Ternyata Suamiku CEO Misterius - Bab 306 Bertemu Kepala Keluarga (1)

Ada perubahan pandangan pada Linardi terhadap Evardo Ye, "Tidak ku sangka kamu hebat juga."

Sambil mengelap jarinya yang panjang dengan kain basah Evardo Ye berkata, "Aku ini bukan apa-apa. Aku merasa kalian hebat, melindungi dan mempertahankan negara, mempertaruhkan nyawa, itu harusnya pekerjaan yang dilakukan pria."

Linardi agak malu dipuji begitu oleh Evardo Ye, menggaruk kepalanya tanpa bicara.

Orang yang memakan makanan pemberian orang lain pasti semuanya begini. Anggaplah ingin mencari-cari kesalahan pun, rasanya tidak tega.

Pertama kali datang, Evardo Ye tidak bisa tinggal lama. Selesai merapikan barang, Evardo Ye mengambil dua botol obat, dengan serius berkata, "Yolanda, ini obat yang aku bicarakan dulu. Sangat berguna untuk menghilangkan bekas luka. Walaupun kamu bilang tidak perlu, tapi aku rasa, menyukai keindahan adalah hal natural yang semua wanita miliki. Jika ada kesempatan untuk merubah diri menjadi lebih baik, kenapa tidak dicoba? Yolanda, hal ini dengan dirimu menjadi prajurit terbaik dan memberikan pelayanan terbaik terhadap negara tidak saling bertabrakan, ya kan?"

Yolanda Duan menatap Evardo Ye dalam, mau tidak mau berkata, ucapan terakhir Evardo Ye membuatnya tersentuh.

Ya benar. Dia adalah seorang prajurit, juga seorang gadis, pasti dia menyukai keindahan. Yolanda Duan selalu merasa bekas luka di tubuhnya adalah lambang kehormatan, tapi apakah karena tidak memiliki lambang ini maka dirinya bukan prajurit hebat?

Tentu saja tidak.

Terdiam cukup lama, Yolanda Duan mengulurkan tangannya mengambil obat tersebut, melihat obat tersebut lalu bertanya, "Bagaimana menggunakannya?"

Hati Evardo Ye senang, ada raut wajah senang di wajahnya, "Dioleskan ke bagian luar sudah cukup. Malam ini atau besok suruh suster untuk membantu mengoleskannya. Pagi satu kali, malam satu kali. Dalam waktu seminggu, bekas luka bisa hilang."

"Ya, aku mengerti. Nanti aku akan mencari suster."

Evardo Ye menghela napas lega, Tuhan tahu telapak tangannya mengeluarkan keringat dingin, mungkin rasanya seperti pertama kali dimarahi oleh Yolanda Duan.

"Kalau begitu kalian istirahat lebih awal. Aku pergi dulu. Besok aku datang lagi."

Langkah kaki Evardo Ye jelas sekali ragu. Dia tidak ingin pergi lebih awal, tapi dirinya juga tidak bisa tetap tinggal di sini, hatinya tidak rela.

Yolanda Duan mengantarnya sampai pintu, melihat Evardo Ye berhenti seperti sedang menunggu Yolanda Duan mengatakan sesuatu, melirik dalam waktu yang lama, Yolanda Duan baru bicara, "Terima kasih untuk sup ayam hitamnya dan salep. Hati-hati dalam perjalanan pulang."

"Ya, sampai jumpa." Pupil mata Evardo Ye melembut, pria itu gugup melihat Yolanda Duan lalu buru-buru menutup pintu.

Menunggu langkah kaki Evardo Ye menjauh, hati Yolanda Duan yang merasa tertekan perlahan-lahan kembali tenang.

Pria itu melihatnya dengan mata seperti itu. Sumpah, saat itu dirinya ingin mencium Evardo Ye. Gila gila.... pandangan Yolanda Duan jatuh ke botol obat yang dipegangnya, lalu berkata pada Linardi, "Panggil suster kemari."

"Baik, ketua."

