Ternyata Suamiku Seorang Milioner - Bab 11 Ingkar Janji

"Kau mau ke mana? Rumah sudah pasti tak bisa ditinggali, kau tinggallah bersamaku saja, kita bisa saling menjaga," Berly mencemaskan Victoria yang seorang diri, jadi ia mengajak Victoria tinggal bersamanya. Beberapa waktu ini banyak perubahan besar yang terjadi, Berly takut Victoria tidak bisa berpikir jernih.

Awalnya Victoria hendak mengiyakan, namun mengingat Wallace masih menunggunya di apartemen, ia hanya bisa beralasan, ia bingung juga kalau harus menjelaskan hubungan mereka berdua kepada Berly, "Tidak perlu, tidak perlu, aku sudah mencari pekerjaan sebagai pembantu untuk mengurus rumah dan masak, kau tak perlu khawatir."

"Pembantu? Hebat juga kau, sampai harus mengurus rumah dan masak pula," kata Berly setengah tak percaya.

"Memangnya siapa aku? Hanya melakukan pekerjaan pembantu saja, tidak masalah! Sudahlah, aku pergi dulu," kata Victoria sebelum masuk ke mobil.

"Eh eh eh," tahan Berly ketika melihat Victoria hendak pergi, ia masih mengkhawatirkan gadis itu. "Tidak boleh, tidak boleh, aku masih tidak tenang. Aku akan menemanimu ke sana, jadi aku bisa waspada kalau nanti terjadi sesuatu."

Victoria tak ingin Berly tahu kalau ia tinggal serumah dengan Wallace, ia takut Berly salah paham. Victoria pun melepaskan tangan Berly dan mendesak supir agar segera berangkat, "Tidak apa-apa, Ber, tenang saja, cepatlah pulang. Pak, tolong cepat ya!"

Melihat Victoria menutup pintu, supir segera menginjak pedal gas, tak disangka, Berly belum sempat melepaskan tangannya hingga ikut terseret mobil dan terjatuh, hampir saja dirinya terlindas mobil.

Victoria buru-buru keluar dari mobil untuk menolong Berly, "Maaf, maaf, Berly, kau terluka di sebelah mana? Serius tidak?"

"Sepertinya kakiku terkilir saat jatuh tadi," Berly mengerutkan alisnya, tumitnya terasa sakit. Ia mencoba melangkahkan kakinya, namun tak bisa.

Victoria merasa amat bersalah, ia memapah Berly masuk ke dalam mobil untuk mengantarnya ke rumah sakit, "Aku akan mengantarmu ke rumah sakit untuk memeriksa cederamu, jangan sampai tulangmu cedera."

Berly melihat arlojinya, ia agak bimbang, "Tidak bisa, sebentar lagi aku harus bekerja."

"Bagaimana kalau kau izin sebentar? Bagaimana kau bisa pergi dengan cedera seperti ini? Ini semua salahku," Victoria berjongkok untuk memeriksa luka Berly, ternyata tumitnya telah membengkak.

"Tidak bisa, manajerku sudah tidak menyukaiku sejak awal, ia merasa aku bodoh. Kalau aku tidak pergi, bisa-bisa aku dipecat," kata Berly.

"Itu..." Victoria sejenak bimbang, lalu akhirnya membuat keputusan, "Begini saja, kau pergilah ke rumah sakit, aku akan menggantikanmu bekerja dan menjelaskan semuanya kepada manajermu."

"Bisakah seperti itu?" Berly bertanya-tanya.

"Tenang saja, kau cepatlah pergi," jawab Victoria dengan sangat yakin. Berly hanya bisa pasrah, ia mengucapkan terima kasih lalu masuk ke mobil.

Pandangannya mengantar kepergian Berly. Victoria ingin membantu Berly melindungi pekerjaannya, namun ia melupakan Wallace yang telah menyuruhnya kembali ke apartemen.

Ia buru-buru pergi ke hotel tempat Berly bekerja. Ia mencari sang manajer untuk menjelaskan maksud kedatangannya. Manajer berkata dengan kesal, "Baiklah, baiklah, cepat masuk. Murid zaman sekarang sungguh terlalu keterlaluan."

"Aku benar-benar minta maaf...Terima kasih, Pak!" Victoria buru-buru berganti seragam kerja, lalu mengikuti beberapa orang yang telah diatur manajer ke ruang perjamuan di lantai 2.

"Kalian dengarkan baik-baik, yang datang ke perjamuan hari ini semuanya adalah tokoh besar di masyarakat. Jangan sampai kalian melakukan kesalahan apapun, dengar tidak?" tegas manajer, lalu pergi setelah memastikan semuanya beres.

Victoria selalu melamun saat bekerja, ia sering merasa melupakan sesuatu, namun tak mampu mengingatnya.

Sementara itu, Wallace tak kunjung melihat Victoria kembali. Ia mulai kesal, teleponnya berkali-kali tidak diangkat. Wallace tak tahu kalau Victoria yang ceroboh telah meninggalkan ponselnya di dalam kotak penitipan barang, tentu saja Victoria tak dapat mendengarnya.

Matahari hampir terbenam, Wallace sudah tak tahan lagi. Ia melacak posisi ponsel Victoria dan langsung ke sana dengan mobilnya. Ia ingin tahu, apa yang dilakukan wanita ini di luar.

Mobilnya berhenti di depan sebuah hotel, ia memastikan lagi letak lokasi yang ditunjukkan oleh GPS itu. Hatinya sedikit dongkol, ia berharap kejadian kemarin tidak terulang kembali. Ini pertama kalinya ia merasa lambat dalam mencari informasi tentang bawahannya, ia bahkan tak tahu alasan Victoria pergi ke hotel ini.

Seorang petugas segera berlari mendekat dan mengambil kunci mobil Wallace. Begitu Wallace masuk ke hotel, kehadirannya segera menarik perhatian semua orang.

Postur tubuhnya yang tinggi kekar, jas yang pas sekali di tubuhnya, ditambah dengan aura yang kuat, membuat para petugas tak berani menghalanginya sekalipun ia tak membawa undangan.

Ia naik tangga mengikuti arah GPS-nya, ia melihat papan penunujuk jalan di sepanjang jalan. Langkah kakinya terhenti di depan aula lantai 5. Ia memeriksa GPS sambil mengernyitkan alisnya.

GPS-nya tidak bergerak lagi. Apa yang dilakukan Victoria di sana! Masa dia ikut menghadiri perjamuan?

Sementara itu, Victoria telah memainkan perannya sebagai pelayan.

Aula dipenuhi orang-orang yang berlalu lalang, cahaya lampu terang benderang. Victoria tersenyum kecut, beberapa waktu yang lalu, ia juga pernah menjadi bagian dari orang-orang ini, memakai gaun, membawa berbagai barang mewah, namun sekarang ia malah menjadi pelayan yang menuangkan air dan teh.

Sedang asyik-asyiknya berpikir, tiba-tiba ada seorang wanita di belakangnya yang berseru, "Ih! Tolong minggir, kau menghalangi kami!"

"Maaf!" katanya. Ia pun memiringkan badan dan memberi jalan untuk tamu itu. Tiba-tiba ia merasa pernah mendengar suara itu di suatu tempat. Ia pun mendongak, pandangannya bertemu dengan wanita yang berbicara itu.

Ia benar-benar sial akhir-akhir ini, bisa-bisanya ia selalu bertemu dengan perempuan itu di mana-mana!

"Luna, ayo jalan, untuk apa kau memperhatikan pelayan itu!" kata seorang perempuan yang lain.

Victoria mengerutkan bibirnya, tak salah lagi, yang barusan berbicara adalah Luna Chen!

Luna berkata, "Bukankah aku familiar dengan orang ini, kalian juga mengenalnya."

"Ya!" katanya sambil menunjuk Victoria, "Lihat siapa ini!"

Orang-orang di sebelahnya langsung mengalihkan pandangan ke arah Victoria, ekspresi wajah mereka berubah menjadi ekspresi mengejek.

"Bukankah ini Nona Besar Gong dari sekolah kita, bagaimana bisa ada di sini?"

"Nona Besar Gong apanya! Keluarganya sudah lama bangkrut!"

Ekspresi Victoria tidak berubah banyak, hanya saja ada sedikit kekesalan di wajahnya. Orang-orang ini adalah geng Luna di sekolah, mulut berbisa mereka seringkali membicarakan hal buruk tentangnya. Sebelumnya ia tak peduli, namun sekarang mereka telah menggangu pekerjaannya. Ia menunduk melihat nama Berly yang tergantung di seragamnya, ia menggertakkan gigi, tahan! Ia hanya berharap semoga mereka cepat pergi.

Namun Luna jelas tidak menyerah begitu saja, ia melanjutkan kata-katanya dengan nada menyindir, "Victoria, meskipun keluargamu sudah bangkrut, kau juga jangan merendahkan harga dirimu dengan menjadi pelayan dong! Lebih baik aku memperkenalkanmu kepada beberapa bos. Mereka suka gadis polos sepertimu, kujamin kau akan kaya. Dengan banyak-banyak berhubungan dengan para bos, mereka mungkin bisa membantu melunasi hutang ayahmu yang dipenjara itu."

Novel Terkait

Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
4 tahun yang lalu
Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu
4 tahun yang lalu
Unperfect Wedding

Unperfect Wedding

Agnes Yu
Percintaan
5 tahun yang lalu
The True Identity of My Hubby

The True Identity of My Hubby

Sweety Girl
Misteri
4 tahun yang lalu
 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Akibat Pernikahan Dini

Akibat Pernikahan Dini

Cintia
CEO
4 tahun yang lalu