Ternyata Suamiku Seorang Milioner - Bab 299 Menanggung Benci Lagi

“Aku hanya terlalu mencemaskan William.” Victoria merapatkan bibir, lanjut berkata: “Oh iya, apakah William sudah ditemukan?”

“Tidak secepat itu. Kamu jangan panik lagi, istirahatlah yang baik, hm?” Wallace berkata dengan lembut.

Victoria mengerutkan kening. Saat ini, bagaimana mungkin dia bisa istirahat dengan tenang?

Wallace tahu apa yang sedang Victoria pikirkan. Dia pun ikut berbaring di ranjang dan memeluknya sambil berkata: “Aku temani kamu, yang patuh ya.”

Victoria tentu saja tidak menolaknya, bahkan masuk ke dalam pelukan itu dengan hati yang semakin tenang. Mungkin karena terlalu lelah, Victoria tertidur dengan cepat. Wallace hanya tersenyum melihatnya, menciumi bibirnya, lalu beranjak keluar ruang istirahat.

Waktu berlalu secara perlahan, sebentar lagi jam 12 siang.

Wallace baru saja akan kembali ke ruang istirahat untuk melihat keadaan Victoria, handphone Victoria pun berdering. Dia mengambil dan melihatnya, terlihat nama ‘Ibu’. Tanpa ragu, telepon itu segera diangkat: “Ibu.”

Ibu Mo berkata dengan keheranan: “Wallace? Kenapa kamu yang angkat? Dimana Victoria?’

“Victoria kelelahan, sedang istirahat.” Wallace menjawab.

“Lalu apakah William bersama kalian?” Suara Ibu Mo terhenti beberapa saat, lanjut berkata: “Aku tiba-tiba kepikiran ada janji untuk membawa William cek kesehatan, kebetulan juga hari ini. Kalian bawa William pulang saja, aku akan membawanya ke rumah sakit.”

Mendengar perkataan itu, Wallace sedikit kewalahan. Tadinya dia tidak berencana memberitahu Ibu Mo masalah hilangnya William, mencari William sampai dapat, baru memberitahunya, dengan begitu tidak akan membuat Victoria disalahkan. Tetapi, telepon dari Ibu Mo sepertinya berhasil mengusik semua rencana itu.

“Bu, aku dan Victoria yang membawanya pergi saja?” Wallace memberi usul.

Ibu Mo yang sedang menggenggam handphone pun tercengang, sepertinya ini pertama kalinya Wallace perduli dengan William. Tentu saja dia sangat senang, segera berkata: “Boleh juga, maaf merepotkan kamu dan Victoria.”

“Baik, begitu saja ya.” Setelah berkata, Wallace pun menutup telepon itu. Untuk saja berhasil lolos dari rintangan itu. Tetapi berhasil lolos dari satu rintangan, tidak berarti bisa lolos dari puluhan rintangan lain. Jika sampai malam tidak bisa menemukan William, maka semua rahasia pasti akan terbongkar. Berpikir demikian, alis mata Wallace mengerut hebat.

Dia mengeluarkan handphone sendiri dan menelepon Willy Mo. Setelah tersambung, langsung bertanya: “Bagaimana?”

“Belum ketemu.” Willy menjawab.

“Usahakan ditemukan sebelum jam 6 malam, utus lebih banyak orang lagi.” Selesai berkata, Wallace langsung mematikan telepon.

Dia menghela nafas, meletakkan handphone dan berjalan memasuki ruang istirahat.

Mungkin karena terus memikirkan William, Victoria tidak bisa tidur nyenyak. Wallace menghapus keringat di kening Victoria sambil memanggil: “Victoria.”

Victoria seolah mendengarnya, langsung membuka mata secara perlahan, dan kalimat pertama yang terucap adalah: “Apakah sudah menemukan William?”

Wallace menggeleng, berkata: “Belum. Tetapi sekarang sudah siang, sudah waktunya kamu makan.”

Victoria merasa sangat kecewa, duduk dengan pelan dan berkata: “Aku tidak nafsu makan.”

“Bagaimana boleh seperti itu?” Wallace berkata. Dia mengelus pipi Victoria, lanjut berkata: “Ada aku, kamu tidak perlu cemas. Ayo, kita pergi makan dulu.”

Victoria masih saja menggelengkan kepala. Dia melihat Wallace dengan ekspresi wajah sangat tidak bersedia.

Wallace tidak punya cara lain, langsung menggendong Victoria keluar dari gedung kantor.

Melihat karyawan-karyawan melihat dengan pandangan istimewa, wajah Victoria pun memerah. Dia berkata pada Wallace dengan suara kecil: “Cepat turunkan aku.”

“Lalu maukah kamu pergi makan?” Wallace bertanya.

Ternyata hanya menunggu jawaban itu darinya.

Victoria baru ingin menolak, tetapi melihat orang-orang yang menatapnya di sekeliling, dia pun berkata: “Aku pergi, aku pergi, oke?”

Wallace pun tersenyum dengan puas. Barulah menurunkan Victoria dengan pelan, menggandengnya keluar kantor seolah kejadian barusan tidak pernah ada.

Dia membawa Victoria ke sebuah restoran yang sangat disukainya, memesan banyak makanan untuknya. Tetapi melihat makanan-makanan di depan mata, nafsu makan Victoria tetap saja tidak bangkit.

Wallace sungguh tidak berdaya melihat Victoria yang kehilangan konsentrasi, hanya bisa berkata: “Jika kamu tidak makan, aku akan segera memanggil Willy kembali, dan berhenti mencari William.”

Mendengar itu, Victoria pun panik. Dia terus mendorong Wallace , berkata: “Kenapa kamu boleh seperti itu?” Terdengar rasa bersedih dan ketakutan dalam suaranya.

Wallace sangat tidak tega. Melihat Victoria bisa makan dengan baik, diapun memilih untuk menjadi orang jahat, berkata: “Kamu juga memahami diriku, apa yang dikatakan pasti akan dilakukan.”

Victoria hanya bisa tunduk pada Wallace . Dia pun mengangkat sumpit dan memasukkan makanan ke dalam mulut.

Melihatnya seperti itu, Wallace pun tersenyum, lebih baik makan beberapa suap, daripada tidak sama sekali.

Selesai makan, keduanya kembali ke kantor.

Setelah istirahat beberapa hari di pagi hari, saat ini Victoria sama sekali tidak bisa tidur lagi. Dia terus bertanya pada Wallace: “Apakah William sudah ditemukan?”

Dan Wallace pun selalu menjawab dengan sabar: “Belum, jangan cemas.” Jika sudah menemukannya, Willy pasti akan menelepon memberi kabar, tetapi sudah seharian belum ada sedikitpun bunyi dari handphonenya.

Victoria duduk dengan lemas di sofa. Melihat Wallace membaca dokumen dengan sangat fokus, dia tidak ingin mengganggunya, tetapi dalam hati tetap merasa sangat panik.

Suasana itu terus berlangsung hingga jam pulang kerja. Saat ini, William belum ditemukan juga.

“Pulang saja.” Wallace mengambil jaket dan duduk di samping Victoria.

Victoria mengangguk. Saat ini seluruh pikirannya dipenuhi nama dan wajah William, sama sekali tidak memikirkan bagaimana akibatnya jika Ibu Mo dan Elizabeth sampai tahu.

Dan yang dipikirkan Wallace sepanjang jalan adalah, bagaimana caranya agar orang-orang tidak terlalu menyalahkan Victoria. Tidak ada cara lain, kini William belum ditemukan, tentu saja tidak bisa menyembunyikan dari mereka.

Wallace menggandeng tangan Victoria sambil berjalan memasuki rumah Keluarga Mo. Kebetulan, Ibu Mo sedang berjalan keluar dapur sambil membawa makanan. Saat melihat mereka pulang, dia pun bertanya: “Bagaimana hasil pemeriksaan William? Apakah semuanya normal dan sehat?”

Victoria sedikit keheranan, sejak kapan dia berjanji akan membawa William melakukan pemeriksaan? Dia melihat ke arah Wallace , terlihat dia malah santai-santai saja.

Melihat keduanya tidak menjawab, Ibu Mo pun berjalan ke sisi mereka, dan mencari bayangan William, tetapi tidak menemukannya. Wajahnya pun menjadi pucat dalam seketika, bertanya: “Apakah telah terjadi sesuatu?”

“Bu, William hilang.” Wallace berkata dengan datar, sambil melihat Ibu Mo.

Mendengar kabar itu, tangan Ibu Mo langsung bergetar, dan piring yang dibawa pun terjatuh ke lantai, hingga menimbulkan suara ‘Kuangg---‘.

Akibat suara itu, Ayah Mo dan Elizabeth pun berlari menghampiri, dengan ekspresi seolah berkata ‘Apa yang terjadi?’

Melihat ekspresi Ibu Mo, Victoria pun tahu seberapa parahnya masalah itu.

“Wallace , apa yang baru kamu katakan? William hilang?” Ibu Mo bertanya dengan ekspresi tidak ingin mempercayainya.

Elizabeth melihat Ibu Mo, lalu melihat Wallace , pada akhirnya memusatkan perhatian pada Victoria, bertanya: “Nona Gong, kamu membuat William hilang?”

Ekpsresi bersalah menghiasai wajah Victoria, dia menggenggam tangan Wallace dengan semakin erat, lalu mengakui: “Maaf, Elizabeth, aku yang membuat William hilang.”

Saat ini, Ibu Mo benaran percaya, bahwa cucu kesayangannya telah hilang. Dia tidak tahu apa yang harus dikatakan, hanya melihat Victoria dengan bengong dan berkata: “Victoria, kenapa kamu begitu ceroboh?”

“Benar tuh, kenapa kamu masih pulang? Cepat pergi cari.” Elizabeth pun merasa sangat tertekan, dan terus mendesak Victoria.

Melihat kejadian itu, Wallace pun hanya bisa melindungi Victoria dalam pelukannya, dan berkata: “Semuanya jangan cemas, aku sudah mengutus orang untuk mencarinya.”

“Direktur Mo, kenapa kamu begitu tenang, bagaimanapun juga dia juga anakmu.” Elizabeth berkata sambil menatap Wallace .

Wallace Mo spontan berteriak: “Jangan ribut!” Tadinya dia ingin mengendalikan suasana, tetapi perkataan Elizabeth sungguh mendesak Victoria.

Mendengar teriakan itu, Elizabeth langsung terdiam, hanya menatap Victoria dengan mata galak dan benci.

Victoria melihat situasi panas itu, lalu menatap Ibu Mo dan Elizabeth sembari berkata: “Maaf, ini semua salahku.”

“Apa gunanya mengatakan itu? Sampai sekarang belum ketemu, bagaimana jika William diculik orang?” Elizabeth berkata dengan berani.

Saat ini, Ibu Mo yang berdiri di samping sungguh tidak kuat dengan kenyataan itu, langsung terjatuh ke lantai. Dengan gesit Ayah Mo menangkap dan memeluknya dengan erat.

“Bu.” Victoria memanggil sambil berjongkok di depan Ibu Mo.

Wallace menggendong Ibu Mo dan membaringkannya ke sofa dan menekan bagian oreng dengan kuat. Beberapa menit kemudian, Ibu Mo baru kembali sadar.

“Bu, ada baikan tidak? Bagaimana rasanya?’ Victoria bertanya dengan panik, dengan hati yang sangat bersalah. Jika bukan karena dia membuat William hilang, Ibu Mo tidak akan seperti itu.

Saat ini, orang yang paling tidak ingin Ibu Mo lihat adalah Victoria. Dia langsung mengabaikan Victoria dan melihat Wallace yang berdiri di sampingnya, sembari berkata: “Wallace , kamu harus mencari William sampai dapat.”

“Aku tahu, Ibu jangan panik.” Wallace Mo berusaha menenangkan Ibu Mo, suasana berantakan seperti ini adalah salah satu hasil yang paling tidak dia inginkan.

Tadinya kehilangan William sudah membuat hati Victoria tidak senang. Dengan begini, dia pasti akan merasa lebih kecewa. Dia hanya menundukkan kepala sambil meneteskan air mata.

“Victoria, maukah pergi istirahat dulu?” Wallace bertanya.

Victoria mengangguk. Demi menghindar dari pandangan orang-orang, dia pun memilih untuk naik ke lantai atas.

Setelah menenangkan Ibu Mo, Wallace pun naik ke atas. Baru saja memasuki kamar, dia melihat Victoria Gong sedang duduk di tepi ranjang dengan raut wajah sangat tertekan. Dia pun mendekat Victoria dan memeluknya, berkata: “Tidak apa-apa, Ibu hanya terlalu panik.”

“Aku tahu.” Victoria menjawab. Dia pun membalas pelukan Wallace dengan erat. Sepertinya saat ini, Wallace lah satu-satunya orang yang bisa dia sandari.

“Semua salahku, jika aku bisa terus menunggu di depan pintu, William pasti tidak akan hilang.” Victoria berkata-kata sendiri. Jika ada mesin waktu, dia pasti ingin kembali ke saat-saat di kamar mandi itu.

Wallace sungguh tidak tega, tetapi juga tak berdaya, hanya bisa berkata: “Jangan bicara seperti itu, kamu juga bukan sengaja. Percayalah, aku bisa menemukan William.”

Victoria menganggukkan kepala. Sebenarnya waktu sudah berlalu sangat lama, dia hampir kehilangan semua harapan.

“Tidurlah, jangan cemas.” Wallace Mo membujuk Victoria. Tidak lama kemudian, perempuan itu pun tertidur.

Novel Terkait

Everything i know about love

Everything i know about love

Shinta Charity
Cerpen
5 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
3 tahun yang lalu
Awesome Guy

Awesome Guy

Robin
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
3 tahun yang lalu
Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milea Anastasia
Percintaan
4 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
3 tahun yang lalu
This Isn't Love

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
3 tahun yang lalu