Ternyata Suamiku Seorang Milioner - Bab 300 Dia Memang Sengaja

Tepat jam 12 malam, Wallace menerima sebuah telepon, itu adalah panggilan dari Willy. Setelah telepon diangkat, dia pun berkata: “Direktur Mo, aku sudah menemukan William.”

Wallace segera bertanya: “Dimana?”

“Di bawah gedung rumahku. Saat pulang, aku melihatnya tidur di kursi panjang bawah gedung.” Willy Mo menjawab.

“Baiklah, tunggu aku kesana.” Selesai berkata, Wallace segera mematikan telepon, mengenakan pakaian dan keluar rumah.

Yang tidak diketahui olehnya adalah, baru saja berjalan turun, orang di depan kamarnya berjalan dengan tatapan sangat dalam.

10 menit kemudian, Wallace tiba di kawasan perumahan Willy Mo. Dia segera masuk ke dalam rumah dan melihat William tertidur manis di sofanya, dalam hati spontan terasa lega.

“Direktur Mo, tidakkah kamu merasa masalah ini sangat aneh?” Willy bertanya. Kenapa William bisa kebetulan sekali tidur di bawah gedung rumahnya? Kenapa tahu sekali kapan dirinya akan pulang?

Wallace Mo merapatkan bibir, lalu berkata: “Pergi selidiki dulu.”

“Baiklah.” Willy menjawab.

Wallace tersenyum, menepuk pundaknya, berkata: “Hari ini kamu sudah kelelahan, istirahatlah lebih awal.” Sambil berkata, Wallace pun memeluk William meninggalkan apartemen Willy.

Demi tidak membangunkan orang lain, Wallace mengantar William kembali kamar dengan perlahan, lalu kembali ke kamarnya sendiri. Hanya saja saat berjalan masuk, terlihat sebuah bayangan hitam duduk di ranjang.

“Victoria, kamu sudah bangun?” Wallace Mo bertanya, lalu berjalan ke tepi ranjang.

Victoria menyalakan lampu meja, dalam seketika menerangi seisi ruangan. Dia memeluk pinggang Wallace dengan kondisi setengah sadar, sambil berkata: “Kamu kemana saja?” Victoria sangat peka, saat Wallace tidak ada, dia pasti mampu menyadarinya dengan segera.

Wallace tersenyum sambil mengelus lengan Victoria dan berkata: “Aku baru saja pergi menjemput William.”

Mendengar perkataan itu, Victoria spontan sadar. Dia mengangkat kepala melihat Wallace dengan mata terbelalak, sambil bertanya: “Benaran?’

Wallace mengangguk, berkata: “Aku sudah mengantarnya kembali ke kamar.”

Victoria segera melepaskan pelukan Wallace dan turun dari ranjang. Tanpa memakai sandal, dia pun bersiap-siap keluar kamar.

Wallace langsung menarik tangannya, melihat kedua kaki yang putih lembut sambil berkata: “Pakai sandal.”

Victoria melototi Wallace , segera mamakai sandal dan pergi ke kamar William dengan tidak sabar.

Dia membuka pintu dengan pelan, lalu menyalakan lampu meja dengan perlahan pula. William sungguh nyata di depan mata.

“Benaran, dia telah kembali.” Victoria berkata pelan, sambil menyilangkan sepuluh jari dan melihat Wallace yang sedang bersandar di pintu.

Wallace tersenyum, sambil melihat Victoria dengan penuh kehangatan.

Victoria menjulurkan tangan, mengelus wajah William, dan berkata pelan:”Maaf William, Bibi yang telah membuatmu hilang.”

Terlihat sebuah luka memar di kening William. Saat poninya dirapikan ke kiri dan kanan, luka memar itu semakin terlihat. Dia ingin pergi mengelusnya, tetapi juga takut membuatnya sakit, hanya berkata: “Semua salah Bibi, Bibi tidak akan mengulanginya lagi lain kali.” Terdengar ekspresi tidak tega dalam kata-kata Victoria.

Entah telah duduk berapa lama di ranjang, Wallace berjalan mendekatinya, dan berkata: “Sudah, sudah. Dia sudah pulang dengan aman, kita tidur saja ya?” Sambil berkata, Wallace pun menyandarkan kepala ke bahu Victoria.

Victoria Gong membalas dengan membelai wajah Wallace . Di belakang ada Wallace, di depan ada William, dan di dalam perut ada seorang buah hati mereka, rasanya nyaman sekali. Dia tersenyum, berkata: “Wallace , biarkan William menjadi anak angkatku saja ya?”

Setelah mendengarnya, rasa kantuk Wallace spontan menghilang, berkata dengan tegas: “Victoria, kamu jangan berpikir kejauhan ya?”

Victoria merapatkan bibir, lalu berkata: “Aku yakin kok.” Dia tahu perasaan Wallace terhadap William, Wallace saja tidak bisa menerima William, apalagi membiarkan dirinya menjadi Ibu angkat William.

“Sudah, tidur saja.” Selesai berkata, Wallace pun menggendong Victoria kembali kamar.

Di saat ini lah, Victoria merasa sangat bersyukur. Dia semakin merasa, asalkan ada Wallace , maka segala sesuatu tidak perlu dicemaskan, dia bahkan boleh menjadi orang bodoh saja.

Malam itu, Victoria tidur dengan sangat tenang dan nyaman, hingga bibir pun menunjukkan senyuman manis.

……

Keesokan harinya, cuaca kembali cerah seperti beberapa waktu lalu, matahari menerangi permukaan bumi secara perlahan.

Saat terbangun, William melihat langit-langit ruangan, barulah menyadari dirinya sedang di rumah Keluarga Mo.

Dia tercengang, lalu berjalan keluar kamar dan turun ke lantai bawah, berdiri di belakang Ibu Mo sambil memanggil: “Nenek.”

Tadinya Ibu Mo sedang memotong roti, saat mendengar suara itu, tangannya bergetar, pisau yang digenggamnya pun terjatuh ke lantai ubin, ‘Kuanggg----‘. Dia langsung berbalik badan, melihat William berdiri tegak di hadapannya, seolah tidak percaya dengan apa yang dilihat.

Melihat Ibu Mo tidak memberikan reaksi apapun, William pun memanggilnya lagi: “Nenek.”

Panggilan ‘Nenek’ itu langsung menarik Ibu Mo kembali dalam dunia nyata, dia segera berjongkok dan memeluk William, berkata dengan suara serak: “William, akhirnya kamu pulang.”

“Nenek, ada apa dengan Nenek?” William tidak tahu apa yang baru terjadi, tentu tidak mengerti perasaan Ibu Mo.

Ibu Mo melepaskan William, tersenyum dan berkata: “Nenek tidak apa-apa, yang penting William sudah pulang.”

William pun membalas senyuman itu, lalu berlari keluar dan menunggu untuk sarapan.

Ibu Mo masih ingin bertanya sesuatu, tetapi melihat bayangan William pergi dengan cepat, rasanya tidak perlu tanya lagi. Yang terpenting adalah William aman.

Saat Elizabeth turun, terlihat William sedang duduk di depan meja makan dalam keadaan aman. Dia tersenyum sejenak, lalu menyimpan kembali senyumannya, dan berjalan ke arah William dengan ekspresi cemas. Dalam seketika langsung memeluknya dan berkata: “William, akhirnya kamu pulang.”

William pun merasa sangat heran, kenapa setiap orang berekspresi seperti itu hari ini? Dia mendorong Elizabeth, berusaha melepaskan diri dari pelukannya, tetapi pelukan itu terlalu erat.

Saat ini, Ibu Mo keluar membawa susu segar. Melihat kejadian itu, dia pun tersenyum dan berkata pada Elizabeth: “Yang penting William sudah pulang.”

Elizabeth melepaskan pelukannya, menghapus air mata di ujung mata dan memangku William, sembari berkata: “William, beritahu Ibu, kemana saja kamu kemarin? Apakah bertemu orang jahat?”

“Aku melihat seorang Paman di dalam kamar mandi, dia bilang akan membawaku pergi bermain, aku pun ikut saja. Tadinya aku sedang tidur di rumah Paman, entah kenapa tiba-tiba kembali kesini, apakah Paman yang mengantarku pulang?” William bertanya.

Elizabeth terdiam beberapa saat, melihat ke arah Ibu Mo. Ibu Mo pun berekspresi tidak tahu, berkata: “Seharusnya Wallace yang telah menemukan dia.”

Elizabeth menganggukkan kepala, melihat William dari atas hingga bawah, sembari berkata: “Biarkan Ibu lihat, apakah kamu terluka.” Setelah berkata, Elizabeth pun menyingkapkan rambut William. Saat melihat luka memar itu, dia pun berteriak ‘Aaaa’.

“Kenapa?” Sambil berkata, Ibu Mo pun segera berjalan ke depan William. Saat melihat luka memar di kening William, hatinya terasa amat terpukul.

“William, bagaimana bisa begini? Sakit tidak?” Elizabeth menekan luka memar itu dengan pelan.

Hanya gerakan itu saja cukup untuk membuat Ibu Mo tidak tega, karena William sungguh cucu kesayangan dia.

William menggelengkan kepala, berkata: “Tidak sengaja jatuh, tidak sakit kok.”

Tingkahnya yang begitu patuh membuat Ibu Mo tiba-tiba merasa, meskipun dia kembali dengan selamat, masalah itu tidak boleh dilewatkan begitu saja.

