My Charming Lady Boss - Bab 507 Di Ujung Nyawa

Tak ada yang menyangka hal ini akan terjadi. Di detik ketika pistol Rose terjatuh di atas panggung duel, banyak orang mengira bahwa Rose pasti mati, bahkan Kak Lily pun berpikir begitu.

Namun kejadian berikutnya membuat semua orang terkejut, bahkan Andri sampai berpikir kalau Rose memungut sendiri nyawanya.

Dor! Dor! Dor! Lawan Rose tidak melunakkan hati. Bibirnya menyunggingkan senyum bangga saat melihat pistol Rose jatuh. Tangannya yang memegang pistol terarah pada tubuh Rose, menembaknya 3 kali berturut-turut.

Rose hendak memungut pistolnya kembali, namun melihat peluru datang ke arahnya, ia merasa kalau peluru itu seharusnya mengenai kepalanya.

Ia menghindari peluru itu sekuat tenaga. Dua peluru pertama berhasil dihindarinya, namun peluru ketiga hampir saja mengenai jantungnya. Rose memiringkan tubuh, menerima peluru itu dengan lengannya untuk melindungi jantung.

Sang lawan menembak 4 kali. Tembakan pertama mengenai pergelangan tangan kanan Rose, sementara tembakan kedua mengenai lengan kanannya. Darah segar mengalir dari lengan hingga ujung jarinya, perlahan menetes ke tanah.

Keduanya berdiri berhadap-hadapan selama beberapa detik. Rose bersalto di atas arena. Meskipun tangan kanannya terluka, tapi ia menahannya. Kedua kakinya melompat ke sana kemari. Sang lawan menembak 5 kali, 2 peluru mengenai Rose, masing-masing di kaki dan punggungnya. Rose langsung berlutut dengan satu kaki, darah segar mengalir dari lututnya.

Melihat hal itu, lawannya yang memegang pistol jadi ragu. Ia hendak membunuh Rose dengan 1 tembakan, namun tak tega.

Saat itulah, suara Lily bergema, "Bunuh dia! Cepat bunuh dia!"

Mendengar hal ini, sang lawan pun berkata, "Maaf, Rose!"

Setelah itu ia langsung melepaskan 3 tembakan. Ketiga peluru itu melesat cepat ke arah dada Rose, cepat sekali hingga mengagetkan semua orang. Rose bahkan sudah bisa mencium bau kematian yang mendekatinya. Rasa panas ketika peluru menembus dadanya membuat Rose mendongak ke belakang tanpa sadar. Dua peluru melesat di atas kepalanya, peluru ketiga melesat di pinggir wajahnya. Rasa sakit itu membuat pipinya serasa terbakar.

Sang lawan sama sekali tak menyangka kalau Rose bisa menghindari 3 peluru terakhirnya.

Menyadari kesalahannya, ia hendak mengambil pistol Rose, namun terlambat. Pistol itu berada di dekat Rose. Rose meraihnya dan menggenggamnya dengan tangan kiri.

Tubuh sang lawan seketika menegang. Rose yang memegang pistol dengan tangan kirinya mengatakan satu kalimat terakhir, "Kak Lily pernah berkata. Dalam menghadapi lawan, jangan pernah ragu, kalau tidak kau yang akan mati."

Setelah berkata begitu, dengan harapan hidup terakhir yang disisakan langit kepadanya, Rose tanpa ragu mengarahkan tembakannya ke kepala lawan. Ia tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.

Dor! Dor! Rose melepaskan kedua belas peluru dalam sekali tembak. Tembakan pertama diarahkan ke kepala lawan, namun lawannya -sama seperti dia- menghindari peluru itu.

Jadi, pada tembakan kedua, Rose mengarahkannya ke kaki lawan. Dengan menembak kakinya, ia tak akan kesulitan membidik jantung dan dadanya.

Awalnya, saat lawan membidik Rose, ia hanya memikirkan untuk membidik kepala Rose dan mengakhiri nyawanya. Tapi Kak Lily mengajari mereka untuk melindungi jantung dan kepala dengan bagian tubuh lain saat diperlukan.

Tepat setelah kedua kaki lawan tertembak dan ia terjatuh, Rose dengan cepat menekan pelatuk.

Dor! Dor!

Peluru menembus dada lawan, meninggalkan beberapa lubang di sana. Sang lawan langsung terjatuh ke belakang dengan mata terbelalak. Dahinya mengucurkan banyak darah. Ia tewas di tempat.

Melihat lawannya telah tewas, Rose pun terjatuh ke belakang. Pistol di tangannya turut jatuh ke atas arena. Ia hanya mendengar suara Kak Lily bergema melalui alat pemancar.

"Duel kedua, Rose menang!"

Tak lama kemudian, Rose samar-samar melihat sebuah helikopter mendarat di atas panggung. Beberapa petugas medis berjalan ke arahnya, lalu mengangkat tubuhnya ke atas helikopter.

Sementara, jasad lawannya dilemparkan begitu saja ke dalam lubang viper.

Jasad itu langsung menghilang di tengah tumpukan ular berbisa.

Saat Rose dibawa pergi, suara Lily kembali terdengar. Duel ketiga adalah giliran Andri. Ia dan seorang anak laki-laki yang lebih muda setahun darinya dibawa ke arena yang basah dengan menggunakan helikopter. Melihat ular berbisa di bawah panggung, kaki mereka mulai melemas.

Karena mereka laki-laki dan usia mereka paling tua di antara yang lain, Lily menambah tingkat kesulitan pada duel ketiga. Ia memerintahkan petugas helikopter untuk menutup mata kedua anak itu dengan kain hitam, lalu memberi mereka pistol dengan 8 butir peluru dan golok yang digunakan Laver tadi.

Syarat pertandingan adalah mereka boleh menggunakan senjata di tangan untuk mengalahkan lawan.

Tapi, dengan mata tertutup, mereka sama sekali tak bisa melihat posisi lawan. Mereka hanya bisa mendengarkan dengan telinga. Tapi, kalau mereka salah melangkah, mereka bisa terjatuh ke bawah panggung dan mati digigit ular berbisa. Mengerikan bila dibayangkan.

Lily mulai menghitung mundur.

"Lima, empat, tiga, dua, satu... Mulai..."

Senjata keduanya adalah pistol di tangan serta golok yang diselipkan di pinggang.

Setelah hitungan berakhir, keduanya tidak mulai menembak, karena begitu melepaskan tembakan, mereka akan membocorkan posisi mereka. Keduanya mendengarkan dengan seksama. Tidak ada yang bergerak karena takut langkah kaki mereka terdengar. Keduanya hanya bisa menunggu lawan membuka kesempatan.

Tiga detik kemudian, Andri hanya bisa mendengar suara angin berhembus. Selain itu, tidak ada suara lain.

Namun, duel mereka dibatasi waktu. Kalau duel tidak berakhir dalam 10 menit, maka keduanya akan mati.

Jadi mereka tidak bisa menunggu lagi. Saat ini 1 menit telah berlalu.

Andri menarik napas panjang, perlahan menarik golok dari pinggangnya tanpa mengeluarkan suara apapun.

Dengan mengandalkan ingatannya, Andri melempar golok itu sekuat tenaga ke arah lawan.

Begitu mendengar ada suara, lawan pun segera mengeluarkan pistolnya dan melepas dua tembakan ke arah sumber suara.

Dor! Dor! Dua butir peluru melesat ke arah golok yang dilemparkan Andri dan menjatuhkannya ke tengah arena.

Andri juga melepaskan 2 kali tembakan ke arah sumber suara. Satu peluru mengenai lengan lawan, sementara yang satunya lagi meleset.

Setelah melepas tembakan, Andri segera mengatur posisi. Ia berguling satu kali tanpa tahu berguling ke arah mana. Sebenarnya, ia telah berada di pinggir arena, hanya saja karena matanya tertutup, ia jadi tak bisa melihat sama sekali. Andai dia bisa melihat, bahkan rambutnya pun pasti akan berdiri ketakutan.

