Ternyata Suamiku Seorang Milioner - Bab 367 Benar-benar Melepaskan

Mendengar perkataan ini, Tantio merasa tidak enak. Dia tentu juga pernah berpikir, kejadian ini memang karena dirinya, dia juga seharusnya malu untuk menemui Victoria lagi.

"Aku tahu." Kata Tantio.

Wallace merapatkan bibirnya dan berkata: "Kalau begitu, silahkan pergi sekarang."

Pergi? Kalau kali ini dia pergi, mungkin seumur hidupnya dia tidak akan bisa bertemu lagi dengan Victoria.

Tantio merasa tidak rela, tapi apa gunanya? Dia melihat sekilas ke arah kamar pasien, dan berkata: "Baik." Setelah itu, dia pun pergi.

Dia berjalan pelan-pelan, mencoba memperlambat langkah kakinya, berharap dengan seperti ini mungkin bisa mengundur waktu lebih lama untuk pergi meninggalkan Victoria. Tapi, jalan sudah sampai di ujung, dia sudah sampai di depan pintu rumah sakit. Melihat langit yang cerah, sepertinya semua orang hidup dalam cahaya terang, sedangkan dirinya sendiri hidup dalam kegelapan, dan hidup dalam penderitaan.

Dia mengingat kembali saat pertama kali bertemu dengan Victoria, walaupun Victoria merasa sedikit takut, tapi Victoria tetap menolongnya. Saat itu dia pun jatuh cinta kepadanya. Hingga akhirnya dia menggunakan cara yang tidak baik untuk bisa bersamanya. Jujur saja, dua tahun itu adalah masa-masa yang paling bahagia dalam hidupnya.

Tapi, kalau dipikir-pikir lagi, apakah Victoria benar-benar bahagia?

Dia pernah bilang, demi menghindarinya, dia berkelana kemana-mana, berkeliling dunia; Dia juga pernah bilang kalau memang cinta, pasti akan langsung jatuh cinta, dan setelah melihat Wallace, dia pun langsung jatuh cinta. Tapi sepertinya, karena kemunculannya, hidupnya malah berubah total, dari meninggalkan keluarganya, hingga sekarang mengalami kecelakaan dan tidak sadarkan diri, juga tidak tahu kapan akan sadar.

Sambil mengenang, matanya pun berlinangkan air mata. Dia memandang langit yang biru dan merasa sedikit lega. Kepergiannya mungkin tidak hanya akan membuat hidup Victoria menjadi lebih baik, tapi juga akan membuatnya meninggalkan dirinya yang tidak dewasa itu. Dirinya yang dulu, sudah melukai banyak orang hanya demi dirinya sendiri.

Perlahan-lahan, dia pun tersenyum dan melangkah meninggalkan rumah sakit.

Victoria, selamat tinggal, kamu harus sadar kembali, dan harus bahagia. Kamu tidak perlu memikirkanku dan tidak perlu mengingatku, kalau memang berjodoh kita pasti akan bertemu lagi, kalau tidak berjodoh, maka kita berpisah disini.

Selamat tinggal, sekali lagi kukatakan "Aku mencintaimu", dan kamu akan kusimpan di dalam hatiku.

Kalau pertemuan kita menjadi beban bagimu, aku rela tidak pernah muncul sama sekali di dalam hidupmu.

Selamat tinggal, Victoria.

……

Di sisi lain, Wallace dan Willy kembali ke kamar pasien dan menemani Victoria.

"Willy, bagaimana keadaan Joe?" Tanya Wallace.

Willy hanya mengerutkan alisnya dan berkata: "Aku membawanya ke hotel. Sejak kamu dan nyonya tidak sadarkan diri beberapa hari ini, dia sering menangis, kita semua pria, tidak tahu bagaimana menenangkannya."

Mendengar ini, Wallace pun merasa sedih, di tempat asing yang tidak dikenalinya, Joe yang masih kecil, ayah dan ibunya juga tidak berada di sampingnya, bagaimana dia bisa merasa tenang? Dia melihat Victoria dan berkata: "Nanti jemput dan bawa dia ke rumah sakit saja, aku akan menjaganya."

"Tapi..." Willy ragu. Dia tahu, setelah Wallace sadar, mungkin dia akan selalu berada di kamar Victoria. Sekarang keadaan tubuhnya masih sangat lemah, dia ingin menjaga Victoria, tidak mungkin bertenaga lagi untuk menjaga seorang anak kecil yang sering menangis seperti Joe.

Wallace melekukkan bibirnya dan berkata: "Tidak apa-apa. Tunggu setelah aku keluar rumah sakit, kita akan pulang. Tidak akan terlalu lama, tolong bawa dia kesini."

"Kita bisa mempekerjakan seorang babysitter, kamu akan terlalu capek kalau begitu." Kata Willy ingin menasehati Wallace agar dia bisa berubah pikiran.

Wallace sedikit tidak sabaran, dia menatap Willy dan berkata: "Aku suruh kamu pergi ya pergi saja, kenapa sih banyak omong!" Dia tidak ingin saat menjaga Victoria dan Joe masih harus menghadapi Willy.

Willy pun pasrah, dia menghela nafasnya dan berkata: "Baiklah, sebentar lagi aku akan kembali ke hotel."

"Kamu pergi saja sekarang." Kata Wallace, tiba-tiba dia merasa rindu sekali dengan Joe.

Melihat ketegasan Wallace, Willy yang tadinya masih ingin mengatakan sesuatu akhirnya hanya bisa menganggukkan kepalanya dan meninggalkan kamar pasien itu.

Wallace melihat Victoria dan berkata lembut: "Victoria, jangan khawatir, aku akan menjaga Joe dengan baik. Kamu juga harus berusaha agar bisa cepat bangun, kami semua menunggumu, Joe, juga William, ayah dan ibu, makanya kamu harus berusaha untuk mengalahkan monster di kepalamu yang menginginkanmu tidur terus."

Saat ini Victoria seperti seorang putri tidur yang ada di dalam dongeng, dan dongeng tetaplah dongeng, tidak mungkin Victoria akan bangun karena ciuman Wallace.

Dia hanya bisa menggenggam tangannya, melihatnya, dan berkata lembut, mencoba untuk membangunkannya.

"Victoria, kalau kamu tidak bangun, aku tidak akan memaafkanmu."

"Victoria, setelah kamu bangun nanti, aku pasti akan mengatakan gombalan yang terindah di dunia ini untukmu."

"Victoria, aku menunggumu, selalu menunggumu."

……

Setelah seminggu, Wallace pun sudah hampir pulih, tapi Victoria masih belum juga sadar.

Wallace duduk di samping ranjang, melihat Victoria, dia pun mengerutkan alisnya dan berkata: "Willy, ayo siap-siap, kita pulang hari ini." Dia sudah menanyakan dokter, keadaan Victoria sekarang diperbolehkan untuk melakukan perjalanan panjang.

Mendengar ini, Willy tentu setuju. Beberapa hari ini, Wallace harus menjaga Victoria dan juga Joe, benar-benar melelahkan. Setelah pulang, setidaknya ada ibu dan ayah Mo bisa membantu menjaga Joe.

"Baik." Setelah itu, Willy pun keluar.

Sore itu mereka pun langsung berangkat pulang.

Setelah belasan jam perjalanan, pesawat pun mendarat. Saat Wallace menggendong Victoria keluar, dia pun melihat ayah Mo, ibu Mo dan juga William.

Sebelum terbang, Willy sempat menelepon ibu Mo. Ibu Mo sudah tidak sabaran sejak tadi, dia pun langsung menjemput di bandara. Saat melihat Wallace, dia merasa khawatir dan melambaikan tangannya.

"Ayah, ibu, kenapa kalian datang?" Wallace berjalan ke samping mereka.

Ibu Mo melihat sekilas ke arah Victoria dan menghela nafas: "Aku sudah ingin cepat-cepat bertemu dengan kalian."

"Ayah." William memanggilnya.

Wallace tersenyum dan berkata: "Ayo kita pulang ke rumah."

Saat perjalanan pulang, Wallace menelepon rumah sakit dan mengundang beberapa ahli, saat mereka tiba di rumah, dokter pun sudah tiba.

Setelah memeriksa Victoria, dokter menggeleng dan berkata: "Keadaan tubuhnya sangat baik, semuanya normal. Tapi, kapan akan sadar, semua tergantung dirinya sendiri."

Wallace merasa sedikit kecewa, tapi dia tetap harus menerimanya, karena dokter yang ada di luar negeri juga sudah mengatakan demikian.

"Sebagai keluarganya, kalian boleh sering-sering memanggilnya, atau menceritakan hal-hal dulu, untuk memperkuat hasratnya untuk bangun kembali." Lanjut dokter.

Wallace melekukkan bibirnya dan berkata: "Baik dok."

Setelah dokter pergi, semua orang pun mengelilingi Victoria.

"Ibu." William memanggilnya. Dengan polosnya dia masih mengira kalau ibunya hanya tertidur saja.

Melihat Victoria tidak menjawabnya, William pun merasa sedih dan melihat Wallace: "Ayah, kenapa ibu tidak menjawabku?"

Wallace juga sangat sedih, tapi menghadapi anaknya, dia harus tetap tersenyum. Dia mengusap rambut William dan berkata: "Ibu sudah kecapekan, kita jangan ganggu ibu lagi, biarkan ibu tidur dulu oke?"

William mengangguk dan berkata ke orang-orang di sampingnya: "Ibu sudah ketiduran, semuanya keluar ya, kalau terbangun ibu pasti marah."

Mereka tentu berharap bisa membuat Victoria terbangun. Ibu Mo pun merasa lucu dan berkata: "William, kalau begitu kita sama-sama keluar ya?"

William pun menyahut "Oke", dan pergi mengikuti ayah Mo dan ibu Mo, menyisakan Wallace dan Victoria di kamar.

Wallace duduk di samping Victoria, dia mengelus wajahnya dan berkata: "Victoria, kita sekarang sudah pulang, kamu senang tidak?"

Victoria hanya terbaring diam, tidak berekspresi apapun.

Dia tersenyum pasrah dan berkata: "Aku tahu kamu pasti akan bangun, aku akan menunggumu." Dia hanya ingin memberikan dirinya sedikit harapan dan sedikit alasan untuk tetap bertahan. Kalau tidak, dia tidak akan bisa menahan saat berbicara dengan Victoria, tapi malah keheningan saja yang didapatkannya.

Setelah menemani Victoria, Wallace pun pergi ke ruang tamu. Tidak melihat Joe, dia pun bertanya: "Mana Joe?"

"Sudah tidur." Ibu Mo menjawabnya sambil tersenyum. Joe mungkin sangat tidak terbiasa di luar negeri, oleh karena itu setelah pulang, dia pun sangat gembira, ibu Mo pun bersusah payah menidurinya.

Wallace mengangguk dan berkata: "Oke ibu, beberapa saat ini aku harus merepotimu untuk menjaga Joe. Apakah perlu aku mempekerjakan babysitter?"

"Tidak perlu. Di rumah masih ada ibu Zhang, kami berdua saja sudah cukup." Kata ibu Mo. Di umur seperti ini, dia hanya ingin membantu meringankan beban anaknya, apalagi perbuatan terpuji seperti menjaga cucu sendiri.

Wallace pun melekukkan bibirnya dan melihat Willy: "Willy, kamu harus banyak membantuku untuk urusan kantor."

"Tenang saja." Willy langsung setuju.

Wallace tersenyum, dengan begitu, dia akan punya lebih banyak waktu untuk menemani Victoria. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi nanti, dia hanya bisa menemani Victoria dan bersama-sama dengannya mengalahkan monster itu.

Melihat raut wajah Wallace yang lelah, ibu Mo merasa sangat cemas: "Wallace, kalau tidak kita antar Victoria ke rumah sakit saja? Disana ada dokter dan suster, juga ada pengasuh khusus."

Wallace belum sempat menjawab, William malah menjawab duluan: "Bukannya ibu hanya ketiduran saja? Kenapa harus diantar ke rumah sakit?"

"Menurutku, Victoria pasti lebih memilih untuk tinggal di rumah. Tidak apa-apa, kita bisa mengundang dokter datang ke rumah, aku juga bisa menjaganya." Kata Wallace dengan yakin.

Mendengar ini, ibu Mo pun tidak berbicara lagi. Dia tahu hubungan Wallace dan Victoria sangat mendalam, dia hanya mengkhawatirkan anaknya saja. Dia pun mengangguk: "Baiklah kalau begitu, aku berharap Victoria bisa cepat sadar kembali."

William yang berada di samping mereka pun kebingungan, dia tidak tahu kalau ibunya akit, yang dia tahu ibunya hanya tertidur saja.

Novel Terkait

See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
A Dream of Marrying You

A Dream of Marrying You

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu
The Winner Of Your Heart

The Winner Of Your Heart

Shinta
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
4 tahun yang lalu
The Gravity between Us

The Gravity between Us

Vella Pinky
Percintaan
5 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu