Cinta Setelah Menikah - Bab 225 Harus Meminta Nyonya Kembali (2)

“mengapa buru – buru? Hal baik masih di belakang, tunggu saja.”

Tifanny Wen mengatakan kalimat terakhir, lalu mengangkat tangan kepada mereka, menutup jendela, dan meminta Melly untuk menyetir.

Sepanjang tadi, dia bahkan tidak berbicara dengan Gina Si.

Jika biasanya, saat ini Tifanny Wen akan berpesan kepada Gina Si, lalu menjawab masalah yang membuatnya bingung.

Tapi sekarang…….

Suasana hati Tifanny Wen masih terpengaruh oleh Yansen Mu. sama sekali tidak punya suasana hati untuk berbicara. Masalah pekerjaan juga tidak begitu khawatir, otaknya hanya terpikirkan bagaimana bisa tuan Mu melepaskan giok dari tangannya dan memberikannya ke perempuan lain.

Jika, giok itu, adalah hasil kerja keras yang di berikan lelaki itu kepadanya.

Maka….

Apakah hati lelaki itu, dapat berubah dengan cepat?

……

“pulang saja, mengapa terdiam?” setelah Tifanny Wen pergi, Luna Jiang masih melihat Gina Si yang terdiam, berkata: “aku berkata kepadamu, hari ini, kamu jangan kembali ke sekolah. Pulang ke rumahku saja, aku ada kamar, bicarakan masalahmu dengan Queenie Si, dan apa yang terjadi antara Tifanny Wen.”

“aku ikut. Aku juga mau dengar.” Regina Qiu berkata.

“apakah perlu?” Gina Si menyimpan pandangannya, dengan bingung, “aku juga bingung. Weh weh jangan Tarik aku…. Eh, Luna Jiang, bilang kepada sopir untuk pergi ke arah mana? Benar – benar tidak kembali ke sekolah? Jangan, tidak ada hal yang harus di beri tahu. A…. apakah jika tidak setuju kalian akan menjauhiku?”

…….

Rumah sakit, pintu depan.

Sesaat, sudah tengah malam jam satu.

“tuan, jangan tunggu lagi. jika nyonya berencana keluar dari Rumah sakit, pasti sudah keluar. Sekarang saja sudah subuh, seharusnya hari ini dia memilih untuk tinggal di Rumah sakit.”

Aji tetap duduk dalam kursi pengendara.

Dia duduk di sana sudah dua jam, sesekali melihat ke pintu Rumah sakit.

Tidak melihat mobil nyonya dan Melly.

Justru dia melihat, banyak reporter yang menuju ke Rumah sakit.

Hanya saja masalah reporter, Aji tidak tertarik, dia hanya berpikir sudah sangat malam, tidak melihat Tifanny Wen, dia pasti memilih untuk tinggal di Rumah sakit.

Aji khawatir, dia melihat ke arah Yansen Mu, justru melihat Yansen Mu tetap duduk, tidak mempunyai maksud untuk pergi, pandangannya tertuju ke luar jendela.

“tuan…..”

Aji mengeluarkan suara lagi.

Yansen Mu tidak membalasnya.

Aji tercengang, ingin menepuk Yansen Mu. sedangkan kali ini, Yansen Mu kebetulan melirik ke arahnya.

Aji yang baru menjulurkan tangannya, Yansen Mu memalingkan kepala, tidak memperhatikan, kepalanya mengenai tangan Aji.

Aji dengan terkejut menyimpan tangannya, terkejut, “tuan, kamu demam.”

“pulang! Seharusnya dia sudah pergi. Melalui pintu belakang.” Yansen Mu duduk tegap, batuk, tidak mem pedulikan ucapan Aji, langsung berkata.

“tuan, periksa ke dokter dulu.”

“pulang!”

“kalau begitu dokter Rans…..”

“sudah malam. Jangan mengganggunya, pulang!” Yansen Mu mengulanginya, nadanya sudah terdengar dingin, tidak bisa di bantah.

Aji terdiam, tidak berani mengatakan apa pun, hanya mulai menyalakan mobil.

Hanya saja, bagaimana tuan tahu nyonya pergi melalui pintu belakang?

Menebak?

Sepanjang jalan, Aji selalu gusar. Takut setelah pulang, Yansen Mu tidak melihat ada Tifanny Wen di Rumah.

Jika begini, maka nyonya sudah pasti tinggal di hotel.

Akhirnya kekhawatirannya menjadi kenyataan.

Setelah pulang, ternyata memang tidak melihat Tifanny Wen.

Aji melihat raut wajah Yansen Mu yang gelap saat kembali dan melihat kamar yang kosong, perasaannya tambah gusar.

Setelah itu, dia mendengar suara dari kamar tidur tuan, terdengar pintu yang di tutup dengan keras, seperti orang yang menutup pintu dengan melampiaskan kemarahannya.

Suara itu, terdengar biasa, tapi Aji merasa sangat mengerikan.

“benar – benar…..”

Aji menggelengkan kepala, mengeluh tentang susahnya menjadi “bawahan.

Terutama…. Tuan sekarang sedang demam! Luka di badannya masih begitu parah, masuk anginnya juga parah, jika besok dia demam tinggi, bagaimana dia akan bertanggung jawab?

Tidak bisa, dia harus menelepon nyonya, meminta nyonya kembali!

Setidaknya harus memberi tahu kabar tuan yang sakit kepada nyonya!

Aji semakin merasa harus melakukannya. Lalu dia segera mencari tempat yang sepi dan menelepon Tifanny Wen……

Nyonya! Jangan sampai tertidur. Harus angkat!

Novel Terkait

His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu

Love And War

Jane
Kisah Cinta
3 tahun yang lalu

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
3 tahun yang lalu

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
4 tahun yang lalu

Jalan Kembali Hidupku

Devan Hardi
Cerpen
4 tahun yang lalu

Cutie Mom

Alexia
CEO
5 tahun yang lalu

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
4 tahun yang lalu