My Charming Lady Boss - Bab 8 Restoran

Pintu ruangan Direktur baru saja tertutup, tiba-tiba Andri membukanya kembali. Yuni terkejut sampai hampir menjatuhkan celananya.

Baru saja membuka mulut hendak memarahinya, pemuda itu malah cekikikan dan berkata, "Direktur Lin, lebih baik kau mencucinya sebelum dipakai, kalau alergi nanti akan repot sekali, apalagi bagian itu adalah..."

Mendengarnya, Yuni amat kesal sampai meraih pulpen di mejanya dan melemparkannya ke arah Andri, "Keluar!"

Namun, pulpen yang dilemparnya dapat ditangkap sempurna oleh Andri, hal ini membuatnya terkejut.

Andri menutup pintu dan berjaga di depan ruangan Direktur seperti satpam. Ibu jarinya memutar-mutar pulpen yang dilempar Yuni tadi. Setelah bermain sebentar, ia mendekatkan pulpen itu ke hidungnya dan menciumnya, tak disangka pulpen yang pernah dipakai Yuni itu begitu wangi.

Pikirannya mulai berkhayal yang tidak-tidak lagi. Saat ini Yuni sedang berganti celana di dalam ruangannya, ia sebenarnya ingin mengintip, tapi takut ketahuan juga. Ia pun membuang jauh-jauh keinginan itu.

Dea si resepsionis tiba-tiba lewat. Ia heran melihat Andri yang berdiri di depan pintu seperti patung. Ia bertanya penasaran, "Andri, sedang apa kau berdiri di sini?"

Andri tak mungkin mengatakan bahwa Direktur Lin sedang memakai celana di dalam kantor, ia hanya bisa berbohong, "Menikmati pemandangan!"

Dea melihat ke sekeliling, ia kembali menoleh dan berkata, "Dasar sinting!"

Ketika Dea hendak memutari Andri dan mengetuk pintu ruangan Direktur, ia buru-buru menghalanginya.

"Apa yang kau lakukan?" Dea bertanya dengan galak. Ia mengira pemuda itu hendak memegangnya.

Andri menghentikannya, "Kau tidak boleh masuk."

"Kenapa?" tanya Dea.

Andri berkata terbata-bata, "Ya...Direktur Lin sedang menerima telepon yang sangat penting, ia secara khusus memerintahkanku."

Dea terhenyak, ia bertanya curiga, "Bagaimana kau bisa tahu?"

Andri berkata dengan wajah melas, "Tadi aku sduah dimarahi habis-habisan. Kalau kau tak ingin dimarahi, ketuklah dulu pintunya."

Dea setengah ragu bertanya, "Sungguhan?"

Tepat di saat itu, pintu ruangan terbuka. Yuni berdiri di di depan pintu dengan wajah suram. Ia sedang bersiap memarahi Andri ketika dilihatnya Dea sedang berdiri di sana.

"Dea! Ada apa?" terlihat perubahan sikap pada diri Yuni.

Dea berkata sopan, "Direktur Lin, aku sudah menelepon Wakil Direktur, tapi ponselnya tidak aktif."

"Bagaimana dengan manajer yang lain?"

"Tidak aktif juga!"

"Aku mengerti, pergilah."

Dea mengangguk. Sebelum pergi, ia melihat Andri sekilas, ia merasa karyawan baru ini agak tidak beres.

Andri kembali melihat Yuni, tampak celana dalam merah muda itu menerawang di balik rok putihnya, sangat menggoda.

Suara Yuni tiba-tiba membuyarkan lamunan Andri, "Masuk!" perintahnya.

Andri pun masuk ke ruangan Yuni. Ia melihat Yuni sedang bimbang sambil memutar-mutar pulpen di tangannya, sepertinya sedang menghadapi suatu masalah. Tiba-tiba Andri teringat perkataan Dea kepada Yuni tadi, hatinya bertanya-tanya, sebenarnya ada masalah apa dengan para manajer di perusahaan ini.

Saat Yuni menerima kabar bahwa ponsel para manajer itu tidak aktif, hatinya kacau. Mitra bisnis perusahaan ini semuanya mereka yang bertanggung jawab. Kalau sekarang mereka tiba-tiba izin, perusahaan akan kacau. Semua departemen menelepon Yuni meminta keputusannya, tapi urusan perusahaan yang terdahulu semua dipegang oleh Chandra. Sekarang ia yang meneruskannya, tentu terasa sulit.

Ia tahu ini semua adalah ulah Chandra. Tapi ia tak boleh membuat Chandra menertawakannya, ia harus memikirkan cara untuk menyelesaikan masalah ini, kalau tidak bagaimana ia akan berkuasa di perusahaan ini nantinya.

Saat ini perusahaan masih memiliki piutang yang sangat besar. Kalau dalam waktu dekat ini piutang belum dibayar, arus produksi perusahaan akan lumpuh, bahkan mempengaruhi seluruh kinerja perusahaan.

Ia melihat arloji di pergelangan tangannya, waktu yang tersisa tidak banyak. Menurut keterangan petugas Departemen Keuangan, mitra besar ini diurus oleh Chandra sejak dulu, dan hanya dia yang mampu menarik kembali dana itu, karena mitra bisnis itu adalah orang yang tergila-gila akan alkohol. Siapa yang bisa menandingi kemampuan minumnnya, hal apapun akan mudah dibicarakan. Di Dairy Milk LTD, hanya Chandra yang mampu minum banyak dan mampu menemani mitra bisnis ini minum berbotol-botol, sehingga Chandra memperoleh kepercayaan darinya.

Di saat-saat krusial ini, Yuni hanya bisa mengajak Andri, karena kemampuan minumnya sangat buruk, apalagi ia tak mengetahui mitra bisnis ini orang yang seperti apa, kalau sampai dia berbuat sesuatu saat mabuk nanti bagaimana. Maka, mengajak Andri sebagai asisten sementaranya, paling tidak akan membuat sang mitra bisnis tidak berani berulah.

Ia tiba-tiba berdiri dan memerintah Andri, "Ikut aku ke suatu tempat."

"Ke mana?" tanya Andri.

"Aku bilang pergi ya pergi, banyak omong sekali," ujar Yuni galak.

Andri tak berani bertanya lagi. Ia pun mengikuti Yuni keluar kantor tanpa tahu apa-apa.

Andri berdiri menunggu di persimpangan Park Central. Sebuah mobil Audi A4 warna merah pelan-pelan berjalan ke arahnya. Andri tak melihat dengan jelas Yuni yang duduk di dalamnya sampai mobil ini berhenti di hadapannya. Yuni menurunkan kaca mobil dan berkata, "Masuk!"

Andri tidak segera masuk. Ia mengamati mobil Audi A4L ini dengan teliti ia ingat mobil ini adalah model mewah keluaran tahun 2015, harga pasarnya mencapai tiga ratus sekian ribu dollar. Audi A4L ini sangat dikemari kaum wanita, terutama wanita karier cantik seperti Yuni ini.

Setelah masuk, Andri menyadari bahwa masih ada banyak plastik pelindung yang belum dilepas. Ia menebak mobil ini pasti belum lama dibeli oleh Yuni.

Ia tak menyangka, wanita yang seumuran dengannya ini ternyata begitu kaya, kemampuan kerjanya pasti luar biasa, kalau tidak bagaimana bisa menduduki posisi direktur utama. Andri sama sekali tak memahami latar belakang Yuni.

Dalam sekejap, Audi merah yang dikemudikan Yuni berjalan meninggalkan Park Central, ia berputar sebentar lalu meluncur ke arah sebaliknya.

Audi meluncur di jalanan Nanjing selama 10 menit sebelum berhenti di parkiran sebuah restoran besar.

Restoran ini bernama Swiss Bell, pintunya dihiasi ornamen emas yang mewah. Sekali dilihat langsung tahu kalau ini adalah restoran kelas atas.

Yuni melepas sabuk pengaman dan berkata kepada Andri yang duduk di sebelahnya, "Turun!"

Setelah Andri turun, Yuni melihatnya sekilas, ia menyadari kalau pemuda ini lumayan juga, tiba-tiba muncul ide di kepalanya. Ia berjalan ke sisinya, lalu berkata, "Hari ini identitasmu adalah manajer Departemen Pemasaran, mengerti?"

Kalau sampai mitra bisnisnya tahu Andri hanyalah pegawai biasa, ia pasti akan berpikir macam-macam tentang hubungan mereka berdua.

"Manajer?" Andri terhenyak. Ia merasa seperti aktor, sebentar menjadi asisten, sebentar menjadi manajer.

Yuni mengangguk, "Hari ini kita datang menagih pembayaran, kalau tidak berhasil, gaji kalian bulan depan tak akan bisa cair," katanya serius.

Mendengar hal itu, Andri mengerti. Pembayaran ini ada hubungannya dengan gajinya, jadi ia harus membantu perusahaan utnuk memintanya kembali.

Ia buru-buru berkata kepada Yuni, "Direktur Lin, tunggu saya sebentar."

"Kau mau ke mana?" Tanpa menunggu respon Yuni, pemuda itu langsung berlari.

Yuni berdiri sambil memandang arloji di pergelangan tangannya. Waktu bertemu dengan mitra bisnis hanya tersisa 30 menit lagi.

Beberapa menit kemudian, Yuni melihat Andri berlari kembali. "Kau ke mana saja?" tanyanya kebingungan.

Andri meringis dan mengeluarkan sebilah pisau dapur dari genggamannya. Ia berkata garang, "Kalau mereka tak memberikan uangnya, akan kuhabisi mereka!"

Melihat pisau dapur di tangan Andri, Yuni panik setengah mati. Ia takut terlihat oleh polisi patroli, lalu buru-buru berkata, "Siapa yang menyuruhmu membelli pisau? Kita akan menagih pembayaran!"

Andri berkata tak mengerti, "Bukankah akting menagih utang di televisi selalu seperti ini?"

Yuni tak tahu harus berkata apa lagi, dengan dongkol ia berjalan masuk ke restoran.

Andri menyembunyikan pisaunya kembali. Ia sekarang kehabisan uang. Pisau ini juga dibeli dengan uang. Setidaknya sepulang kerja nanti ia bisa membawanya pulang untuk memotong buah.

Ia mengikuti Yuni masuk ke dalam restoran, tiba-tiba terdengar suara "klontang". Pisau yang disembunyikan Andri terjatuh di atas lantai yang licin, suaranya terdengar jelas, dan kebetulan juga terjatuh di depan 2 orang petugas keamanan. Sorot mata kedua satpam ini pun jatuh pada pisau mengkilat itu.

Novel Terkait

Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
5 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
5 tahun yang lalu
Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
5 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Cinta Dan Rahasia

Cinta Dan Rahasia

Jesslyn
Kesayangan
5 tahun yang lalu
Mr CEO's Seducing His Wife

Mr CEO's Seducing His Wife

Lexis
Percintaan
4 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
4 tahun yang lalu