Ternyata Suamiku Seorang Milioner - Bab 298 William Benaran Hilang

“Hmm…..” Victoria sedikit merasa ragu, karena Berly pasti tidak senang melihat William.

“Repot ya?” Elizabeth bertanya, lanjut berkata: “Jika repot, ya sudahlah.”

Tanpa menunggu Victoria berbicara, Ibu Mo pun menghampir dan berkata: “Victoria, kamu bawa William keluar bermain sebentar saja, di rumah sangat membosankan.”

Karena Ibu Mo sudah berkata demikian, Victoria pun tidak enak menolaknya lagi, hanya bisa berkata: “Baiklah kalau begitu.”

Mendengar jawaban Victoria, Elizabeth langsung tersenyum, senyuman penuh rasa bangga.

10 menit kemudian, Victoria Gong membawa William keluar rumah. Elizabeth malah pergi ke taman bunga dan menelepon secara diam-diam.

Dalam sebuah kafe, saat bertemu Berly, Victoria pun mendengarnya berkata: “Victoria, kenpa kamu membawanya keluar?”

Victoria sudah tahu Berly akan bereaksi seperti itu, langsung mengajak William duduk dan memesankan segelas jus buah untuknya.

“Bukankah kebetulan hari minggu? Makanya bawa dia keluar jalan-jalan.” Victoria berkata.

Berly kelihatan sangat tidak senang: “Sudah bersusah payah memiliki waktu berduaan denganmu, kamu malah membawa obat nyamuk terparah kemari.” Dia bisa membayangkan, saat ini Victoria pasti bersikeras membawa William.

“Zzzz, siapa yang ingin berduaan denganmu!” Victoria Gong menjawab.

Melihat wajah William yang patuh, hati Berly pun melembut. Sebenarnya dia bukanlah orang jahat, tetapi hanya karena kepikiran Ibunya, alam bawah sadarnya mengatakan bahwa dia juga harus membenci William. Saat melihatnya kini, hatinya terasa sangat tidak tega.

“Bagaimana? Mau kemana?” Berly pun bertanya.

“Terserah deh, bukankah datang untuk menemanimu?” Victoria menjawab.

Setelah itu, Berly pun membawa Victoria dan William ke sebuah mall. Satu jam berlalu, Berly tidak mendapatkan apapun, malah Victoria yang membeli setumpuk barang, juga membelikan William sebuah mainan yang sangat besar.

Berly melihat sejumlah kantong di lantai, berkata: “Lihatlah, masih bilang menemaniku jalan-jalan. Sungguh citra seorang Nyonya Direktur.”

“Apa yang kamu katakan?” Victoria merasa sungkan, tidak berhenti mendorong Berly.

Saat ini, William yang berdiri di samping pun berkata pada Victoria: “Bi, aku ingin ke kamar mandi.”

“Baiklah, Bibi temani kamu.” Selesai berkata, Victoria pun membawa William ke kamar mandi.

“William, bolehkah kamu masuk sendiri?’ Victoria bertanya sambil menunjuk sebuah kamar mandi laki-laki.

William menganggukkan kepala, lalu berlari ke dalam. Saat merasa bosan, Victoria pun bersandar di sebuah pembatas besi sambil membelakangi pintu kamar mandi dan melihat orang berlalu-lalang. Hanya saja, sudah menunggu sangat lama, William tak kunjung keluar.

Victoria berjalan mendekati pintu dan memanggil ke dalam: “William, William.” Tidak seorangpun menjawabnya.

Saat orang-orang yang keluar masuk kamar mandi melihatnya, semua merasa heran, seolah sedang menyaksikan lelucon. Victoria merasa tidak enak, langsung menarik tangan seorang laki-laki dan berkata: “Hallo, bolehkah bantu aku lihat apakah ada seorang anak laki-laki di dalam sana?”

Laki-laki itu menganggukkan kepala, langsung berjalan ke dalam. Beberapa menit kemudian, dia keluar dan menggelengkan kepala: “Tidak ada anak kecil di dalam.” Selesai berkata, dia menatap Victoria dengan ekspresi keheranan, lalu pergi menjauhinya.

Victoria tidak perduli lagi dengan semuanya, hanya memikirkan William dengan bengong. Kemana William? Apakah laki-laki itu tidak mencari hingga jelas?

Berpikir demikian, Victoria menarik seorang laki-laki lagi dan melakukan permintaan yang sama. Laki-laki itu pun memberikan jawaban yang sama, tidak ada William di dalam sana.

Apakah William sudah kembali?

Victoria meninggalkan kamar mandi, berjalan sampai ke tempat Berly, tetapi malah melihatnya sendiri disana. Dia pun bertanya dengan panik: “Berly, William sudah kembali ya?”

“Bukankah William pergi ke kamar mandi bersamamu?” Berly menjawab. Melihat ekspresi panik Victoria seperti itu, dia berhasil menebak sesuatu, bertanya dengan pelan: “Dia hilang?”

Meskipun tidak ingin mengakuinya, tetapi itulah kenyataan. Victoria menganggukkan kepala dengan perlahan, dan ekspresi wajah yang sangat kacau.

“Berly, bagaimana ini? Victoria bertanya sambil menarik tangan Berly Liu.

Berly jauh lebih tenang dari Victoria, hanya berkata: “Mungkinkah dia ketiduran di dalam?”

“Tidak mungkin, aku sudah menyuruh beberapa orang kemari, semuanya tidak melihat anak kecil di dalam.” Victoria menjawab.

“Lalu, apakah dia tersesat? Ayo kita berpencar mencarinya.” Berly mengusulkan.

Masalah sudah seperti ini, tidak ada cara lain lagi. Victoria pun menganggukkan kepala, dan langsung berpencar mencarinya tanpa perduli dengan kantong belanjaan mereka lagi.

Awalnya Victoria mencari ke taman bermain dan berusaha mencari William di tengah ramainya anak-anak disana. Tetapi mencari seperti apapun tetap tidak menemukan William.

“William, William…..” Victoria memanggil, tetapi tak kunjung mendengar jawaban.

Secara tiba-tiba, Victoria melihat sebuah bayangan yang sangat menyerupai William. Dia spontan berlari menghampirinya dan menarik tangan anak itu sambil memanggil: “William.”

Anak kecil itu menoleh melihat wajah Victoria yang kepanikan, spontan menangis ‘Waaaa’ .

Begitu melihat anak itu bukan William, Victoria pun berkata dengan tidak enak hati: “Maaf, adik kecil, aku salah mengenali orang.”

Kebetulan Ibu anak itu datang, langsung mendorong Victoria sembari berkata: “Kamu gila ya.” Selesai berkata, langsung membawa anaknya pergi.

Victoria berdiri tegak secara perlahan, merasakan sedikit rasa sakit di bawah perutnya. Tetapi dia tidak lagi perduli, hanya terus mencari William tanpa menyerah. Dia berlari di dalam mall, tetapi tak kunjung melihat bayangan William.

Setelah mencari sekitar satu jam, Victoria dan Berly pun bertemu kembali.

“Berly, bagaimana?” Victoria bertanya dengan panik.

Berly menggeleng: ”Tidak ketemu.”

“Bagaimana dong?” Victoria sangat panik. Waktu itu, Elizabeth lah yang merencanakan semuanya. Tetapi kali ini William sungguh menghilang langsung dari pandangannya. Elizabeth dan Ibu Mo menyerahkan William langsung padanya, dan dia telah membuatnya hilang.

“Jangan panik.” Berly Liu menenangkan Victoria, berkata: “Asalkan dia masih di dalam mall, maka pasti akan ditemukan dengan mudah. Bukankah disini ada pusat informasi? Kita coba lihat kesana saja.”

Victoria mengangguk. Berkat adanya Berly Liu, hatinya pun menjadi lebih tenang.

Setelah itu, terdengar suara mencari William di dalam mall----- “Adik William, Bibimu sedang menunggu di pintu depan mall, mereka sedang mencarimu dengan panik. Jika mendengar suara ini, segera ke pintu mall mencarinya.”

Suara itu terdengar hingga 10 menit lamanya di dalam mall, dan Victoria dan Berly yang sudah menunggu setengah jam di pintu depan mall pun tak kunjung melihat bayangan William.

“Bagaimana ini?” Victoria bertanya. Saat ini William tidak ada di dalam mall, di dunia yang begitu luas, harus mencarinya kemana?

Berly Liu pun sangat panik. Meskipun tidak begitu menyukai William, tetap saja kehilangan anak bukanlah masalah sepele.

Dia mengerutkan kening, berkata: “Lebih baik cari Direktur kalian saja, bukankah dia memiliki kemampuan luar biasa?”

Karena diingatkan Berly, Victoria pun menyadari telah melupakan Wallace Mo, segera berkata: “Benar juga, cari Wallace, dia pasti punya cara.”

