Ternyata Suamiku Seorang Milioner - Bab 157 Makan Malam Bersama (1)

"Ya."

Wallace melihat Victoria sedikit salah tingkah, hatinya merasa hangat dan tenang, ia memiringkan kepalanya tepat di hadapan wajah VIctoria lalu berkata, "Istriku sangat pengertian."

"Tentu saja." Victoria mengangkat dagunya, memberikan tatapan yang bangga terhadap dirinya sendiri pada Wallace.

"Sepertinya aku mengambil keuntungan darimu." kata Wallace sambil memeluk Victoria dari belakang, napasnya yang hangat menghembus telinga Victoria yang sensitif.

Victoria merasa geli di telinganya, ia menggerakkan badannya dan berhasil mengeluarkan satu tangannya untuk mendorong Wallace, "Cukup, jangan macam-macam, kamu keluar dulu, masakannya segera selesai."

"Tidak mau.", Wallace sangat keras kepala, ia tidak mau melepaskan tangannya dari pinggang empuk milik istrinya itu.

"Bagaimana aku dapat memasak kalau kamu ada di sini?" lalu Victoria mengayunkan spatulanya dan mendorong Wallace. "Kalau kamu melihatku seperti ini terus aku tidak akan melanjutkan memasak."

"Baiklah, Istriku sudah tidak mencintaiku lagi." kata Wallace, lalu ia menghela napas kesal dan perlahan berjalan keluar dari dapur menuju ke ruang tamu.

Saat Victoria melihat Wallace sudah berjalan menjauh, barulah ia perlahan menghela napas, ia lalu berbalik badan dan lanjut memasak, tidak berapa lama, 3 jenis sayur dan semangkuk sup yang telah dimasaknya pun telah siap di atas meja makan.

Saat membawa sayur yang terakhir ke meja makan, Victoria berteriak ke arah ruang tamu, "Wallace, William, ayo makan."

"Baiklah."

Wallace menyimpan majalah yang sedang dibacanya, terlihat seorang anak laki-laki menggemaskan yang masih tegang dan kaku, tapi seketika berubah saat mendengar suara yang jernih dan lembut, "Ayo makan dulu."

William mengepalkan tangannya, perlahan ia bangkit dari sofa, muka seriusnya tidak berani memandang Wallace, ia menjawab dengan suara kecil, "Hm."

Keduanya berjalan menuju ke ruang makan, William telah duduk manis di atas kursi. Victoria khawatir William yang masih kecil belum bisa menggunakan sumpit, karena itu ia mengambilkan sendok untuk William.

"Terima kasih, Bibi." kata William dengan wajahnya yang sedikit memerah, sepertinya ia malu-malu.

Wallace melihat Victoria dan William dapat berhubungan dengan baik seperti ini, bahkan istrinya juga menunjukkan wajah lemah lembutnya yang selama ini belum pernah dlihatnya, seketika hati Wallace menjadi hangat, tanpa disadari ia mengingat anaknya....

Kalau anak itu masih ada, pasti ia akan seperti William yang penurut.

Wallace yang melamun sejenak pun dengan cepat kembali tersadar, ia segera melupakan masalah itu. Wallace ikut gembira yang melihat istrinya dengan hati-hati mengambilkan sayur untuk William.

William sangat pandai dan penurut, ia tidak memilih-milih makanan, hal ini membuat Victoria semakin menyukai anak penurut ini, sulit mendapat suasana hangat seperti ini.

Setelah selesai makan malam, Wallace membantu istrinya merapikan meja makan, tiba-tiba bel berbunyi.

Victoria sedikit mendorong Wallace lalu berkata, "Tolong bukakan pintu."

"Baik."

Wallace segera membantu Victoria terlebih dahulu untuk menyimpan peralatan makan ke dapur, setelah itu barulah ia berjalan pergi membukakan pintu.

"Elizabeth?" kata Wallace dengan wajah datarnya berdiri di depan pintu melihat perempuan yang matanya memerah itu. "Apakah kamu datang mencari anakmu?"

"Maaf mengganggu, saat aku tiba di rumah aku tidak dapat menemukan anakku, lalu aku pergi bertanya pada pos keamanan, barulah aku tahu istrimu yang membawa anakku pulang...." Elizabeth bercerita sambil berkaca-kaca, kelihatannya ia sangat khawatir, tatapannya terus mencari-cari ke dalam rumah.

Hanya saja Wallace tidak berencana mempersilahkan Elizabeth masuk ke dalam rumahnya, ia hanya berdiri di depan pintu tanpa ekspresi dan terdiam mendengar keluhan dan tangisan Elizabeth, lalu ia membalikkan kepalanya dan berteriak, "William, Ibumu menjemputmu untuk pulang."

Mendengar teriakkan Wallace, William yang tadinya sedang berada di ruang tamu menonton tv pun mulai gemetar, sepertinya ia sangat ketakutan, tapi hal itu hanya berlangsung sebentar saja, mukanya yang serius, mulai menggenggam tangannya sendiri dan perlahan berjalan ke arah pintu keluar.

"Mama." kata William dengan suara kecil, ia berjalan ke arah Elizabeth dan berdiri di depannya sambil menundukkan kepala, ia seperti sedang mengakui kesalahannya.

Setelah menyimpan mangkuk ke mesin pencuci piring, Victoria yang juga mendengar teriakkan Wallace pun berlari keluar dari dapur dan menuju ke arah pintu keluar, ia melihat Elizabeth yang sangat khawatir, sepertinya sebelumnya ia sudah menangis. Victoria merasa bersalah dan berusaha menjelaskan, "Aku bertemu William di dalam lift, lengannya tersayat, dan di rumahmu tidak ada orang, jadi aku pergi membawanya ke toko obat."

Mereka tidak saling mengenal sebelumnya, karena di rumah William sedang tidak ada orang, maka Victoria membawanya pulang, meskipun berniat baik, tapi malah membuat Elizabeth merasa khawatir hingga menangis, bagaimanapun juga, lebih baik dijelaskan seperti ini.

"Terimakasih, hari ini aku sangat sibuk bekerja, akhir-akhir ini tidak ada waktu luang untuk menjaganya, aku kira William..." Elizabeth yang emosinya sedang tidak stabil pun hampir meneteskan air matanya saat berbicara. Tapi melihat William yang dalam keadaan baik-baik saja, ia pun berusaha menenangkan dirinya, lalu berkata : "Aku mengucapkan terimakasih."

Novel Terkait

Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
4 tahun yang lalu
Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
3 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
4 tahun yang lalu
Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu