Ternyata Suamiku Seorang Milioner - Bab 339 Bisa Disembuhkan

Disisi lain, Wallace Mo menghentikan meetingnya dan memanggil Willy Mo kedalam.

“Willy, kunjungi Dokter Chen dan lihat laporan kesehatan Mama akhir-akhir ini.”

“Baik.” Willy Mo langsung meninggalkan kantor.

Di ruangan besar itu, tersisa Wallace Mo seorang diri. Di amengambil ponselnya, berniat menelepon Ibu Mo. Namun, dia lalu mengurungkan niatnya.

Dia mengepalkan tangannya dengan erat. Dia duduk di ruangan itu sampai seseorang mengetuk pintu.

“Masuk.”

Willy Mo masuk ke dalam ruangan. Raut wajahnya buruk.

“Bagaimana?” tanya Wallace Mo.

“Dokter bilang,” Willy Mo tercekat, “Sebulan yang lalu leukemia Mama muncul lagi.”

Leukimianya benar-benar muncul lagi. Sebulan yang lalu bahkan.

Wallace Mo bersandar di kursinya. Ketika Victoria Gong mengatakannya, dia sempat tidak percaya. Namun, kini tampaknya semua itu benar.

Saat itu juga, Victoria Gong tiba di kantor. Dia membuka pintu dan mendapati raut wajah Wallace Mo dan Willy Mo yang sama tidak bagusnya. Langkah kakinya terhenti, dia berdiri terpaku.

“Victoria.” panggil Wallace Mo.

Victoria Gong menatap Wallace Mo. Dia melihat sesuatu di mata Wallace Mo, yang hanya bisa dia mengerti, “Wallace.” ujar Victoria Gong lirih.

“Willy Mo bilang leukemia Mama benar-benar kambuh.” ujar Wallace Mo sambil berdiri.

Ketika Victoria Gong mendengarnya, dia perlahan menghampiri Willy Mo.

Willy Mo mengangguk, “Selain itu, dokter juga bilang kalau kondisi Mama sedang buruk sekarang. Dokter menyarankan Mama untuk dirawat inap, namun Mama tidak mau.”

“Tidak mau?” tanya Victoria Gong.

“Ya. Dia hanya meminum obatnya dan melakukan cek ke dokter secara teratur.” ujar Willy Mo.

“Apa yang harus kita lakukan?” tanya Victoria Gong ke Wallace Mo.

“Willy,” panggil Wallace Mo, “carikan dokter yang bagus.”

“Lalu?”

Lalu?

Wallace Mo tidak memikirkan apa yang terjadi setelahnya. Itu adalah ibunya, “Kita pikirkan nanti. Cari dokter dulu.”

“Baiklah.” Willy Mo lalu meninggalkan ruangan.

Victoria Gong berjalan menghampiri Wallace Mo lalu meletakkan tanganya di pundak pria itu, “Wallace, bagaimana mungkin ini semua terjadi?” ujar Victoria Gong sedih.

Wallace Mo meraih tangan Victoria Gong sambil tersenyum pahit, “Victoria, apa kamu ingin berkunjung ke rumah Mama nanti sore?”

Victoria Gong mengangguk lalu memeluknya. Victoria Gong seakan bisa merasakan kesedihannya. Jadi, dengan memeluk Wallace Mo, mungkin dia bisa sedikit menguatkannya.

Mereka berpelukan sampai matahari tenggelam.

***

Jam tujuh malam itu, Wallace Mo mengemudikan mobilnya menuju rumah orang tuanya.

Mereka berdua berdiri di pintu dan sekilas mendengar suara Ibu Mo. Victoria Gong menatap Wallace Mo, “Ayo masuk.”

Wallace Mo mengangguk lalu masuk. Di dalam, Ayah dan Ibu Mo, juga William sedang makan malam.

Ibu Mo melihat mereka berdua datang. Dia berdiri namun tidak mengucapkan apapun.

Victoria Gong menyapa mereka, “Papa, Mama.”

“Wallace dan Victoria sudah kembali. Duduklah.” ujar Ayah Mo.

Victoria Gong tersenyum lalu berjalan ke dapur. Dia mengambil dua pasang sumpit dan meletakkannya di meja.

Namun, kelima orang itu sama sekali tidak bicara. Suasananya jadi canggung.

Beberapa saat kemudian, suara William memecah keheningan, “Nenek, aku ingin makan itu.” Dia menunjuk iga panggang yang jauh dari tempat duduknya.

“Baiklah.” Ibu Mo lalu mengambilkan sepotong dan meletakkannya ke mangkuk William.

William menatap orang-orang disekeliling meja makan itu, “Mengapa kalian tidak bicara?”

Wallace Mo berkata, “William, apa kamu sudah kenyang?”

William merasa Wallace Mo sangat baik dengannya dua tahun ini. Dia lalu mengangguk.

“Kalau begitu, kembali ke kamarmu dan kerjakan PR-mu, ya?” ujar Wallace Mo.

“Baiklah.” William lalu berjalan ke lantai atas.

Setelah suara langkah kaki William tidak lagi terdengar, Wallace Mo menatap Ibu Mo dan berkata, “Ma, pergilah ke rumah sakit besok.”

Ibu Mo melihat Wallace Mo dengan tatapan ragu.

“Aku sudah tahu. Jadi, pergilah ke rumah sakit besok. Aku sudah mengatur semuanya.”

Ibu Mo menghela nafas, “Aku tahu cepat atau lambat kamu pasti akan mengetahui masalah ini. Tapi, aku tidak ingin ke rumah sakit.”

Ayah Mo menatap Ibu Mo dengan khawatir.

“Wallace sudah mengatur semuanya, kamu pergilah. Bukannya dokter juga bilang penyakitmu sudah parah?”

Ibu Mo menggelengkan kepalanya, “Aku tidak ingin pergi. Jangan memaksaku.”

“Mama,” Wallace Mo merasa tidak senang, “mengapa Mama sangat keras kepala? Kalau Mama sakit, Mama perlu dirawat.”

“Mama aku mengecek di internet harapan sembuh untuk leukemia tidak begitu rendah.” Victoria Gong tidak paham mengapa Ibu Mo menolak dirawat inap. Dia menebak mungkin Ibu Mo sudah putus asa.”

Ibu Mo menatap Victoria Gong. Dia lalu memautkan bibirnya dan meletakkan sumpitnya, “Entah apa yang terjadi, aku tidak akan pergi. Kamu tidak perlu menasehatiku lagi.” Ibu Mo lalu meninggalkan ruang makan.

Victoria Gong melihat Ibu Mo beranjak. Dia merasa putus asa. Dia lalu menoleh ke Wallace Mo.

Ayah Mo menghela nafas, “Mamamu sepertinya menyembunyikan sesuatu di hatinya, yang aku bahkan tidak tahu.”

“Apa terjadi sesuatu selama dua tahun aku pergi?” Victoria Gong bertanya pada Wallace Mo dan Ayah Mo.

“Tidak. Setiap hari ketika aku ada disisinya, aku tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan. Ketika dia tahu penyakitnya kambuh, bukannya sedih, dia malah menganggap itu sebuah keberuntungan. Aku sudah lama memikirkannya, namun aku juga tidak tahu mengapa. Sekarang, kalian tahu apa yang terjadi. Kalian bisa menasehatinya untuk pergi ke rumah sakit.”

Saat itu dihadapan Wallace Mo dan Victoria Gong, Ayah Mo bukanlah seorang ayah. Dia adalah suami yang sedang mengkahwatirkan isterinya.

Beruntung? Mengapa?

Victoria Gong merasa ada maksud tersembunyi dari kata-katanya.

“Papa, jangan khawatir. Aku akan memberi Mama perawatan paling bagus.” ujar Wallace Mo.

Ayah Mo mengangguk, “Baguslah kalau begitu.”

***

Pukul sembilan malam, Wallace Mo dan Victoria Gong kembali ke apartemen.

“Victoria, aku harus mengurus sesuatu. Tidurlah duluan.”

Victoria Gong mengangguk, “Baiklah.” Victoria Gong tahu Wallace Mo akan menghubungi semua temannya untuk mencacri dokter leukemia paling bagus.

Wallace Mo mencium Victoria Gong lalu berjalan ke ruang studinya.

Victoria Gong melihat Wallace Mo beranjak. Dia merasa sedih. Mereka baru saja kembali bersama. Kini, penyakit ibunya kambuh. Dia mengalami banyak rintangan dalam hidupnya. Tidak ada orang yang akan kuat menahannya.

“Wallace, apa aku bisa membantumu?” bisik Victoria Gong. Dia tahu dia sedih namun dia tidak ingin membebani Wallace Mo.

Victoria Gong menghela nafas lalu berjalan ke kamarnya.

Setelah mandi, Victoria Gong mengambil ponselnya dan mencari cara menyembuhkan leukemia di internet. Ucapannya pada Ibu Mo tadi hanyalah perkiraannya saja. Kini, dia ingin tahu kemungkinannya berdasarkan data. Beberapa saat kemudian, dia tahu ternyata tidak mudah menyembuhkan leukemia.

Apa ini alasan Ibu Mo tidak ingin ke rumah sakit?

Atau ada alasan lain?

Victoria Gong melihat jam. Sekarang sudah larut malam. Tapi, Wallace Mo belum juga kembali. Dia mengerutkan dahinya lalu pergi ke ruang studi Wallace Mo.

Dia membuka pintunya perlahan. Wallace Mo berdiri di tepi jendela sambil menelepon seseorang.

“Baik. Anda bisa membantu saya mencari yang terbaik. Terimakasih.”

Victoria Gong berjalan menghampiri Wallace Mo, “Wallace.”

Wallace Mo berbalik badan, tersenyum, lalu memeluk Victoria Gong.

“Bagaimana?”

Situasi sedang genting, namun Wallace Mo tetap saja berkata, “Jangan khawatir. Semua akan baik-baik saja.” Wallace Mo tidak ingin Victoria Gong khawatir tentang Ibu Mo dan dirinya.

“Baguslah.” Victoria Gong memeluk Wallace Mo erat. Wallace Mo mungkin saja berbohong, namun dia harus setuju dengannya.

Bohong tidak selalu salah. Mungkin itu satu-satunya pilihan mereka. Bohong bisa karena cinta. Wallace Mo dan Victoria Gong harus melalui semua ini bersama, jadi mereka tidak ingin saling membebani.

“Malam sudah larut.”

Wallace Mo melepaskan pelukannya, “Apa kamu ngantuk?”

“Sedikit.” Victoria Gong tidak mengantuk. Dia hanya tidak ingin Wallace Mo terlalu lelah.

Wallace Mo berkata, “Aku juga lelah. Bayi kita juga harus tidur.” Dia lalu mengajak Victoria Gong ke kamar.

Mereka mematikan lampu kamar. Namun, ditengah kegelapan itu, mereka berbaring dengan mata terbuka.

“Wallace.”

“Ada apa?”

“Mama akan sembuh.”

“Aku tahu.”

Kata-kata itu mengambang di udara lalu masuk ke hati mereka.

Matahari pun terbit. Kamar mereka kini bermandi cahaya. Angina sepoi-sepoi bertiup. Wallace Mo terbangun.

Wallace Mo membuka matanya dan mendapati Victoria Gong masih terlelap di pundaknya. Dia menoleh kearah jendela. Hari sudah berganti. Wallace Mo menyibakkan selimut, mengenakan sepatunya lalu keluar.

Novel Terkait

Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
5 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
5 tahun yang lalu
Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
1001Malam bersama pramugari cantik

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
4 tahun yang lalu
The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
4 tahun yang lalu
Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
4 tahun yang lalu
Cinta Di Balik Awan

Cinta Di Balik Awan

Kelly
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu