My Charming Lady Boss - Bab 375 Perubahan Besar

Yuni Lin tidak tahu apa yang diminta oleh Andri Chen, dan bertanya dengan penasaran, "Apa itu?"

Bantuan ini! Andri Chen memang sedikit tidak enak hati mengatakannya. Terutama di saat ini, dia dan Yuni Lin sudah berbeda dari dulu. Dia tidak tahu bagaimana pikiran Yuni Lin.

Melihat Andri Chen diam saja, Yuni Lin bertanya lagi, "Andri, ada apa? Kalau memerlukan bantuanku, katakan saja, kalau bisa pasti aku akan membantu."

Mendengar itu, Andri Chen menarik napas dalam, tapi tetap mengumpulkan keberanian dan berkata, "Yuni, jadi begini, aku ... mamaku sudah datang ke Nanjing. Kamu tahu orang tua, kalau sudah sampai pada umur seperti itu, maka akan menantikan cucu. Jadi memaksa menikah juga sudah merupakan kebiasaan mereka, setiap hari memaksaku menikah. Aku ingin memintamu untuk pura-pura menjadi pacarku, menghadapi mereka."

Mendengar perkataan Andri Chen dibutuhkan waktu satu menit. Tapi Yuni Lin sedikit tidak mengerti dan bertanya dengan bingung, "Andri, kamu sekarang begini, kenapa masih mau membohongi ibumu? Tinggal suruh Rossa yang pergi saja, bukannya mudah?"

Mengungkit tentang Rossa Du, Andri Chen menjadi berkata dengan sedikit terbata-bata, "Rossa ... Rossa, dia ..."

Andri Chen benar-benar tidak tahu harus bagaimana menjelaskannya. Karena Rossa Du tidak ada di Nanjing, bahkan dimana wanita itu sekarang, dia juga tidak tahu.

Mendengar perkataan Andri Chen, Yuni Lin bertanya dengan cemas, "Rossa kenapa?"

Melihat ekspresi Yuni Lin, sepertinya wanita itu mengira terjadi sesuatu pada Rossa Du. Andri Chen terpaksa menjelaskan, "Rossa tidak apa-apa, hanya saja ... hanya saja dia tidak berada di Nanjing sekarang."

"Pergi kemana?" Yuni Lin bertanya dengan penasaran.

Di saat ini, Andri Chen hanya bisa berbohong pada Yuni Lin, "Rossa pergi bekerja ke luar kota, perlu beberapa bulan untuk kembali."

"Selama itu?" Yuni Lin sedikit terkejut.

Andri Chen mengangguk, "Iya."

Yuni Lin mengangguk mengerti dan lanjut berkata, "Kalau begitu, kamu tinggal jelaskan saja pada ibumu, bukannya mudah?"

Andri Chen menjelaskan, "Masalah ini aku selalu sembunyikan dari orang tuaku. Selain itu ibuku memberiku peringatan terakhir. Kalau besok tidak membawa pacar bertemu dengannya, maka dia akan mengira aku berbohong. Bahkan memaksaku pergi ke perjodohan. Orang yang dijodohkan juga sudah ditetapkan. Kamu tahu bukan, aku tidak suka dijodohkan."

Andri Chen sengaja memperparah kondisinya, kalau tidak Yuni Lin tidak akan percaya.

Mendengar itu, Yuni Lin sedikit ragu. Karena masalah ini, Yuni Lin sedikit tidak enak hati. Ditambah ada Rossa Du. Kalau sampai terjadi salah paham, maka akan sangat sulit lagi dijelaskan. Apalagi demi Andri Chen, Rossa Du sudah berkorban begitu banyak. Yuni Lin tidak ingin membuat Rossa Du benci padanya.

"Andri, kalau begitu takutnya tidak baik deh." Yuni Lin berkata dengan susah.

Melihat Yuni Lin menolak, Andri Chen tentu tidak langsung menyerah, malah terus memohon, "Yuni, tolonglah bantu aku! Kalau kamu tidak bantu aku, ibuku pasti akan memaksaku untuk pergi ke perjodohan."

Saat Andri Chen memohon, bahkan hampir berlutut pada Yuni Lin. Dalam masalah ini, Andri Chen mau bertindak lebih egois sedikit. Kalau sampai ibunya suka pada Yuni Lin, maka dia akan ada kesempatan bersama Yuni Lin.

Andri Chen memohon begitu lama, akhirnya Yuni Lin menyetujui.

"Baiklah! Aku berjanji padamu. Tapi aku hanya membantumu sekali ini saja."

Mendengar itu, Andri Chen sangat senang bahkan hampir mau mencium Yuni Lin. Tapi dia tetap menahannya dan hanya tersenyum, lalu tidak hentinya berterima kasih, "Yuni, terima kasih ya. Kamu sudah memberikan bantuan yang sangat besar."

Yuni Lin menjawab, "Andri, untuk apa begitu sungkan padaku. Kamu sudah lupa ya, kita itu teman. Teman baik seumur hidup."

Andri Chen tidak tahu bagaimana pikiran Yuni Lin. Tapi di hatinya, bukanlah seperti itu. Dia tidak ingin menjadi teman baik seumur hidup dengan Yuni Lin, melainkan sepasang suami istri. Tentu saja perkataan seperti itu, tidak akan begitu mudah dia ucapkan pada Yuni Lin.

Di saat Andri Chen tidak tahu harus berkata apa, Yuni Lin tiba-tiba berdiri dan berkata, "Andri, kamu duduk sebentar. Aku pergi cuci piring dulu."

Mendengar itu, Andri Chen langsung berdiri. Sambil membantu Yuni Lin membereskan meja, sambil berkata, "Aku bantu kamu."

"Tidak usah, tidak usah." Yuni Lin menolak.

Andri Chen tetap bersikeras, "Kamu sudah memberiku bantuan begitu besar, jadi bantuan kecil seperti ini, aku harus membantumu."

Baru saja Yuni Lin mau menolak lagi, Andri Chen sudah membawa piring dan mangkok menuju dapur. Yuni Lin terpaksa menggunakan lap membersihkan meja, lalu pergi ke dapur.

Andri Chen sibuk mencuci piring di tempat cuci piring, sambil menyabuni piring, sambil memuji, "Yuni, makanan buatanmu benar-benar enak. Kedepannya aku akan sering datang menumpang makan."

Mendengar itu, Yuni Lin menjawab dengan senang, "Ok!"

Bersamaan saat mengobrol, Yuni Lin juga tidak diam saja. Dia membantu Andri Chen menyiram piring yang sudah diberi sabun.

Melihat itu, Andri Chen inisiatif menyerahkan piring yang sudah disabunkan kepada Yuni Lin. Karena Yuni Lin tidak memperhatikan, malah bersentuhan dengan tangan Andri Chen, dia pun menarik kembali tangannya dengan cepat, lalu berkata dengan canggung, "Kain lap sudah tidak ada, aku ambil dulu."

Selesai berkata, Yuni Lin pergi dari dapur.

Andri Chen melihat kepergian Yuni Lin begitu saja. Hatinya sangat kacau, tidak tahu harus berbuat apa. Terkadang dia tidak tahan untuk pergi memeluk Yuni Lin, sama seperti saat di bandara Kota D, Yuni Lin bersandar pada bahunya, betapa indahnya saat itu. Dia sangat merindukan saat itu. Tidak tahu kapan, mereka baru bisa mendobrak lapisan itu.

Tidak lama kemudian, Yuni Lin membawa kain lap piring kembali ke dapur, Wanita itu berdiri di samping Andri Chen, tapi jauh sedikit dari Andri Chen. Yuni Lin mengelap piring, sedangkan Andri Chen lanjut mencuci piring.

Dalam keheningan, Andri Chen akhirnya tidak tahan dan berkata, "Yuni!"

Yuni Lin menengadahkan kepala, lalu menjawab, "Ya?"

Melihat Andri Chen tidak berkata apa-apa lagi, Yuni Lin bertanya dengan penasaran, "Kenapa?"

Andri Chen berpikir sebentar lalu bertanya, "Yuni, usiamu juga sudah tidak muda lagi, apa kamu tidak berencana untuk menikah?"

Yuni Lin tertawa dan menjawab, "Lihat saja nanti! Tidak usah buru-buru. Kalau tidak bertemu orang yang cocok, rasanya aku tidak akan menikah."

Mendengar ini, Andri Chen sedikit tidak senang, "Mana boleh tidak menikah?"

Yuni Lin berkata dengan acuh tak acuh, "Apa masalahnya? Menurutku satu orang luamayan enak kok."

"Apanya yang enak. Satu orang sangat kesepian tahu. Saat makan pun tidak ada orang yang bisa diajak bicara. Apanya yang bagus." Andri Chen terus bersikeras.

Mendengar sampai sana, Yuni Lin segera mengalihkan pembicaraan, "Ya sudah, tidak usah berkata lagi. Kita bicarakan yang lain saja."

Andri Chen tahu Yuni Lin tidak bersedia meneruskan topik ini, jadi tidak berkata lagi.

Piring-piring di dapur juga sudah selesai dicuci. Mereka kembali ke ruang tamu. Setelah itu, Yuni Lin inisiatif menuangkan segelas air pada Andri Chen. Keduanya duduk di atas sofa sambil menonton TV.

Andri Chen meminum dua teguk air yang Yuni Lin tuangkan untuknya. Dengan ujung matanya, Andri Chen melihat Yuni Lin, tidak disangka malah ketahuan oleh wanita itu. Yuni Lin menoleh lalu bertanya, "Ada apa?"

Andri Chen sedikit panik dan mengalihkan pembicaraan, "Apa terbiasa tinggal di sini?"

Mendengar ini, Yuni Lin sedikit bingung, tapi tetap menjawab, "Ini adalah rumahku. Aku tinggal di sini, mana mungkin merasa tidak terbiasa!"

Andri Chen mengangguk-anggukan kepala lalu bertanya, "Kalau begitu, besok kamu jam berapa pulang kerja? Aku mau jemput."

Yuni Lin menoleh pada kalender yang tergantung di dinding, lalu membalikkan kepala dan berkata, "Besok akhir pekan, tidak usah bekerja."

"Kalau begitu besok pagi aku panggil kamu. Aku pulang dulu ya." selesai berkata, Andri Chen minum kembali satu teguk air dan segera berdiri. Kemudian dia meletakkan kembali gelas ke atas meja.

Yuni Lin melihat jam di atas layar TV, lalu berkata, "Sekarang baru jam 8, duduk dulu sebentar baru pulang!"

Andri Chen ingin terus duduk di sini, tapi rasanya dia sangat tidak nyaman. Dulu saat datang ke sini, dia sama sekali tidak ada perasaan seperti itu. Sekarang duduk di samping Yuni Lin, dia selalu tidak bisa mengontrol dirinya sendiri. Selalu ingin memeluk Yuni Lin. Karena selama satu tahun ini, rasa rindunya pada Yuni Lin melebihi apa yang bisa dideskripsikan. Dia takut kalau dia terus berada di sisi Yuni Lin, dia akan melakukan hal-hal yang diluar batas. Agar masalah seperti itu tidak terjadi, dia memutuskan untuk pulang ke rumah saja.

Andri Chen menolak dengan kejam, "Aku harus kembali untuk mandi. Akhir-akhir ini sedikit lelah, ingin pulang lebih cepat."

Yuni Lin tidak menahannya lagi, menganggukan kepala lalu berjanji, "Baiklah! Cepatlah istirahat. Besok siapa yang bangun duluan, dialah yanng membangunkan duluan. Akhir pekan biasanya aku suka malas bangun."

"Baik. Aku pulang dulu." selesai berkata, Andri Chen berbalik lalu berjalan menuju pintu rumah Yuni Lin.

Yuni Lin sambil tetap memegang remote TV ikut berjalan keluar. Saat berdiri di pintu, Andri Chen yang sudah sampai di depan rumahnya menghentikan langkah, lalu berbalik dan melihat ke arah Yuni Lin. Andri Chen berkata dengan perhatian, "Yuni, jangan lihat sampai terlalu malam, tidur lebih cepat. Kalau sampai ada sesuatu, ingat ketuk pintu rumahku."

Yuni Lin mengangguk, "Baiklah, aku sudah tahu. Kamu cepat pulang sana!"

Andri Chen membuka pintu rumahnya dengan kunci, dan saat mau menutup pintu, dia melambaikan tangan pada Yuni Lin, setelah itu mengucapkan, "Selamat malam!"

Saat Andri Chen menutup pintu, dia tidak langsung masuk, melainkan mengintip pada lubang kunci ke luar. Yuni Lin yang berdiri di luar pintu juga tidak buru-buru menutup pintu, melainkan berdiri di depan pintu, dan bersender pada pintu. Sambil menggoyangkan remote, Yuni Lin seperti sedang berpikir tentang sesuatu.

Tidak lama kemudian, Yuni Lin baru menutup pintu rumahnya sendiri.

Seketika, lorong berubah menjadi sangat gelap. Andri Chen dari lubang pintu juga tidak dapat melihat apa-apa lagi. Hanya bisa samar-samar mendengar suara TV dari rumah Yuni Lin.

Akhirnya, Andri Chen menarik napas dalam dan bersandar pada pintu rumahnya sendiri. Benaknya berpikir, besok membawa Yuni Lin bertemu ibunya. Dua tahun lalu, itu adalah keinginannya. Sekarang sudah bisa terlaksana, tapi hubungannya dengan Yuni Lin malah mengalami perubahan yang sangat besar.

Novel Terkait

Predestined

Predestined

Carly
CEO
4 tahun yang lalu
Jalan Kembali Hidupku

Jalan Kembali Hidupku

Devan Hardi
Cerpen
4 tahun yang lalu
Chasing Your Heart

Chasing Your Heart

Yany
Dikasihi
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
4 tahun yang lalu
Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
 Istri Pengkhianat

Istri Pengkhianat

Subardi
18+
4 tahun yang lalu