Ternyata Suamiku Seorang Milioner - Bab 199 Dia Memiliki Nomor Ponselmu (2)

Selesai berciuman, Victoria sedikit sesak napas, baru saja ia mau membuka mulut dan mengomel, namun Wallace langsung memeluknya, terdengar suara lembutnya:

“Tidurlah lagi.”

Victoria tersenyum, tenggelam di dada Wallace, hatinya terasa hangat.

Saat itu, ia tidak berani asal bergerak, hanya ingin tidur menyamping seperti ini, memeluk Wallace.

Tidak tahu lewat berapa lama, tangan Wallace yang tadinya memeluk Victoria tiba-tiba melonggar.

Merasakan pergerakan Wallace, Victoria pun menengadah, tatapan matanya tepat menuju pada bingkai mata Wallace.

Sesaat, hatinya seakan tersentuh.

“Victoria, pagi.”

Wallace tersenyum, mengelus rambut Victoria, berbicara dengan lembut. Kira-kira masih belum terbangun sepenuhnya, suaranya terdengar sangat seksi.

Victoria memandangnya, tanpa berucap.

“Kenapa? Apakah tidurmu masih kurang?” Melihat Victoria tidak bereaksi, Wallace menyerbunya dengan pertanyaan.

Victoria menggeleng lalul tersenyum, kemudian terduduk dan merenggangkan tubuhnya.

“Sudah tidur cukup, aku masih ingin mengantarkanmu ke bandara.”

Hanya saja, ia masih bisa merasakan beberapa bagian tubuhnya pegal, ekspresinya pun berubah mengerut.

Tadi malam, memang cukup gila.

“Ada apa?” Wallace juga terduduk, bertanya dengan khawatir.

“Semua ini karenamu!” Victoria memeganggi punggungnya sambil menyalahkan Wallace.

Wallace langsung mengerti dan tertawa, memeluk Victoria dalam dekapannya.

“Apakah mau istirahat lagi?”

Ia bertanya, nada bicaranya lembut seperti tetesan air.

“Sudah kukatakan, aku mau mengantarmu ke bandara.” Victoria melepaskan diri dari dekapan Wallace, lalu turun dari ranjang, menyiapkan sarapan untuk Wallace.

Setelah sarapan, dan membereskan pakaian secara sederhana, Victoria dan Wallace pun pergi menuju bandara.

Hanya saja, ketika baru saja masuk ke parkiran mobil, terlihat Elizabeth dan beberapa pria kantoran menunggu Wallace.

“Direktur Mo.” Sapa beberapa orang itu secara bersamaan.

Wallace mengangguk, lalu meletakkan kopernya, membawa Victoria duduk.

“Mengapa Elizabeth ada di sini?”

Victoria bertanya dengan penasaran dan tidak sabar, ia mendekat pada telingga Wallace dan bertanya pelan.

Wallace mengikuti yang dilakukan Victoria, ia menjawab di sisi telinga Victoria:

“Ia juga bergabung dalam program ini sebagai bantuan.”

Pastinya, juga melakukan perjalanan bisnis bersama-sama.

Victoria mengangguk, ia pun tersenyum.

Adegan seperti ini, jika di lihat oleh orang lain, tampak seperti sedang beromantis ria. Ada sebagian orang yang hanya tersenyum saja, namun sebagian lagi memiliki maksud lain di dalam hatinya.

Sedangkan Elizabeth yang duduk di sebelah Victoria adalah salah satu dari mereka. Ia mendekati Victoria, bertanya sambil tersenyum:

"Kamu juga ikut melakukan perjalanan bisnis dengan Direktur Mo?”

Nada bicaranya biasa saja, seperti sedang mengobrol, namun di dalam hati ……

Victoria yang tadinya sedang melamun pun menatap Elizabeth, lalu menggeleng dan berkata: “Tidak, aku hanya mengantarnya.”

Setelahnya, Elizabeth pun tertawa “cerah”: “Begitu rupanya. Aku mengira kamu dan Direktur Mo tidak rela meninggalkan satu sama lain karena dalamnya cinta kalian.”

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan kata-kata ini, hanya saja Elizabeth dan Wallace, sebagai atasan dan bawahan, sedikit tidak pantas.

Wallace yang tadinya tidak tertarik dengan pembicaraan mereka pun menoleh, menatap Elizabeth:

“Kamu tidak perlu banyak ikut campur.”

Nada bicaranya berat, seperti sedikit marah. Sebagai direktur, Wallace memiliki permintaan yang tegas pada bawahannya, candaan seperti ini sebaiknya tidak keterlaluan. Mana lagi, ada hubungan dengan istrinya, semakin membuatnya tidak bisa menahan.

Merasakan atmosfer yang canggung, Victoria pun menggenggam tangan Wallace, memberinya kode untuk menahan marah, lalu tersenyum dan berkata pada Elizabeth:

“Nona Chu jangan dimasukkan ke hati, Wallace memang seperti ini.”

Di mata Elizabeth, adegan seperti ini, justru tidak seperti perkiraan Victoria, dengan cepat kemarahannya terhapuskan.

“Aku tahu, aku yang tidak mengetahui batas.” Elizabeth tersenyum. Victoria mengangguk, lalu membalikkan kepalanya dan tidak berkata-kata lagi.

Victoria juga tidak memaksakan untuk menjawab lagi, ia menyenderkan kepadanya pada bahu Wallace, kemarin ia tidur terlalu sebentar, masih sedikit mengantuk.

“Kenapa? Mengantuk?”

Wallace bertanya dengan lembut, sangat berbeda dengan sikapnya tadi pada Elizabeth.

“Sedikit.” Jawab Victoria lembut.

Dua puluh menit kemudian, pesawat yang dinaiki Wallace mulai boarding. Mendengar peringatan bandara, Victoria langsung terbangun.

“Victoria, kamu pulanglah.” Wallace mengelus kepala Victoria sambil berkata-kata.

Victoria mengangguk, lalu memandangi Wallace melewati pengecekan, lalu bayangan Wallace pun perlahan menjauh dari pandangannya.

Tiba-tiba, Victoria merasa sedikit kekosongan.

Dan di saat yang bersamaan, perasaan Elizabeth justru kebalikannya.

Victoria duduk di dalam taksi, supir menanyakan tujuannya, ia berpikir sejenak, pulang ke rumah terlalu sepi, lebih baik pergi ke mertuanya, lalu memberikan alamat rumah keluarga Mo pada supir.

Hanya saja, belum Victoria memasuki pintu rumah, ia sudah mendengar suara ceria dari dalam, sepertinya adalah William.

Seperti perkiraan, baru saja masuk, terlihat Ibu Mertuanya sedang bermain dengan William, lalu Ayah mertuanya di sisi lain membaca koran.

Sesaat, Victoria merasa, ketiganya menyebarkan energi kebahagiaan.

Novel Terkait

The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
3 tahun yang lalu
Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
5 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Jiang Muyan
Percintaan
4 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu
Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
4 tahun yang lalu
My Superhero

My Superhero

Jessi
Kejam
4 tahun yang lalu