Selesai berkata, Victoria pun mengeluarkan handphone secara cepat dan menelepon Wallace .

Saat ini Wallace sedang rapat. Begitu melihat panggilan masuk dari Victoria, dia pun mengisyaratkan rapat dijeda, lalu berjalan ke tepi jendela dan mengangkat telepon: “Victoria.”

Mendengar suara Victoria, hati Victoria terasa sangat tertekan. Air mata hampir menetes dari matanya, dia pun berkata dengan suara bergetar: “Wallace , William hilang. Bagaimana ini?”

Begitu mendengarnya, ekspresi wajah Wallace langsung menjadi suram, spontan bertanya: “Sekarang kamu dimana?”

“Aku di pintu depan mall.” Victoria menjawab.

“Baik, tunggu aku disana, jangan panik, tunggu aku dengan patuh.” Selesai berkata, Wallace pun menutup telepon. Tanpa memberi pesan apapun, dia langsung berjalan keluar ruang rapat.

Para karyawan sudah terbiasa dan mengerti sikapnya yang seperti itu, langsung membereskan barang-barang dan ikut keluar ruang rapat.

20 menit kemudian, Wallace tiba di mall. Melihat Victoria dan Berly berdiri di depan pintu dengan raut wajah sangat panik. Dia mempercepat langkah kaki ke arah mereka dan memanggil: “Victoria.”

Saat melihat Wallace , Victoria seolah melihat penyelamat. Dia langsung memeluk Wallace , sembari berkata: “Wallace , aku membuat William hilang, bagaimana ini? Aku tidak tahu dia kemana.”

“Tidak apa-apa, jangan panik.” Wallace berusaha menenangkan Victoria dengan cara menepuk pundaknya, seolah sedang membujuk anak kecil.

“Bagaimana bisa terjadi?” Wallace melihat Berly dan berkata.

Berly menjelaskan kejadian dengan singkat: “Victoria membawanya ke kamar mandi. Saat tidak fokus, dia menghilang. Kami sudah mencari ke seisi mall, sedikit bayangannya pun tidak terlihat.”

Saat ini, suasana hati Victoria sudah membaik. Dia mengangkat kepala melihat Wallace , bertanya lagi: “Bagaimana ini?”

Wallace tersenyum kecil: “Tidak masalah, aku akan menemukannya, jangan cemas.”

Mendengar perkataan Wallace , Victoria tentu saja menjadi jauh lebih lega. Dengan adanya Wallace , apa lagi yang perlu dia takutkan? Hanya saja masalah ini sudah terlanjur terjadi, bagaimana cara dia menjelaskan pada Ibu Mo dan Elizabeth?

Wallace seolah bisa membaca isi hati Victoria, berkata: “Jangan berpikir terlalu banyak, yang terpenting sekarang adalah menemukan William terlebih dahulu.”

Victoria menganggukkan kepala, dalam hati merasa amat bersalah.

Wallace menggandeng tangan Victoria sambil mengeluarkan handphone menelepon Willy, berkata: “Willy, William hilang, utus orang mencarinya.”

Setelah mendapat jawaban yang pasti, Wallace pun membawa Victoria pulang ke kantor.

Victoria pulang ke kantor bersama Wallace . Saat duduk di kursi, perutnya pun kembali terasa sakit. Sebenarnya rasa sakit itu sudah mulai sejak dia di mall, hanya saja selalu dihiraukan.

Melihat raut wajah Victoria seperti itu, Wallace pun mengerutkan kening dengan hebat, lalu bertanya dengan suara lembut: “Victoria, ada apa denganmu?”

“Sakit.” Victoria berkata sambil menahan perut dengan tangan.

Wallace pun mulai panik. Dia langsung menggendong Victoria ke ruang istirahat dan memanggil dokter datanf. Setelah melalukan pemeriksaan, dokter pun berkata: “Jangan cemas, hanya bergerak terlalu ekstrim, cukup istirahat yang cukup.”

“Terima kasih, Dok.” Victoria berkata sambil menutupi perut dengan kedua tangan, seolah sedang meraba buah hati di dalamnya.

Setelah mengantar dokter pergi, Wallace pun duduk di sampingnya, dan berkata: “Kenapa tidak berhati-hati?”

Novel Terkait

Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
4 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
4 tahun yang lalu
Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
4 tahun yang lalu
Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
5 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Unplanned Marriage

Unplanned Marriage

Margery
Percintaan
5 tahun yang lalu