Saat Andri berguling di tanah, ia juga mengeluarkan suara. Lawan pun melepaskan tembakan berturut-turut ke arah Andri.

Andri tidak tinggal diam. Ia juga melepaskan tembakan ke arah sumber suara.

Suara tembakan berkali-kali terdengar. Saat suara tembakan itu hilang seluruhnya, Andri merasa ada bagian tubuhnya yang sakit sekali. Ia merabanya. Pahanya tertembak, juga pundak dan perutnya.

Meskipun matanya tertutup, ia bisa merasakan kalau darah tak berhenti mengalir keluar dari tubuhnya. Ia tak tahu apakah tembakannya mengenai lawan. Sayup-sayup ia bisa mendengar desahan napas lawan. Sepertinya dia juga berhasil melukainya. Ketika Andri hendak melanjutkan menembak lawan, ia baru menyadari kalau pelurunya telah habis.

Begitupun dengan sang lawan. Ia berkali-kali menarik pelatuk, namun hanya terdengar suara 'klik-klik'.

Dari suara itu, Andri memperkirakan kalau lawan mungkin hanya berjarak 2 meter darinya. Ia meraba-raba tanah untuk mencari goloknya, namun tak kunjung ketemu. Ia malah mendengar lawan mengeluarkan golok besar dari pinggangnya.

Pada detik itu, Andri tahu ia tak boleh mati di sini. Ia pun mencoba berdiri di atas arena.

Jarak keduanya tidak sampai 2 meter. Lawan menajamkan telinganya, mencoba memastikan posisi Andri.

Detik berikutnya, lawan yang telah memegang golok itu langsung menghunuskannya ke arah Andri berada.

Andri mendengar dengan seksama. Ia seperti mendengar suara golok yang membelah udara itu. Tanpa sadar, Andri pun menghindar. Golok terasa berkelebat di sisi wajahnya. Ia bahkan bisa mencium bau anyir darah dari golok itu.

Sang lawan juga tahu kalau tusukannya meleset. Ia segera memberi Andri banyak tebasan mendatar ke arah perutnya,. Andri hanya bisa menebak melalui suara. Ia tak bisa bergerak mundur dengan mudahnya. Bagaimana kalau di belakangnya ada lubang yang dalam tak berdasar?

Dalam kepanikan, ia pun terpaksa menangkap golok itu dengan tangan kirinya.

Tak disangka, Andri tepat mencengkeram ujung golok. Berhubung cengkeramannya amat kuat, darah segar pun langsung mengalir dari kelima jarinya. Andri merasakan kesakitan yang luar biasa.

Tepat saat itu, Andri menyadari kalau sang lawan hendak menendangnya. Ia dengan cepat mengulurkan tangan kanannya. Seperti cakar elang, ia mencekik tenggorokan lawan untuk menewaskannya.

Namun, saat Andri mencekik dengan tangan kanannya, sang lawan juga mencengkeram pergelangan tangan Andri dan berusaha untuk melepaskan cekikannya. Dua orang itu mulai adu kekuatan. Sang lawan bahkan berusaha sekuat tenaga menginjak kaki Andri.

Keduanya berduel, tak ada yang mau mengalah.

Akhirnya, keduanya terjatuh ke atas tanah. Mereka berguling berpelukan. Andri berhasil menaiki tubuh lawan. Ia ingin mencekiknya dengan kedua tangan mati, tapi sang lawan tak mau kalah. Ia mencubit luka Andri yang sedang mengeluarkan darah. Rasa sakitnya membuat Andri berteriak mengerikan.

"Aahhh!"

Saat Andri berteriak, sang lawan langsung menendang perut Andri keras-keras, menendangnya sampai terpental ke pinggir panggung arena. Tubuh Andri meluncur hingga separuh bagian tubuhnya keluar dari panggung. Kalau bukan karena refleksnya yang cepat, Andri mungkin telah terjatuh ke dalam lubang viper.

Novel Terkait

Akibat Pernikahan Dini

Akibat Pernikahan Dini

Cintia
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Berpaling

Cinta Yang Berpaling

Najokurata
Pertumbuhan
4 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
3 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
I'm Rich Man

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu