My Charming Lady Boss - Bab 193 Sebuah Pertarungan Sengit

Rossa yang sedang duduk di atas sofa segera berdiri dan menggelengkan kepala sambil mencegah Andri: “Andri, jangan!”

Melihat Rossa yang sedang kepanikan, Tuan Jiang kembali menggoyangkan gelas anggur, dan berkata sambil tersenyum: “Aku ini orangnya suka dengan dua benda! Pertama adalah anggur, kedua adalah perempuan cantik.”

Selesai berkata, dia pun menatap Rossa dengan ekspresi berbeda, lalu kembali melihat Andri dan berkata: “Tentu saja kamu boleh memilih menyerah, tetapi temanmu yang cantik ini harus menetap di tempatku. Aku rasa kamu tidak akan menyerah, iya kan?’

Rossa berkata dengan tegas: “Andri, jangan perdulikan aku! Pergilah!”

Saat ini, Andri mana mungkin membiarkan Rossa disana. Sekalipun harus mati, dia tetap tidak akan pergi.

Dalam hati dia sangat jelas, bagaimanapun dendam dengan Taopa harus diselesaikan. Tetapi berhadapan dengan sepuluh laki-laki berbadan kekar itu, dia merasa sungguh tidak siap, apalagi kondisi kesehatannya belum pulih total.

Tetapi, dia tidak punya pilihan lain. Sama seperti yang dikatakan Tuan Jiang, dia harus menang. Jika sampai kalah, maka semuanya akan hancur. Dia tidak hanya tidak bisa pergi dengan selamat, tetapi Rossa pun akan menerima perlakuan yang tidak baik. Dan sekalipun sedang dipenjara, Rico Wang tetap saja akan terlibat, karena sesungguhnya dia tahu laki-laki di depannya tidaklah mudah dihadapi.

Berpikir beberapa saat, Andri Chen pun menjawab sambil menggigit bibir: “Baik.”

Mendengar jawaban itu, Tuan Jiang menjadi semakin senang, berkata dengan puas: “Anak muda, aku paling suka prinsip hidupmu.”

Selesai berkata, Tuan Jiang mengangkat tinggi gelas anggur dan berkata pada laki-laki di depan pintu: “Budi, bawa perempuan cantik ini ke atas untuk menemaniku menyaksikannya, aku percaya ini akan jauh lebih spektakuler dibandingkan film-film layar lebar!”

“Baiklah, Tuan Jiang.” Laki-laki bernama Budi mengiyakan, lalu berjalan ke depan Rossa Du dan menjulurkan tangan: “Silahkan, Nona!”

Rossa tidak berani membantah. Melihat Andri Chen terus menggelengkan kepala, dia tetap saja tidak mengikuti Tuan Jiang naik ke atas.

Di lantai atas, Tuan Jiang memerintah Budi mengambilkan dua kursi, keduanya pun duduk disana. Tuan Jiang menuangkan segelas anggur untuk Rossa dan mengundangnya dengan hormat: “Wahai perempuan cantik, mari, kita minum.”

Saat ini Rossa mana mungkin memiliki suasana hati untuk minum, tatapan matanya terus tertuju pada Andri. Tetapi dia juga tidak mungkin menolak ajakan Tuan Jiang, karena dia tahu laki-laki itu tidak mudah dihadapi, terpaksa mengangkat gelas anggur dan bersulang dengan Tuan Jiang, lalu meneguk sekali minuman anggur dalam gelas.

Selesai minum, Tuan Jiang tiba-tiba berdiri dari tempat duduk, berkata pada orang-orang di bawah: “Dengarkan baik-baik. Siapapun tidak boleh meninggalkan ruang tamu, ruang tamu adalah arena bertanding kalian. Siapapun tidak boleh menggunakan senjata, aku harap kalian bisa bertahan hingga akhir, tentu saja akan memberi penghargaan pada pihak yang menang.”

Selesai berkata, Rossa memberanikan diri berkata: “Tuan Jiang, ini tidak adil, mereka berjumlah sepuluh orang.”

Tuan Jiang tidak marah karena Rossa yang memotong pembicaraan secara tiba-tiba, ini membuat Budi sangat heran.

Tuan Jiang menoleh kembali, lalu berkata pada Rossa sambil tersenyum: “Wahai perempuan cantik, tidak ada keadilan dalam masyarakat ini, sama halnya dengan aku yang menginginkan kamu untuk menemaniku minum, mau tidak mau kamu harus menemaniku, mengerti?”

Mendengar perkataan itu, Rossa langsung menutup mulut, karena dia tahu jika berbicara terus, masalah besar bisa saja terjadi.

Pada akhirnya, Tuan Jiang melihat Andri Chen sembari berkata: “Anak muda, aku sangat kagum padamu, jangan sampai buat aku kecewa. Kalian sudah boleh mulai.”

Selesai berkata, Tuan Jiang duduk pada kursinya. Musik piano kembali menghiasi ketegangan dalam villa. Begitu indah, begitu nyaman di telinga.

Saat ini, Andri Chen yang berdiri di ruang tamu melihat sepuluh laki-laki di depan dengan penuh was-was. Mereka menatap Andri bagai serigala yang siap menerkam mangsa, terlihat ingin sekali menyerbu dan menginjak semua tulang dalam badan Andri.

Tadinya Andri Chen mengira mereka akan maju bersamaan. Tetapi di antara sepuluh orang, tiba-tiba keluarlah seorang laki-laki berambut pendek. Dia melepaskan jaket dan membuangnya ke lantai, mengepal tangan dengan kuat dan memperlihatkan otot-otot pada badannya.

Dengan segera berkata pada sembilan laki-laki di samping: “Aku sudah mengikuti Taopa selama 4 tahun, aku menganggapnya sebagai Kakak kandung sendiri. Dendam Taopa harus aku balaskan. Kalian mundur saja, biarkan aku melawannya sendiri.”

Selesai berkata, Tuan Jiang yang berdiri di lantai atas pun menepuk tangan sembari berkata: “Wahai Banteng Kuning, aku suka prinsip kerjamu seperti ini.”

Laki-laki yang dijuluki Si Banteng Kuning itu melototi Andri, spontan mengerutkan kening dan berteriak: “Yaaaa!!!”

Bagaikan seekor banteng besar, dia menyerbu dengan cepat, seolah akan menabrak Andri hingga terjatuh ratusan meter ke depan.

Andri Chen pun mengerutkan kening. Melihat tabrakan Banteng Kuning akan segera sampai, dia langsung melompat ke atas udara dan beputar 360 di atas kepala Banteng Kuning. Banteng Kuning sangat terkejut, dia sama sekali tidak menyangka badan Andri bisa seringan dan segesit itu.

Setelah Banteng Kuning menghentikan langkah dan berbalik badan, Andri Chen pun mendaratkan tinjuan keras ke arah wajahnya. Kerasnya tinjuan itu membuat hidung Banteng Kuning mengeluarkan darah. Andri memanfaatkan kesempatan itu untuk menendang dada Banteng Kuning dengan kuat, hingga membuatnya terdorong beberapa meter ke belakang, dan hampir saja terjatuh ke lantai.

Andri mempercepat langkah, langsung memberikan tendangan berputar hingga membuat Banteng Kuning terlempar jauh dan jatuh di sebuah lampu meja ruang tamu. Lampu itu spontan pecah berserakan, Si Banteng Kuning pun kesakitan hingga terbatuk-batuk.

Saat melihat keadaan itu, Tuan Jiang yang duduk di lantai atas pun berdiri dan bersorak untuk Andri: “Kungfu yang sangat baik!”

Baru selesai berkata, Andri mendengar seseorang berteriak dengan keras: “Maju semua!”

Dalam sekejap, sembilan laki-laki menyerbu Andri Chen secara bersamaan. Andri menoleh melihat sekilas, terlihat dua laki-laki tiba dengan cepat bersama kepalan tangan yang menyerang tulang hidungnya, dia spontan membuka kepalan tangan dan menangkap kedua tinjuan itu, memutarnya dengan kuat hingga dua laki-laki itu meraung kesakitan. Andri Chen mengangkat tangan menendang bagian ketiak mereka, bersamaan dengan itu melepaskan tangkapan pada tangan. Dua laki-laki itu pun terlempar jauh dan jatuh ke lantai ruang tamu.

Tujuh laki-laki lain segera mengepung Andri, mereka berencana melakukan serangan bertubi-tubi.

Dengan kecepatan kilat, seorang laki-laki di depan menendang ke arah dada Andri. Tangan kiri Andri sontak menggenggam pergelangan kaki laki-laki itu, menendang bagian vitalnya dan melepaskan genggaman. Laki-laki itu terlempar jauh tepat membentur meja penyeduh teh dalam ruang tamu.

Saat ini, seorang laki-laki kekar tiba-tiba menyerang Andri dari belakang. Dia melingkarkan kedua tangan pada pinggang Andri dengan kuat, berencana mengangkatnya dan menghempaskan ke lantai dengan kuat.

Tetapi, di saat laki-laki ini sedang melingkarkan tangannya, Andri langsung menginjak kakinya dengan kuat, hingga membuatnya sangat kesakitan.

Andri memanfaatkan kesempatan untuk menabrak tulang hidung laki-laki dengan kepala bagian belakangnya, laki-laki itu langsung melepaskan kedua tangan dan memegangi hidungnya yang sedang mengalirkan darah. Andri kembali menyerang bagian pinggang dan perut laki-laki itu, hingga membuatnya terguling-guling di lantai.

Saat ini, masih ada lima laki-laki berdiri di sekililing Andri, mereka mulai tidak berani melakukan penyerangan, karena semua rekannya yang menyerang lebih dulu telah mengalami luka berat.

Tetapi mereka juga tahu, jika tidak bisa mengalahkan Andri, maka tidak akan ada hasil yang baik bagi mereka.

Pada akhirnya, kelima laki-laki memberanikan diri untuk maju dan mengerahkan seluruh tenaga dalam diri.

Tetapi baru saja menyerang, serangan balik dari Andri Chen malah menjadi petaka buruk. Tidak berapa kemudian, semuanya berlutut di lantai sambil berteriak kesakitan.

Andri tahu, jika tidak bertindak dengan kejam, mengalahkan laki-laki di hadapannya akan menjadi cobaan besar.

Sebuah pertandingan berlalu, hanya ada enam orang yang masih bisa berdiri, tetapi dengan hidung dan wajah yang membengkak. Mereka sungguh tidak menyangka teknik berkelahi Andri begitu baik, hitung-hitung sudah menambah wawasan.

Saat ini Andri bernafas terengah-engah, energi dalam tubuh terkuras cukup banyak. Karena kondisi kesehatan yang belum cukup pulih, dia ingin menyelesaikan pertandingan lebih cepat. Jika terus bertanding, takutnya tidak akan bisa bertahan lebih lama.

Saat ini, Si Banteng Kuning memuntahkan darah dalam mulut, lalu berteriak: “Maju bersama! Kita habiskan nyawa dia!”

Mendengar perkataan itu, enam laki-laki yang tersisa pun semakin bersemangat, menyerbu tanpa rasa takut.

Dalam sekejap Andri Chen menendang dan menerbangkan dua sekaligus, tetapi salah satu laki-laki memeluk kakinya dengan erat. Bagaimanapun cara dia menendang, laki-laki itu tetap enggan melepasnya.

Dia berteriak sambil menahan rasa sakit: “Maju!!”

Tiba-tiba, pinggan dan kedua tangan Andri Chen kembali ditahan oleh laki-laki lainnya. Bagaimanapun cara dia menabrak dengan kepala, laki-laki itu tidak juga melepaskan tangan, malah berteriak pada Si Banteng Kuning: “Banteng Kuning, habiskan dia!”

Si Banteng Kuning yang berdiri di hadapan Andri pun menggigit gigi sambil menyerbu ke arah Andri, berniat menendang bagian leher Andri dengan sekuat tenaga, sekaligus menghabiskan nyawanya.

Andri Chen tahu, jika Si Banteng Kuning berhasil menyerangnya, luka berat pasti akan dia terima. Di saat genting seperti itu, dia pun hanya bisa mengerahkan seluruh energi dan berteriak: “Aaaaa!!!”

Andri meronta-ronta ke belakang, dan menjatuhkan badannya dengan tiba-tiba, dan menimpa laki-laki yang menahannya dari belakang. Kepala bagian belakangnya tepat membentur hidung laki-laki itu hingga berdarah. Tetapi laki-laki itu tetap tidak melepaskan cengkeramannya, terlihat Si Banteng Kuning akan segera menimpa badan Andri dalam hitungan detik saja.

Andri Chen hanya bisa memaksakan tangan kanannya untuk meraih kaki laki-laki di belakang dan mencubitnya sekeras mungkin. Laki-laki itu terus menjerit kesakitan, barulah melepaskan tangan dan pinggang Andri. Andri memanfaatkan kesempatan untuk berguling ke samping, dan membiarkan badan besar Banteng Kuning menimpa tepat pada laki-laki yang menahannya tadi, spontan membuat laki-laki itu pingsan.

Tetapi laki-laki yang terbaring di lantai itu pun tetap memeluk kaki kanan Andri. Andri yang sedang berbaring menyamping di lantai hanya bisa menendang kepala laki-laki itu, membuatnya ikut tidak sadarkan diri.

Saat ini, Andri Chen baru berdiri dengan badan yang tidak seimbang, mendekap Si Banteng Kuning dari atas dan memberikan pukulan bertubi-tubi ke arah wajahnya. Darah segar pada wajah Banteng Kuning kembali tumpah, tetapi Andri tidak menghentikan pukulan hingga akhirnya Banteng Kuning juga pingsan.

Di saat inilah, Rossa yang melihat dari atas spontan berteriak: “Andri! Hati-hati!”

Novel Terkait

Yama's Wife

Yama's Wife

Clark
Percintaan
4 tahun yang lalu
Excellent Love

Excellent Love

RYE
CEO
4 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
5 tahun yang lalu
Cinta Yang Berpaling

Cinta Yang Berpaling

Najokurata
Pertumbuhan
4 tahun yang lalu
Hanya Kamu Hidupku

Hanya Kamu Hidupku

Renata
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
5 tahun yang lalu