Saat ini, Wallace kebetulan turun bersama Victoria.

Melihat kejadian itu, Wallace pun tersenyum, kali ini Ibu Mo dan Elizabeth pun tidak perlu cemas lagi.

Ibu Mo kebetulan melihat wajah Victoria yang sedang tersenyum, menatapnya dengan tajam dan berkata: “Kamu masih berani senyum?”

Victoria langsung terdiam, menatap Ibu Mo tanpa tahu harus berkata apa.

“Bu.” Wallace mengerutkan kening, berkata: “Lagipula William sudah pulang, tidak ada masalah lagi kan?”

Ibu Mo meletakkan barang dengan kesal dan duduk di depan meja. Dengan wibawa senior tertinggi dalam keluarga, dia pun berkata: “Untung saja William sudah pulang, bagaimana jika tidak?”

Wallace baru ingin menyanggah, Victoria segera menarik lengan bajunya dan berbicara lebih dulu: “Maaf, Bu. Semua ini salahku, aku yang terlalu ceroboh.”

Ibu Mo tidak mengatakan apapun, juga tidak melihat Victoria lagi, suasana pun menjadi sangat tegang.

Bola mata William berputar cepat, melihat ke arah setiap orang dalam ruang makan. Dia baru saja ingin berkata, malah didahului Elizabeth.

“Benar, Nona Gong, kamu begitu ceroboh, lain kali aku tidak akan membiarkan William ikut denganmu lagi.” Elizabeth semakin memanas-manaskan keadaan, ingin sekali membuat kericuhan sebesar-besarnya dalam rumah itu.

“Kalau begitu jangan biarkan Victoria membawanya lagi!” Wallace berkata dengan nada rendah yang sangat menakutkan.

Setelah mendengarnya, Ibu Mo langsung menepuk meja dan berkata: “Wallace, apa yang kamu katakan? William anak kandungmu sendiri.”

“Bu, setiap kali terjadi masalah yang berhubungan dengannya, Ibu selalu tidak masuk akal. Baiklah, karena Ibu begitu tidak menyambut kedatangan kami, kami akan pindah keluar saja.” Selesai berkata, Wallace pun menggandeng tangan Victoria pergi dari rumah Keluarga Mo.

Meskipun Victoria ingin mencegat Wallace, tetapi tenaganya tidak mungkin bisa mengalahkan laki-laki itu.

Melihat bayangan mereka berdua pergi menjauh, Ibu Mo kesal hingga tak mampu mengatakan apapun, hanya melotot ke arah pintu.

Wallace Mo membawa Victoria Gong ke kantor, sepanjang perjalanan tidak berbicara sedikitpun.

Dia tahu Victoria pasti merasa sangat sedih, lebih baik berikan dia waktu dulu.

Begitu masuk ke dalam kantor, dia melihat Willy sedang menunggunya sambil membawa setumpuk dokumen di tangan.

“Victoria, tunggu aku disini.” Selesai berkata, Wallace Mo pun pergi mencari Willy untuk membicarakan pekerjaan.

Victoria ingin berkata sesuatu pada Wallace , baru saja membuka mulut, dia pun hanya melihat bayangan Wallace menjauh. Akhirnya hanya bisa duduk di kursi sambil sesekali melihat Wallace yang sedang fokus mengurus kerjaan.

Dia sangat panik, entah bagaimana keadaan Ibu Mo di rumah.

Dia tahu, semua yang Wallace lakukan bertujuan untuk melindunginya.

Tetapi, setelah ini, pasti Ibu Mo akan semakin membencinya. Awalnya dia telah membuat cucu kesayangannya hilang, lalu ‘Membawa pergi’ anak kesayangannya.

Victoria menghela nafas, dengan pikiran yang sangat kacau.

……

Rumah Keluarga Mo.

Elizabeth memapah Ibu Mo duduk secara perlahan, sambil berkata: “Bibi, jangan marah, Direktur Mo hanya sedang emosi saja.”

Ibu Mo mengerutkan kening. Dia hanya ingin memberi pelajaran pada Victoria, tanpa disangka Wallace juga seheboh itu.

Seolah sudah tidak terhingga, berapa kali Wallace telah membantahnya demi Victoria.

“Anak yang sudah besar memang tidak penurut lagi.” Ibu Mo menghela nafas.

Novel Terkait

Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
5 tahun yang lalu
A Dream of Marrying You

A Dream of Marrying You

Lexis
Percintaan
4 tahun yang lalu
Adieu

Adieu

Shi Qi
Kejam
5 tahun yang lalu
The Comeback of My Ex-Wife

The Comeback of My Ex-Wife

Alina Queens
CEO
4 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
5 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
5 tahun yang lalu