Ternyata Suamiku Seorang Milioner - Bab 368 Selalu Menemaninya

Melihat William sepolos ini, Wallace merasa kagum. Andaikan dia juga bisa sepolos ini, dia pasti tidak akan semenderita seperti ini.

Dia melihat ke arah luar, matahari sudah terbenam, langit pun sudah gelap.

"William, kamu mau tidur?" Tanya Wallace.

William mengangguk, menggandeng tangan Wallace dan berjalan naik. Karena sudah lama tidak bertemu, dia pun meminta Wallace bercerita untuknya sebelum tidur.

Setelah William tertidur, Wallace pergi ke kamar Joe untuk melihat Joe. Joe sedang tertidur pulas, bahkan air liurnya pun mengalir. Dia pun tersenyum dan mengusapnya: "Anak ini."

Dia berpikir, sepertinya penderitaannya sudah banyak berkurang berkat William dan Joe. Rasa cinta selalu bisa menghilangkan hal-hal yang membuat kita tidak senang, membuat kita menjadi lebih rileks.

Beberapa saat kemudian, Wallace pun pergi dari kamar Joe dan kembali ke kamarnya. Victoria masih saja diam dan tidak bergerak, dia sangat berharap saat dia masuk ke kamar, posisi tidur Victoria bisa sedikit berubah, setidaknya menandakan kalau dia sudah bisa bergerak, dan kemudian akan sadar kembali. Tapi, dia tidak bergerak sama sekali.

Dia duduk disampingnya, menggenggam tangannya yang lembut itu. Dokter bilang harus sering berbicara dengannya, oleh karena itu dia pun berceloteh kembali.

"Victoria, dasar kamu pemalas yang hobinya tidur saja. Aku ingat dulu, dalam sepuluh hari, sembilan harinya kamu pasti jam sepuluh baru bangun, itu juga karena aku yang membangunkanmu saat aku sudah di kantor. Aku janji, setelah kamu sadar nanti, aku tidak akan membangunkanmu lagi, supaya kamu bisa terbangun sendiri dan tetap menjadi pemalas yang hobi tidur."

Wallace tersenyum sendiri saat mengatakan ini. Dia masih mengingat, setiap bangun tidur, hal pertama yang dilakukannya adalah memeluk erat Victoria dan memberikan dia sebuah kecupan. Sedangkan Victoria, dia masih mengigau dan menikmati tidurnya. Saat memikirkan ini, Wallace pun merasa sedih. Kalau Victoria tidak bangun lagi, keadaan seperti itu pun tidak akan muncul lagi.

Dia mengerutkan alisnya dan berkata: "Beberapa hari ini saat menjaga Joe, dia selalu mencarimu dan menangis. Kalau kamu bangun, dia pasti sangat senang."

……

Setelah berceloteh banyak, suaranya pun menjadi serak, matanya memerah. Kenangan-kenangan yang indah itu, saat dikatakannya di depan Victoria, terasa seperti sedang mengingatkan dirinya sendiri kalau kenangan-kenangan indah itu mungkin tidak akan pernah muncul lagi.

Dia mendekatkan dirinya dan mengecup dahi Victoria: "Victoria, aku mencintaimu." Kemudian, tetes air matanya pun terjatuh di atas wajah Victoria.

Dia berbaring di samping Victoria, meletakkan tangannya di atas pinggang Victoria. Saat ini, dia rela jika harus mati bersamanya.

Malam semakin larut, Wallace pun akhirnya tertidur. Dalam sehari, mungkin hanya beberapa jam ini sajalah, dia bisa rileks dan melupakan penderitaannya untuk sementara. Asalkan bisa berada di samping Victoria, mencium aroma tubuhnya, mendengarkan detak jantungnya, tahu kalau Victoria masih ada di sampingnya, dan selamanya tidak akan pergi.

Banyak yang bilang kalau berjodoh pasti akan bersama. Tapi ada beberapa pasangan yang setelah bersama malah harus menghadapi berbagai cobaan, saingan, lawan, kecelakaan, hilang ingatan, hingga tidak sadarkan diri. Kalau apa yang didapatkan harus diseimbangkan dengan apa yang dikorbankan, Wallace dan Victoria mungkin akan hanya berharap untuk bisa mengorbankan sedikit kemewahan, hanya agar mereka bisa bersama, di saat yang bersamaan tidak perlu menghadapi banyak rintangan.

Hidup ini sudah cukup susah, mereka hanya berharap bisa bersama dengan orang yang dicintai hingga di hari tua.

Angin kecil berhembus masuk ke dalam kamar, mereka berdua berbaring bersama di atas ranjang. Di dalam kegelapan, mereka masih bisa mendapatkan kebebasan untuk sementara, kebebasan tanpa tekanan.

……

Di hari-hari mendatang, Wallace bertanggung jawab penuh untuk menjaga Victoria, bahkan hal kecil seperti minum air saja pun, Wallace juga harus memasak airnya sendiri.

Pernah suatu kali, ibu Mo masuk ke kamar untuk melihat Victoria, dia malah melihat Wallace yang lelah dan ketiduran. Dia merasa kasihan lalu membantunya memijat tangan dan kaki Victoria. Tapi tidak lama kemudian, Wallace pun terbangun. Awalnya Wallace kaget, tapi lalu berkata: "Ibu, kamu keluar saja, aku saja yang pijatin."

Ibu Mo tahu kalau Wallace keras kepala, dia pun terpaksa pergi.

Terkadang Wallace juga membiarkan William dan Joe masuk ke dalam kamar, dia berpikir, kalau mereka ada di kamar, seharusnya Victoria akan semakin tidak rela untuk tidur terus.

Berly tentu juga pernah datang, tapi karena terlalu menggebu-gebu, tidak lama pun langsung disuruh pulang oleh Wallace.

Wallace juga banyak bercerita untuk Victoria, beberapa diantaranya adalah kenangan, masa depan mereka, dan juga kerinduannya terhadap Victoria. Terkadang dia tertawa bahagia, tapi kebanyakan ekspresinya selalu datar, tidak tahu apa yang sedang dipikirkannya.

Lama kelamaan, Wallace sudah terbiasa dengan Victoria yang seperti ini. Tapi dia tidak pernah meragukan kalau Victoria pasti akan sadar kembali.

Victoria sudah tertidur selama 30 hari.

Hari ini, setelah Wallace memijat Victoria, dia pun menggendong Joe ke dalam kamar, William juga mengikutinya.

William naik ke atas ranjang, menatap Victoria dan memurungkan mulutnya: "Ayah, kenapa ibu tidur begitu lama? Aku rindu ibu, aku ingin ibu bicara denganku, dan membantuku mengerjakan tugas sekolah."

Wallace pun tersenyum dan berkata: "Kamu pernah baca dongeng itu tidak? Sebenarnya ibu itu putri tidur."

"Kalau begitu ayah pangerannya dong, cepat cium ibu, nanti ibu pasti bangun." Kata William dengan polosnya.

Wallace melekukkan bibirnya dan berkata: "Ayah sudah pernah mencium ibu, tapi sepertinya ibu masih marah dengan ayah, dia tidak ingin bangun."

Mendengar perkataan ini, William mengangkat kepalanya dan melihat Wallace. Dia berpikir-pikir dan berkata: "Kalau begitu aku yang coba saja, ibu dulu juga pernah bilang kalau aku itu pangeran." Setelah itu, William pun mengecup Victoria.

Setelah menciumnya, William pun menatap Victoria lama, Victoria masih tertidur. William pun berkecil hari dan berkata: "Mungkin aku bukan pangeran yang disukai ibu."

Wallace pun tertawa, dia sangat mengagumi kepolosan William. Dia mengelus rambutnya dan menenangkannya: "Tidak apa-apa, ibu pasti akan bangun."

"Oke, aku tunggu ibu." William mengangguk dan tersenyum.

Wallace juga tersenyum dan membawa Joe ke atas ranjang. Saat ini Joe sudah bisa merangkak, perlahan-lahan dia merangkak ke samping tubuh Victoria, mengulurkan tangannya dan ingin menyentuhnya, tapi karena tangannya masih pendek, dia tidak dapat menyentuhnya.

Dia melihat Wallace dan merapatkan bibirnya, sepertinya ingin menangis.

Wallace tersenyum dan duduk di atas ranjang, membantu Joe untuk mengelus wajah Victoria.

Joe pun merasa puas dan tertawa. Dia melihat Victoria, matanya terbuka lebar, tiba-tiba, terdengar suara dia memanggil: "I... bu..."

Dan saat Victoria mendengarnya, jarinya pun terlihat sedikit bergerak.

Kebetulan Wallace juga melihatnya, dia sangat terkejut. Dia menggendong Joe dan berkata: "Joe, panggil ibu lagi ya?" Dia berpikir, kalau Joe memanggil lagi beberapa kali, Victoria pasti akan bangun.

Joe melihat William dan terlihat seakan-akan sudah mengerti. Panggilan itu memang dilakukannya tanpa sadar, dan dia juga masih belum memiliki ingatan. Dia mengulurkan tangannya ingin digendong Wallace, tapi malah tidak memanggil "ibu" lagi.

Wallace menahannya dan tersenyum, dia terlihat sedikit terburu-buru dan berkata: "Joe, ayo panggil "ibu"."

Joe tidak mengerti, yang dia tahu hanyalah Wallace tidak ingin menggendongnya. Dia melihat Wallace dan tiba-tiba menangis kencang.

Wallace pun pasrah dan menggendongnya, lalu menenangkannya: "Joe, ayah yang jahat, tidak seharusnya ayah memaksamu. Tapi, kalau kamu panggil "ibu", ibu mungkin akan bangun. Besok kita coba panggil ibu lagi ya?"

Tidak tahu apakah Joe mengerti atau tidak, dia hanya melihat Wallace dan tertawa.

Wallace tersenyum dan melihat Victoria yang masih tertidur, respon yang tadi sudah tidak terjadi lagi. Dia pun menghela nafas dan berkata kepada William: "William, kita keluar saja ya? Jangan ganggu ibu istirahat."

William mengangguk dan berjalan keluar bersama Wallace.

Wallace menyerahkan Joe kepada ibu Mo dan kembali ke kamarnya. Dia mengangkat hpnya dan menelepon dokter: "Dokter, tadi Victoria sempat menggerakkan jarinya, apakah tandanya dia akan bangun?"

"Ada kemungkinan besar, apakah kalian mengatakan sesuatu yang telah memancingnya? Atau apakah ada perlakuan khusus?" Tanya dokter.

Wallace pun mengangguk dan berkata: "Iya, tadi anak saya memanggilnya "ibu"."

"Baguslah kalau begitu, ini menandakan dia punya respon yang kuat terhadap lingkungan sekitarnya. Lanjutkan saja, biarkan anakmu memanggilnya lagi beberapa kali, kamu juga boleh memanggilnya, dan banyak bicara dengannya." Kata dokter.

Wallace tersenyum, dia sangat menantikannya. Dia berkata: "Baiklah, makasih dokter."

Setelah menutup telepon, dia pun duduk di samping Victoria dan menggenggam tangannya: "Victoria, kamu bisa mendengarkanku bukan? Apakah kamu sudah dengar Joe memanggilmu "ibu", makanya kamu merespon? Kamu pasti sudah mau bangun bukan?"

Wallace tidak tahu, saat dia mengucapkan perkataan-perkataan itu, dia sangat senang dan terharu, dalam sebulan ini hampir tidak pernah terlihat senyuman di wajahnya. Selama ini, dia hanya berekspresi datar, dia sangat sedih, tapi juga tidak mau terlalu menunjukkan kesedihannya. Kali ini, Victoria sudah memberikan respon, akhirnya dia bisa melampiaskan perasaannya.

"Victoria, kamu harus bangun." Kata Wallace sambil mencium punggung tangan Victoria.

Walaupun Victoria masih belum bisa menjawabnya, tapi Wallace sangat senang. Dia sudah lama menantikan respon dari Victoria, dan respon kecil tadi adalah sebuah awal yang sangat bagus.

……

Malamnya, Wallace kembali membawa Joe ke kamar, ke samping Victoria.

"Joe, cepat panggil "ibu". Kata Wallace sambil tersenyum.

Sedangkan Joe? Seperti dia tidak mendengarnya, atau bisa dibilang tidak mengerti, dia melihat Wallace dan Victoria, lalu mengatakan bahasa bayi yang tidak dimengerti oleh Wallace, tapi tetap tidak memanggil "ibu".

Wallace menghela nafasnya, dia tidak ingin memaksa Joe lagi. Dia menarik tangan Joe dan berkata: "Kalau begitu kita bicara saja dengan ibu oke?"

Novel Terkait

Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Shuran
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Chasing Your Heart

Chasing Your Heart

Yany
Dikasihi
3 tahun yang lalu
Get Back To You

Get Back To You

Lexy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Akibat Pernikahan Dini

Akibat Pernikahan Dini

Cintia
CEO
4 tahun yang lalu
Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
3 tahun yang lalu