Ternyata Suamiku Seorang Milioner - Bab 160 Bagaimana Cara Keluar Rumah (2)

“Asalkan Ibu tidak keberatan denganku.” Victoria sungguh mengerti isi pikiran Ibu-ibu, membawa menantu keluar, tak lain adalah untuk dibanding-bandingkan, anak siapa yang lebih hebat, menantu siapa yang lebih patuh.

“Tidak keberatan, sejak kecil Wallace sudah sangat membuatku bangga, tetapi aku tetap lebih suka anak perempuan, karena jauh lebih pengertian dibanding anak laki-laki, seumur hidup ini aku tidak akan memiliki seorang anak perempuan lagi, tetapi bisa memiliki menanti sepertimu sudah membuatku sangat senang, akan lebih bagus lagi jika nantinya ada seorang cucu perempuan yang cantik dan lucu sepertimu!”

Victoria tidak terlalu mempermasalahkan anak laki-laki atau perempuan, tetapi kebanyakan mertua pasti lebih menginginkan anak laki-laki sebagai yang pertama, saat mendengar perkataan Ibu Mertua soal cucu perempuan, dia pun tidak dengan polos mengira mertuanya tidak mengharapkan anak laki-laki, berkata sambil tersenyum: “Aku juga menginginkan seorang anak perempuan, tetapi ada baiknya punya kakak laki-laki dulu, nantinya dia yang bertugas menjaga dan melindungi adik perempuan, sejak kecil aku berharap bisa memiliki seorang kakak laki-laki, tetapi sayangnya hanya adik laki-laki yang aku dapatkan.”

Maksud Victoria Gong adalah paling tidak harus melahirkan dua orang anak, perkataan ini membuat Ibu Mo merasa sangat senang, dia menggenggam tangan Victoria dan tersenyum ceria, “Begini baru benar, ada seorang kakak laki-laki yang bisa menjaga adik perempuannya, bagus sekali.”

Victoria Gong sedikit tersenyum, mungkin karena kebanyakan bermain dengan William, dia pun semakin berharap buah hati mereka bisa hadir lebih cepat.

Setelah pergi dari tempat SPA, Victoria Gong melihat hari masih awal, dia pun mengajak Ibu Mertua pergi ke kedai kopi.

Mertua dan menantu duduk bersandar dengan malas di tepi jendela sebuah kafe yang cerah, minum kopi dan menikmati kue, sungguh menenangkan hati.

“Sebelumnya Ibu dengar setelah selesai dari kesibukan kali ini, Wallace Mo ingin berbulan madu, tiba saatnya nanti, minta Wallace ajak kamu jalan-jalan hingga puas, semenjak menerima jabatan di perusahaan, waktu Wallace hanya diisi dengan kerja, sudah saatnya melepas kepenatan dalam diri.”

Ibu Mo melanjutkan: “Beberapa waktu yang lalu teman-teman Ibu berlibur ke luar negeri, ada tempat-tempat yang membuatku tertarik, aku pun ingin mengajak Ayahmu pergi kesana, mumpung saat ini Ibu dan Ayah masih muda, kalian juga belum memiliki anak, sudah seharusnya kami jalan-jalan, agar tidak keburu tua dan hanya mengagumi orang lain.”

Victoria terlihat heran, “Ayah juga sudah setuju?”

“Awalnya Ayahmu juga tidak setuju, tetapi seharian di rumah sungguh membosankan, pada akhirnya Ayahmu berhasil dibujuk dan setuju, saat ini dia jauh lebih bersemangat dibandingku, setiap hari mencari informasi tentang tempat liburan, dia mulai mempersiapkannya!”

Saat membahas Ayah Mo, senyum di wajah Ibu Mo pun terlihat semakin lebar, meskipun tidak menonjol seperti anak muda, tetapi dilihat dari ekspresi matanya, aku tahu mereka saling menyayangi, sungguh tak terpisahkan.

Victoria Gong paling mengagumi hubungan seperti ini, dia juga berharap bisa seperti ini dengan Wallace Mo saat hari tua nanti.

“Proyek-proyek ini sepertinya baru akan selesai setelah beberapa bulan lagi, Bu, Ibu dan Ayah bisa berlibur dengan santai, tidak perlu buru-buru kembali, anggap saja bulan madu lagi.” Victoria berkata sambil bercanda.

Ibu Mo tidak merasa canggung, sebaliknya sangat menyetujui perkataan Victoria, “Aku juga berpikir seperti itu, tidak mudah bagi kami bisa berlibur sama-sama, kami akan berlibur dengan santai, pergi ke lebih banyak tempat, tetapi tetap saja ada batas waktunya, makanya Ayahmu terus mencari dan memilih tempat bagus.”

Victoria Gong dan Berly pernah mengikuti liburan kelulusan sekolah, mereka pergi ke banyak tempat berbeda, tentu saja banyak yang terjadi saat liburan, Victoria pun menceritakan semuanya pada Ibu Mo dengan suara yang lemah lembut.

Ibu Mo terlihat mendengar dengan sangat fokus, terutama saat Victoria menceritakan budaya dan ciri khas daerah, terdengar sungguh menarik, hingga Ibu Mo sendiri pun ingin pergi melihatnya.

Tiba-tiba seorang anak laki-laki berlari menghampiri, memanggil Victoria dengan wajah tersenyum berseri: “Bibi.”

“William?” Victoria Gong kaget hingga mata terbelalak, bertanya: “Kenapa kamu bisa disini?”

William tersenyum kecil dan berkata dengan lembut: “Ibu dan Bibi sedang minum kopi, aku ikut Ibu kemari.”

William berkata sambil menunjuk Elizabeth dan satu perempuan lain yang tidak jauh dari sana.

Victoria mengikuti arah tunjukkan jari William, ternyata memang terlihat Elizabeth, dia juga kebetulan melihat ke arah Victoria dan mereka pun bertatapan, sama-sama melemparkan senyuman kecil.

“Victoria, kamu kenal dengannya?” Ibu Mo melihat pipi tembem milik William dan merasa sangat gemas, terutama merasa wajah William sangat familiar, dia pun semakin senang melihatnya.

“Itu adalah teman kuliah Wallace, saat ini bekerja di kantor Wallace, William adalah anak laki-laki nya, mereka tinggal di lantai atas rumah kami.”

Saat Victoria Gong belum memutuskan untuk pergi menyapanya atau tidak, Elizabeth sudah berjalan menghampirinya lebih dulu.

“Nyonya Mo, kebetulan sekali, kamu juga minum kopi disini.” Elizabeth sedikit tersenyum, dengan pandangan mata yang melintasi Ibu Mo secara diam-diam.

“Iya.” Victoria Gong tersenyum dengan ekspresi datar: “Aku menemani Ibuku kemari.”

Victoria tidak memperkenalkan identitas Ibu Mo dengan khusus, Elizabeth pun tidak berpikir lebih banyak, langsung menyapa Ibu Mo dengan pandangan hangat: ”Apa kabar.”

“William, panggil Nenek.” Elizabeth mengelus kepala William sambil tersenyum.

William berdiri dengan patuh di samping Elizabeth dan tersenyum manis pada Ibu Mo: “Apa kabar Nenek.”

Saat William tersenyum, Ibu Mo tidak lagi merasa familiar, tetapi saat melihat anak yang patuh dan menggemaskan seperti itu, hati Ibu Mo pun serasa akan meleleh, dia tersenyum dengan ramah : ”Anak pintar.”

Setelah menyapa, Elizabeth pun berencana membawa William pergi, “Bibi, Nyonya Mo, aku tinggal dulu ya.”

Victoria tersenyum datar dan mengangguk.

“Sampai jumpa Bibi, sampai jumpa Nenek.”

William melambaikan tangan dan pergi bersama Elizabeth, kembali ke tempat duduk mereka.

Ibu Mo melihat William yang menjauh sambil berkata pada Victoria: “Anak itu kelihatan sangat menggemaskan.”

Novel Terkait

Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Tiffany
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
My Perfect Lady

My Perfect Lady

Alicia
Misteri
4 tahun yang lalu
Suami Misterius

Suami Misterius

Laura
Paman
3 tahun yang lalu
Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu
My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
3 tahun yang lalu