Ternyata Suamiku Seorang Milioner - Bab 183 Tidak ada bedanya dengan disambar petir (2)

"Ayah, kamu bukannya pergi liburan? Kenapa bisa ada di dalam negeri? Ibu dimana?" Dia hanya berpikir perihal liburan mereka, tidak mempedulikan mengapa mereka berdua menunggu di depan pintu ruang darurat.

Ayah Mo melihat ke arah ruang darurat, Wallace seperti langsung mengerti, kedua keningnya berkerut, hatinya yang baru saja tenang kembali lagi-lagi berdetak kencang.

Mereka bertiga tidak berkata apapun, dengan kompak menunggu di depan ruang darurat.

Tidak lama kemudian, dokter keluar dari ruang darurat, Ayah Mo, Wallace dan Victoria langsung mengelilinginya.

"Dokter, bagaimana keadaan Ibuku?" Wallace bertanya.

"Tidak masalah, untung saja berhasil mengontrol keadaannya tepat waktu, sekarang pasien sudah boleh ditransfer ke kamar pasien, sekarang masih perlu dengan cepat mencari sumsum tulang yang cocok."

"Terima kasih, dokter." kata Ayah Mo, ekspresinya lebih lega dibandingkan sebelumnya.

Namun Wallace dan Victoria malah membeku mendengar kalimat terakhir dokter, tidak percaya kalau ini adalah kenyataan.

Transplatasi sumsum tulang belakang?

*****

Setelah 2 jam berlalu, Ibu Mo akhirnya sadarkan diri.

"Ibu, bagaimana perasaanmu?" Victoria membungkuk, bertanya di sisi Ibu Mo.

"Wallace, Victoria, kalian kenapa bisa ada disini?" ekspresi Ibu Mo seperti tertangkap basah melakukan hal buruk, namun dengan cepat kembali normal.

"Tidak apa-apa, Ibu hanya sakit ringan." Ibu Mo tertawa, ingin menutupi kelemahan tubuhnya.

"Ayah sudah memberitahu kita semuanya." ternyata liburan itu palsu, aslinya mereka mau berobat.

"Anda tidak usah menyembunyikannya dari kita." Wallace menambahkan, seperti sedang menyalahkan mereka.

Ibu Mo mendengar perkataan Wallace, dia pun malu, juga tidak lupa melirik Ayah Mo dengan tatapan tajam, Ayah Mo duduk di samping, juga merasa sangat tidak berdaya.

"Benar, Ibu, kita adalah anakmu, terjadi hal sebesar ini, ibu seharusnya lebih cepat memberitahu kita, kita hadapi bersama." mata Victoria dipenuhi air mata, suaranya juga sedikit terisak, kalau bukan karena mempertimbangkan suasana hati mereka semua, dia seharusnya sudah menangis keras dari tadi.

Ibu Mo menepuk tangan Victoria, seperti sedang menenangkannya.

"Awalnya berencana setelah penyakit ini sembuh baru memberitahu kalian, salah ayah kalian ini, sembarangan bicara!" nada suara Ibu Mo menyalahkan, melirik tajam Ayah Mo, Ibu Mo yang seperti ini sama sekali tidak seperti seseorang yang mengidap leukemia.

"Sudah, Ibu, Ibu cepat istirahat." Wallace berkata dan langsung berjalan keluar.

Ibu Mo pun tidak berkata apa-apa lagi, dan Victoria menuangkan segelas air dan menyerahkannya ke Ibu Mo. Dia baru saja mau berbicara, namun melihat Ayah Mo yang terlihat sangat kelelahan, dalam hati berpikir beberapa hari ini Ayah Mo menjaga Ibu Mo sendirian pasti sangat susah.

"Ayah, ayah pulanglah, istirahat sejenak, disini ada aku dan Wallace." Victoria berkata dengan suara lembut.

"Benar, kamu cepat pulang tidur dengan baik." Ibu Mo setuju, beberapa hari ini melihat Ayah Mo sibuk sana sibuk sini, benar-benar merasa sedikit kasihan kepadanya.

"Tidak apa-apa, aku temani kamu sebentar." Ayah Mo tersenyum, menarik tangan Ibu Mo.

Melihat Ayah Mo seperti ini, Ibu Mo dan Victoria pun tidak berkata apa-apa lagi.

Di luar kamar pasien, Wallace berdiri di antara tangga, tangan kirinya bersandar di dinding.

"Willy, kamu segera cari apakah ada orang yang sumsum tulang belakangnya cocok dengan punya ibu, tidak peduli harganya!" suara Wallace sedikit tidak stabil.

"Ada apa dengan Ibu?" Willy bertanya, meskipun dia adalah anak adopsi, tapi hubungan mereka sangat baik.

"Leukemia, kamu cepat cari." Wallace dengan susah payah menyebut nama penyakit itu, kemudian segera menutup teleponnya, tidak bisa menahan diri dia pun menendang sudut dinding, mengeluarkan ketidak puasan di hatinya, setelah itu, dia pun berjalan menuju kamar pasien.

Wallace berjalan sampai depan pintu, melihat Victoria membuat Ibu Mo sangat senang, dia pun tidak masuk dan duduk di kursi samping kamar pasien.

Tidak lama kemudian, Victoria keluar dari kamar pasien.

"Suamiku, kamu kenapa tidak masuk?" Dia melihat Wallace duduk di luar, bertanya dengan lembut.

"Kamu mau kemana?"

"Sudah hampir waktunya makan siang, aku pergi beli sedikit makanan." tadi Ibu Mo berkata kalau dia sudah lapar, ada anak dan menantunya disini, tidak mungkin menyuruh Ayah Mo pergi beli makan siang.

"Aku temani kamu." Wallace pun berdiri, menggandeng tangan Victoria, dengan otomatis berjalan di depan, seperti tidak memikirkan apa-apa.

"Suamiku, kita salah jalan." Victoria membiarkan dirinya digandeng Wallace, akhirnya mereka salah arah.

Victoria tentu saja bisa melihat Wallace sedang memikirkan hal lain, dia pun membawa Wallace ke sudut koridor, kedua tangannya memeluk Wallace, kepalanya bersandar ke pelukan Wallace.

"Suamiku, Ibu begitu baik,Tuhan pasti akan memperlakukan dia dengan baik." Victoria berkata dengan suara kecil.

Wallace otomatis tahu istrinya sedang menghibur dia, meskipun sekarang dia sangat sedih, tapi tidak ingin membuat Victoria khawatir, oleh karena itu dia pun memeluk Victoria dengan erat, mencium kepalanya.

Setelah beberapa saat, mereka berdua pun berjalan ke arah pintu keluar rumah sakit, baru saja sampai lantai dasar, mereka melihat William yang seperti sedang mencari sesuatu.

"Ah! William" Victoria baru sadar dia melupakan William.

Novel Terkait

Mr. Ceo's Woman

Mr. Ceo's Woman

Rebecca Wang
Percintaan
3 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
3 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
4 tahun yang lalu
My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
3 tahun yang lalu
Adieu

Adieu

Shi Qi
Kejam
5 tahun yang lalu
Menantu Hebat

Menantu Hebat

Alwi Go
Menantu
4 tahun yang lalu