Ternyata Suamiku Seorang Milioner - Bab 366 Masih Dalam Pertolongan

Willy merapatkan bibirnya: "Masih dalam pertolongan."

"Aku telepon kepala rumah sakitnya." Kata Tantio sambil mengeluarkan hpnya.

Kepala rumah sakit itu adalah teman lama Marvin, karena Tantio sudah meminta bantuan, dia pun langsung menyuruh beberapa ahli masuk ke dalam ruang gawat darurat.

Saat ini, yang menunggu di depan pintu, bukan hanya Willy seorang saja, tapi juga ada Tantio yang merasa bersalah.

Tidak tahu sudah berapa lama, lampu merah di depan pintu ruang gawat darurat pun meredup.

Willy dan Tantio pun bergegas kesana dan bertanya kepada dokter yang berjalan keluar: "Tuan itu sudah selamat dari bahaya, tapi masih perlu diamati selama beberapa hari di unit perawatan intensif, kita lihat lagi nanti setelah dia sadar."

"Bagaimana dengan nona itu?" Tanya Tantio.

Saat ini, dokter yang menangani Victoria pun berjalan keluar dan berkata: "Keadaannya tidak begitu baik, walaupun sudah selamat dari bahaya, tapi tidak tahu kapan dia akan tersadar."

Tantio pun bengong saat mendengarnya.

"Maksudnya apa dok?" Tanya Willy.

Dokter itu merasa bersalah dan berkata: "Maksudnya, kemungkinan dia akan sadar setelah seminggu, kemungkinan setahun, bahkan mungkin juga, selamanya tidak akan sadar lagi."

Willy dan Tantio pun bengong, dokter sudah berjalan pergi, tapi mereka masih belum tersadar.

……

Tiga hari kemudian, di rumah sakit.

Willy menjaga Wallace di samping ranjangnya, tiba-tiba hpnya berbunyi. Dia melihat sekilas ke layar hpnya, itu telepon dari ibu Mo. Awalnya dia masih ingin merahasiakan kabar ini selama dua hari lagi, tapi sepertinya sekarang, sudah tidak bisa lagi.

Dia mengangkat teleponnya, lalu berjalan ke samping jendela dan memanggil pelan: "Ibu."

Di sisi lain, ayah Mo, ibu Mo dan William sedang duduk di atas sofa, mereka senang akhirnya telepon mereka diangkat. Ibu Mo mengerutkan alisnya, dan menyalahkan Willy: "Willy, kenapa telepon Wallace tidak bisa dihubungi? Kalian tidak apa-apa kan? Kalian sudah bertemu dengan Victoria dan Joe?"

Willy mendengarnya dan berpikir, sesuatu yang akan terjadi, cepat atau lambat, pada akhirnya pasti akan terjadi juga. Dia pun merapatkan bibirnya dan berkata: "Sudah, Joe baik-baik saja."

"Bagaimana dengan Victoria? Kenapa Wallace tidak mengangkat teleponnya? Apakah terlalu senang setelah bertemu dengan istrinya?" Tanya ibu Mo. Dia terdengar senang karena sudah bisa bercanda setelah tahu kalau Victoria dan Joe sudah ditemukan.

"Ibu." Panggil Willy.

"Kenapa?"

Willy menarik nafas panjang dan kesulitan berkata-kata: "Ibu, kakak dan kakak ipar kecelakaan, mereka sekarang sedang di rumah sakit, masih belum sadar."

Mendengar ini, ekspresi ibu Mo pun langsung berubah, dia tidak bisa berkata-kata.

Melihat ekspresi ibu Mo, ayah Mo yang berada di sampingnya pun langsung merebut hp itu dan bertanya: "Willy, Wallace dan Victoria kecelakaan?"

"Benar." Willy berkata, "Kakak sudah selamat dari bahaya, dan dokter juga bilang kalau kakak ipar mungkin tidak akan sadar lagi."

Ayah Mo terkejut, kelopak matanya pun seketika basah.

William juga cemas, seperti sudah menebak sesuatu, dia merasa sangat takut dan menangis kencang: "Apakah ayah dan ibu sudah tidak bisa pulang? Mereka sudah tidak ingin bertemu denganku lagi?"

Willy juga sudah tahu bagaimana keadaan disana, dia pun mencoba menenangkan ayah Mo dan ibu Mo, dia berkata: "Ayah, ibu, kalian tidak perlu khawatir. Setelah kakak sadar, kami akan segera pulang."

Ayah Mo pun memegang hpnya dan mengangguk, sepertinya dia sudah tidak tahu harus berkata apa.

"Jangan khawatir, dokter sudah bilang kalau kakak akan pulih dengan cepat, dalam sehari dua hari dia pasti akan sadar." Kata Willy.

Ibu Mo pun menangis, dia mengambil kembali hp itu dan berkata: "Willy, kamu harus jaga Wallace dan Victoria dengan baik, oke?"

"Oke, kalian tidak perlu khawatir." Kata Willy.

Setelah menutup telepon, Willy mengusap matanya yang sudah basah. Dua hari ini, dia sangat tertekan, dan setelah mendengar suara ayah Mo dan ibu Mo, perasaannya pun menjadi sedikit lebih baik. Dia mengusap matanya dan menyimpan hpnya, berjalan kembali ke samping ranjang."

"Direktur Mo." Willy memanggil dalam hati.

Tidak tahu apakah karena mendengar panggilan Willy atau karena masih mengkhawatirkan Victoria, sesaat setelah itu, Wallace menggerak-gerakkan jarinya dan membuka pelan matanya.

Melihat ini, Willy pun merasa senang dan bertanya: "Direktur Mo, kamu sudah sadar?" Dia tersenyum dan segera memanggil dokter.

Setelah memeriksa Wallace, dokter berkata: "Dia sudah tidak membaik. Sekarang hanya menunggu pemulihan saja."

"Makasih dokter." Willy tersenyum, mengantar kepergian dokter dan suster.

Wallace memutar bola matanya, melihat keadaan sekitar, dia pun tahu kalau dirinya sedang berada di dalam rumah sakit. Dia memutar kepalanya dengan pelan dan melihat Willy, dia bertanya: "Willy, bagaimana keadaan Victoria sekarang?"

Willy terbengong, dia berjalan ke samping Wallace dan berkata: "Direktur Mo, istirahat yang baik, tidak lama lagi kamu sudah bisa keluar dari rumah sakit."

"Kalau Victoria?" Merasakan ada yang aneh, Wallace pun menekan suaranya, seperti telah mengerahkan seluruh tenaganya untuk berbicara.

Willy melihat Wallace dan merasa kesulitan. Tapi apakah hal ini bisa dirahasiakan? Bisa dirahasiakan berapa lama? Apalagi Wallace sangat tegas. Dia pun mencoba menata perkataannya, mencoba mengurangi tekanan terhadap Wallace: "Lukanya sangat parah, dia masih belum sadar."

"Lukanya sangat parah, dia masih belum sadar."

Mendengar perkataan ini, Wallace hampir tidak bisa menerimanya. Dia pun tersenyum dingin dan berkata: "Willy, kamu membohongiku?"

"Tidak." Willy Menggeleng.

Sebenarnya Wallace sudah tahu kalau perkataan Willy itu benar, dia hanya tidak rela menerimanya. Dia berusaha untuk bangun dan duduk, tapi tenaganya tidak cukup.

Melihat itu, Willy pun memapah Wallace dan berkata: "Keadaanmu sekarang ini masih tidak boleh turun dari ranjang."

Wallace tidak peduli, dia membuka selimutnya dan ingin turun: "Bawa aku lihat Victoria."

Willy juga tahu kalau dia tidak bisa menenangkan Wallace, dia pun terpaksa memapahnya menuju kamar Victoria, tapi, mereka malah melihat Tantio duduk di samping ranjang Victoria.

Wallace pun marah, mengabaikan keberadaan Tantio, dia berjalan kesana dan menggenggam tangan Victoria. Tantio juga tahu diri, dia berdiri dan pergi dari kamar pasien bersama Willy, menyisakan Willy dan Victoria berdua.

"Victoria, aku sudah datang." Wallace tersenyum, hanya saja senyuman ini sama sekali tidak terlihat indah.

Victoria terbaring diam di atas ranjang, seperti telah tertidur, tanpa ekspresi dan tentu saja tidak berbicara.

Wallace merasa sedih, dia mengulurkan tangannya dan meraba wajahnya: "Victoria, ini semua salahku, aku sangat berharap aku bisa menggantikanmu berbaring disini."

Mengingat kembali kejadian hari itu, walaupun hanya ada 0.0001 kemungkinan, dia juga akan mengorbankan dirinya untuk melindungi Victoria. Tapi mobil yang datang dari belakang terlalu cepat, dia juga tidak menyangka dan tidak berharap Victoria bisa terluka separah ini.

Saat berjalan ke kamar Victoria, Willy sudah menjelaskan keadaan Victoria kepadanya. Dia memandang Victoria dan berkata: "Victoria, cepat bangun, oke?"

Setiap kali memikirkan kalau Victoria mungkin tidak akan sadar lagi, Wallace pun merasa sedih, lebih sedih sepuluh ribu kali lipat dibandingkan saat Victoria menghilang sebelumnya, setidaknya saat itu dia tahu bahwa Victoria masih hidup dan sehat. Dia menggenggam erat tangan Victoria dan meletakkannya di pipinya: "Victoria, asalkan kamu bisa bangun, aku bersumpah, akan melindungi kalian dengan baik, dan tidak akan terjadi lagi kejadian seperti ini."

Setelah itu Wallace pun menangis. Asalkan berkaitan dengan Victoria, dia tidak lagi seperti direktur perusahaan Mo yang tegar, tapi menjadi seseorang yang sangat lemah, karena Victoria adalah kelemahannya, selamanya selalu begitu. Dia tidak bisa membayangkan, tanpa Victoria, dia akan menjadi apa, dan keluarganya akan menjadi seperti apa.

"Victoria." Dia memanggil.

Tidak tahu setelah berapa lama, Wallace akhirnya bergerak dan berdiri pelan, mencium dahi Victoria dan berkata lembut: "Victoria, nanti aku datang melihatmu lagi, tunggu aku."

Setelah itu, Wallace pun berdiri dan meninggalkan kamar itu, dia melihat Tantio masih berdiri di depan pintu.

Melihat Wallace berjalan keluar, Tantio hanya melihatnya dan tidak berbicara.

Mereka saling bertatapan.

Wallace pun merasa emosi, padahal tubuhnya masih lemah, tapi dia malah mengerahkan seluruh tenaganya dan memukul Tantio.

Tantio tahu Wallace akan memukulnya, dia juga tidak menghindar dan merelakannya saja. Dia melihat Wallace dan berkata: "Aku sudah bersalah kepada mereka, pukul saja sepuasnya."

Melihat Tantio seperti itu, dia pun menjulingkan matanya dan berkata: "Aku takut tanganku kotor."

Mendengar ini, Tantio pun tersenyum, dia sudah bisa menebak sikapnya ini.

"Aku sudah berunding dengan ayahku, dia tidak akan melawan kalian lagi, kalian sudah bisa pulang dengan tenang. Mungkin jika pulang ke tempat yang dikenalinya, Victoria akan lebih cepat tersadar." Kata Tantio. Demi mendapatkan persetujuan ini, Tantio bahkan menggunakan nyawanya sendiri untuk mengancam Marvin.

Wallace bertanya dengan nada dingin: "Begini saja sudah cukup?"

"Apakah kamu masih ada permintaan lain?" Tantio bertanya.

Wallace melipat tangannya dan bertanya: "Bagaimana dengan bodyguard-bodyguard itu?"

Tantio pun terbengong, dia memang masih belum memikirkan cara untuk menghukum mereka.

Wallace melekukkan bibirnya dan berkata: "Aku ingin mereka mendapatkan balasan yang setimpal." Walaupun mereka suruhan Marvin, tapi kalau bukan karena uang, dan keuntungan sendiri, mereka juga tidak akan melakukan hal segila ini.

"Baik." Tantio mengangguk setuju: "Kamu tenang saja, mereka akan mendapatkan sanksi dari hukum."

Hukum?

Kalau dia sendiri yang mengurusnya pasti tidak akan melalui hukum lagi. Tapi bagus juga seperti ini, perbuatan mereka juga pasti tidak akan dihukum ringan.

Wallace melekukkan bibirnya: "Ini memang pantas mereka dapatkan."

Tantio tersenyum, dia ingin melihat Victoria sekali lagi tapi terhalang. Dia pun berkata pasrah: "Aku tidak akan muncul di hadapan Victoria lagi. Aku harap kamu bisa menjaganya dengan baik, kalau nanti dia sadar tolong beritahu aku."

"Tidak akan."

Tantio kaget melihat Wallace.

Wallace berkata: "Aku tidak akan memberitahumu keadaan Victoria. Tolong jangan datang dan ganggu Victoria lagi, kalau aku adalah kamu, setelah kejadian seperti ini, aku pasti malu untuk menemuinya lagi. Bagi kami, kamu bukanlah siapa-siapa, bahkan orang asing sekalipun, kami bahkan tidak ingin hidup bersamamu di bawah satu langit."

Novel Terkait

Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
5 tahun yang lalu
 Istri Pengkhianat

Istri Pengkhianat

Subardi
18+
4 tahun yang lalu
Get Back To You

Get Back To You

Lexy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
4 tahun yang lalu
Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu
1001Malam bersama pramugari cantik

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu