Ternyata Suamiku Seorang Milioner - Bab 35 Sandiwara Kecil (1)

"Menghukumnya?" Kata Berly bingung, "Jangan-jangan kau sengaja?"

Victoria mengangkat alisnya dan menghadap Berly, tersenyum tipis dan berkata, "Kau tahu aku paling tidak suka dibohongi. Kalau ia memang peduli padaku, ia akan mencariku. Kalau ia tidak peduli padaku, ya sudah!"

Kalau begitu, Berly pun mengubur pikiran tentang 20juta itu di belakang kepalanya, lalu ia menempel pada Victoria dan mengangguk setuju. "Betul! Lelaki memang begitu! Kalau ia peduli baru ia akan menempel padamu! Terutama orang kaya biasanya hanya cari sensasi, begini oke juga, tes saja dia!"

Dua orang itu menyepakati pendapat itu, lalu menunggu orang itu datang.

Beberapa hari berturut-turut setelahnya, Wallace terus pergi ke rumah Berly mencari Victoria, namun Victoria mengabaikannya, awalnya Berly masih membukakan pintu untuk Wallace dan menyuruhnya masuk, selanjutnya Victoria malah mengunci pintunya begitu saja, membuat Wallace menunggu di luar sendirian.

Hari ini, saat Victoria membuka pintu dan akan pergi ke sekolah ia tak melihat Wallace, ia mengerutkan dahinya, hatinya kecewa, ternyata pria semua memang sama, beberapa hari saja sudah tidak tahan.

Namun jam 2 subuh, suara deringan memecah keheningan malam, membuat Victoria dan Berly yang telah terlelap terbangun dengan marah, mereka berdua mengusap rambut mereka yang berantakan, dengan mata sipit mencari sumber bunyi itu.

"Victoria, sepertinya ponselmu," kata Berly lalu menguap, dan kembali berbaring.

Victoria mengedip-ngedipkan mata lalu meraba ponsel di ujung ranjang dan menekan tombol terima, tanpa melihat ia langsung berbicara, "Halo? Siapa  sih? Tengah malam begini mengganggu orang saja!"

"Victoria, kepalaku sakit sekali…" Terdengar suara yang terdengar menahan sakit, seperti sedang sangat kesakitan.

Victoria terkejut bagaikan terguyur air dingin, ia segera bertanya, "Kenapa? Apakah luka di kepalamu belum sembuh? Bagaimana dengan dokter? Apa kau sudah memanggil dokter?"

"Victoria… Sakit… Pusing sekali…" Lanjut Wallace, ia terdengar lelah dan menderita.

Tanpa mempedulikan apa-apa lagi, Victoria langsung mengambil jaket dan dompet, raut wajahnya tak karuan, matanya berair, ia berjalan sambil berkata, "Wallace, tunggu aku, aku akan segera ke sana!"

Katanya lalu mematikan telepon, bahkan belum berganti baju ia sudah keluar, asal mengenakan jaket lalu memanggil taksi.

Saat ini Victoria sudah lupa hal tidak enak yang terjadi antara ia dan Wallace, dalam hatinya hanya mengkhawatirkan keadaan luka Wallace, biasanya ia sendirian di rumah, apakah lukanya meradang? Orang sebesar ini masa tak bisa mengurusnya sendiri dengan baik? Dasar bodoh!

Victoria berpikiran seperti itu dalam hati di sepanjang jalan, setelah sampai ia langsung melempar 100 ribu begitu saja pada supir taksi itu dan berlari ke arah rumah Wallace.

"Wallace!"

Setelah membuka pintu, Victoria buru-buru masuk, namun ruang tamu gelap gulita, hatinya langsung terasa berat, ia berjalan cepat dan naik ke kamar Wallace.

Begitu membuka pintu kamar, ternyata tidak segelap bayangannya, Victoria pun menghela napas lega, hanya saja tak terlihat sosok Wallace di sana, membuatnya khawatir lagi.

Tak disangka tiba-tiba terdengar suara 'Duk!', pintu tertutup, Victoria terkejut dan segera menengok, dan orang yang seharusnya kesakitan dan tak berdaya itu malah sedang berdiri di ambang pintu memandanginya sambil melipat tangannya, bagaikan seorang pemburu menemukan mangsa, matanya bersinar.

Hal itu membuat Victoria tertegun, ia menelan ludah dan berkata dengan terbata-bata, "Kamu, kamu sudah tidak apa-apa?"

"Tidak apa-apa," ujar Wallace sambil tersenyum tipis, dari matanya nampak cahaya yang licik.

Kalau tahu rencana Wallace yang sangat terperinci ini, merasakan bahwa apa yang telah kau lakukan pada orang adalah cara yang paling mengena, karena di luar Wallace tak bisa mengatasinya, ia pun menutup pintu rumah untuk membahas masalah ini di dalam, Victoria tak akan bisa kabur.

"Kau membohongiku!" Seru Victoria yang menyadari semua itu, namun di saat yang sama hatinya juga merasa lega.

Saat melihat Victoria yang nampak tidak senang, dan maju untuk mendorong Wallace yang menghalangi pintu, Wallace malah meremas pergelangan tangannya erat-erat, tangan satunya merangkul pinggang rampingnya dan menariknya.

"Sedang apa kau? Lepaskan!" Teriak Victoria mengerutkan dahinya, ia ingin menghempaskan tangan Wallace namun ia tak bertenaga.

"Victoria, di hatimu masih ada aku," kata Wallace dengan yakin, ia yang selalu merasa percaya diri itu bertambah bangga, kalau ia tak salah dengar, tadi di telepon suara Victoria sudah sedikit terisak.

Kalimat itu membuat Victoria terhenti, wajahnya merona, entah karena marah atau malu.

"Wallace, kau selalu membohongiku! Dulu kau membohongiku dan bilang bahwa kau adalah supir, lalu asisten, sekarang kau membohongiku dan berkata bahwa lukamu kambuh, coba katakan kapan kau tidak membohongiku? Benar, aku yang bodoh, aku peduli padamu, tapi karena itu juga kau selalu ingin menipuku?"

Air mata Victoria seketika mengalir, sebelah tangannya masih menggantung pada dada Wallace, lalu ia berkata lagi, "Dasar brengsek! Brengsek! Kenapa aku memaafkanmu? Kenapa aku istrimu? Aku mau cerai… Cerai…"

Novel Terkait

Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu
Thick Wallet

Thick Wallet

Tessa
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
4 tahun yang lalu
My Charming Lady Boss

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
4 tahun yang lalu