Ternyata Suamiku Seorang Milioner - Bab 170 Diam Kamu Brengsek (2)

Walaupun ini adalah pengaruh dari menantunya, tapi ibu Mo tetap senang, anaknya sejak kecil sudah patuh dan mandiri, tidak merepotkan ataupun membuat mereka khawatir, walaupun mereka juga dekat, tapi mengambil makanan ke mangkok untuk mereka belum pernah dilakukannya.

Setelah selesai makan, ibu Mo dan Victoria pun duduk di sofa menonton TV, Wallace dan ayah Mo kali ini tidak pergi ke ruang baca untuk ngobrol, mereka malah ikut duduk di ruang tamu dan menonton drama yang membosankan ini.

Pemeran utama wanita itu menangis dan menjerit kepada pemeran utama pria: "Kenapa kamu tidak mencintaiku, aku sangat mencintaimu..."

Wallace merasa adegan ini sangat menjijikkan, tapi dia juga tidak berani mengatakan kepada istri dan ibunya untuk mengganti channel, terpaksa dia mengambil majalah dan mulai membacanya.

Ayah Mo dan ibu Mo sudah menikah berpuluh-puluh tahun lamanya, ayahnya bisa menemani ibunya menonton drama yang menjijikkan seperti ini hingga selesai, oleh karena itu saat melihat anaknya mengambil majalah, dia pun tertawa.

"Aku dengar akhir-akhir ini perusahan Chen banyak berulah ya?" Tiba-tiba ayah Mo bertanya.

Wallace kaget, lalu menjawab datar: "Mereka hanya mencoba mencari masalah saja."

"Jangan anggap remeh." Walaupun ayah Mo sudah pensiun, tapi dia tahu kabar tentang perusahaan Chen, apalagi kelakuan Erick Chen.

Wallace tahu maksud ayahnya, tapi dia sama sekali tidak mempedulikan perbuatan Erick Chen, kalau dia memang mampu, dia tidak perlu melakukan begitu banyak hal, tapi pada akhirnya tetap tidak bisa merebut proyek ini.

"Ayah, aku mengerti."

"Baiklah." Ayah Mo juga tahu Wallace bukanlah orang yang suka menyombongkan diri, kalau dia menunjukkan rasa percaya dirinya, itu artinya dia mampu menghadapinya, dia pun merasa tenang.

Setelah drama itu selesai, ayah Mo membawa ibu Mo yang matanya sudah memerah itu keatas untuk tidur, Wallace juga menarik Victoria ke kamar.

"Lihatlah, kamu ini mau menangis bukan?" Melihat mata istrinya yang memerah, Wallace pun menyindirnya: "Orang lain yang bertengkar, kamu nangis apaan?"

Maafkan Wallace sama sekali tidak melihat ada makna yang bagus dari percakapan di drama itu, dan apa yang perlu ditangisi?

"Tidak nangis!" Victoria pun mengendus hidungnya dan mengeluh: "Drama ini walaupun menjijikkan tapi juga ada bagian yang mengharukan, aku terharu karena akting mereka."

Victoria memang gampang nangis, kebanyakan bisa terlihat saat dia menonton TV, drama yang mengharukan sedikit saja bisa membuatnya menangis sedih, apalagi drama yang menceritakan tentang perpisahan dan kematian.

Tentu saja dia juga tahu itu palsu, tapi ceritanya mengharukan dan tidak tertahan olehnya.

Wallace pun mencubit manja pipinya, lalu berkata dengan lembut: "Oke deh, istriku memang wanita yang baik hati dan mudah terharu, dia tidak bisa melihat orang lain sedih."

Victoria menghela nafas, mendorongnya lalu pergi ke kamar mandi untuk mandi, Wallace pun mengerutkan alisnya, lalu tiba-tiba tertawa, dan mengikutinya juga.

Karena keesokan paginya mereka akan mengantar ibu Mo dan ayah Mo ke bandara, Wallace juga tidak berani terlalu heboh, setelah melakukan dua kali, dia pun berhenti, tapi walaupun begitu, Victoria tetap saja bangun kesiangan.

Saat turun ke bawah, ibu Mo dan ayah Mo sudah membawa koper mereka ke bawah, sepertinya jam sarapan sudah lama berlalu.

"Ayah, ibu." Victoria merasa bersalah dan kesal dengan dirinya sendiri, "Aku bangun kesiangan."

Ibu Mo tentu tahu mengapa mereka bangun siang, semua karena suatu hal yang menyenangkan, mana mungkin dia menyalahkannya?

"Tidak apa-apa, kalian anak muda tidurnya lebih banyak, ayo, cepat makan, jangan sampai kelaparan." Ibu Mo pun tersenyum kepadanya.

Walaupun dia tahu Ibu Mo tidak akan mempermasalahkan ini, tapi mendengarnya mengatakan itu sendiri, Victoria baru bisa tenang, dia pun berjalan ke ruang makan.

Setelah Victoria selesai makan dan membereskan meja, dia dan Wallace pun mengantar mereka berdua ke bandara.

"Ayah dan ibu pergi berdua saja, aku merasa sedikit khawatir." Victoria mengerutkan alisnya, bagaimanapun juga mereka sudah berumur.

"Ayah dan ibu dulu sering keluar negeri, tapi saat itu karena urusan bisnis, sekarang mereka pergi khusus untuk jalan-jalan, apa yang kamu khawatirkan?" Wallace sama seperti ayah dan ibunya, walaupun bisa rindu, tapi tidak begitu khawatir.

Victoria pun menjulingkan matanya, "Ya mana mungkin sama? Dulu banyak yang ikut pergi dengan mereka, sekarang mereka hanya berdua saja, walaupun terlihat sehat, tapi bagaimana kalau sakit?"

"Pantas saja ibuku menyukaimu, lihatlah mulut manismu ini..." Kebetulan saat ini sedang lampu merah, Wallace pun mendekatinya dan mencium bibirnya: "Ternyata memang manis."

Victoria tidak menyangka di jalan pun Wallace berani bertingkah seperti ini, dia pun melototinya, karena melihatnya masih menyetir, dia pun menahan untuk tidak mencubitnya, dan hanya marah: "Ibu baik kepadaku, tentu saja aku juga harus baik kepadanya."

Wallace tersenyum, dia merasa keadaan seperti ini baik juga, setidaknya dia tidak perlu mengkhawatirkan masalah hubungan menantu dan mertua yang selalu dikhawatirkan orang-orang.

Setelah tiba di bandara, Wallace pun membantu mereka menukar tiket, lalu memasukkan koper ke bagasi, terakhir, menyerahkan tiket dan paspor kepada ibu Mo dan ayah Mo.

"Jam terbang sudah dekat, kami sudah harus berjalan ke pemeriksaan."

Novel Terkait

The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
3 tahun yang lalu
Kamu Baik Banget

Kamu Baik Banget

Jeselin Velani
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
My Beautiful Teacher

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
3 tahun yang lalu
Mr. Ceo's Woman

Mr. Ceo's Woman

Rebecca Wang
Percintaan
3 tahun yang lalu
Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
Mr Huo’s Sweetpie

Mr Huo’s Sweetpie

Ellya
Aristocratic
3 tahun yang lalu
Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu