebat.

Meskipun bisa berjalan, tapi sedikit susah.

Karena itu…..

Sebelumnya, setelah Tifanny Wen mematikan telepon Aji, Aji yang sangat gusar itu terpikirkan alasan ini, tidak jadi meneleponnya kembali.

Sedangkan saat itu, Aji dapat yakin maksud Tifanny Wen saat mematikan telepon adalah tidak akan datang.

Sekarang…..

Aji mengira dirinya sedang berhalusinasi!

Suara ketuk pintu?

Bagaimana bisa ada yang ketuk pintu?

“a… apakah nyonya?”

Aji mengeluarkan suara dengan tidak percaya.

“kamu juga di dalam? Aku tidak bawa kunci kamar. Bukakan pintu.” Tifanny Wen berkata.

“a? perempuan?” dokter Rans masih gusar.

Aji yang sedang gusar sesaat merasa bebas, langsung membukakan pintunya.

Pintu terbuka, yang berdiri di depan pintu, adalah Tifanny Wen.

“nyonya, kamu… sudah malam masih datang. kaki nyonya bagaimana? Sepertinya terluka sangat parah. Aku sudah tahu, nyonya pasti mengkhawatirkan tuan, kakinya terluka begitu parah, sudah subuh juga tetap datang.” Aji begitu melihat Tifanny Wen, nada suaranya terdengar lebih tinggi.

Seakan sengaja membuat seseorang mendengarnya.

Tifanny Wen:…..

Melly:….

Dokter Rans:…..

Novel Terkait

Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
5 tahun yang lalu
My Secret Love

My Secret Love

Fang Fang
Romantis
5 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
Menantu Hebat

Menantu Hebat

Alwi Go
Menantu
4 tahun yang lalu
This Isn't Love

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
4 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
5 tahun yang lalu