Hati Evardo Ye dipenuhi rasa bahagia. Saat menyetir dia mendengus pelan, dia hampir terbang saking senangnya.

Hari kedua dini hari, terdengar suara grasak grusuk dari dapur kediaman keluarga Ye. Tukang masak wanita berdiri di samping dengan bingung, jika begini terus maka pekerjaannya di rumah keluarga Ye akan hilang.

"Tuan, lebih baik saya yang kerjakan. Anda mengawasi saja dari samping, bagaimana?" Tukang masak wanita itu tiga kali mencoba mengambil kembali pekerjaan miliknya.

Tangan Evardo Ye mulai memotong sayuran, tanpa mengangkat kepalanya berkata, "Tidak usah, aku kerjakan sendiri saja. Kamu mengerjakan hal lain saja. Kalau aku sudah selesai, baru kamu kembali."

Tukang masak wanita itu bingung harus senang atau sedih. Dia bertugas untuk memasak, hal lain apa yang harus dia lakukan? Dibawah ketidakberdayaannya, tukang masak wanita itu berdiri di pintu masuk sambil menonton pertarungan di dalam dapur ini.

Ketika sekolah di luar negeri, Evardo Ye sering memasak, membuat bubur, menumis lauk lainnya, sulit untuk menghentikannya. Setelah hampir satu jam, bubur jujube merah dan bunga osmanthus selesai dimasak. Empat hidangan kecil juga sudah masuk ke dalam kotak makan.

Evardo Ye buru-buru mandi dan berganti baju, ketika menenteng dua kotak makan dan berangkat ke rumah sakit, waktu belum menunjukkan pukul tujuh.

Tukang masak wanita itu dari kejauhan melihat lampu mobil, samar-samar berkata, 'Kekuatan cinta sungguh luar biasa.'

Evardo Ye mengendarai mobil ke rumah sakit dengan cepat, lalu memarkirkan mobil. Saat mau naik ke atas, dari jauh Evardo Ye melihat dua siluet tubuh sedang berlari pelan. Satunya pendek, satunya lagi tinggi. Punggungnya tegap sempurna, langkah kakinya sama.

Orang yang berada di rumah sakit saat pagi hari cukup bagus, tapi yang keluar untuk berolahraga hanya sedikit, jadi siluet dua orang ini sangat jelas, begitu melihatnya Evardo Ye langsung mengenali siapa mereka, Evardo Ye pun berhenti dan menunggu mereka.

Pelan-pelan, kedua orang tersebut dari jarak jauh berjalan mendekat. Wajah gadis itu memerah, dahinya dipenuhi oleh keringat yang panas, dahinya seperti lukisan, bola matanya seperti bintang, selangkah demi selangkah berjalan masuk ke dalam hati Evardo Ye.

Yolanda Duan juga melihat pria yang berdiri di pinggir jalan. Pria itu mengenakan kaos berwarna biru gelap, celana santai berwarna hitam, terlihat keren dan santai. Bahkan jika kedua tangan pria itu menenteng dua kotak makan, hal itu tidak bisa menutupi aura kepahlawanan dari pria itu, ditambah lagi dengan rasa hangat pria itu. Yolanda Duan agak terkejut, mengelap keringatnya dengan handuk yang bergantung di leher, berlari ke depan arah pria itu, lalu dengan napas terengah bertanya, "Kenapa datang sepagi ini?"

"Aku datang membawakan sarapan."

"Aku masih ada satu putaran."

Evardo Ye tersenyum tipis, "Lari pelan-pelan saja, aku menunggumu di sini."

"Baiklah. Tunggu sebentar." Setelah berucap, Yolanda Duan kembali berlari.

Sinar matahari pagi sedikit bersinar, angin di musim gugur pertama berhembus sejuk. Setelah gadis itu pergi, masih tertinggal harum gadis itu di udara, harum yang bercampur dengan obat.

Lauk yang disediakan Evardo Ye sangat sederhana. Ada tumis kentang tipis, salad timun, tumis brokoli daging dan dumpling goreng, semuanya diletakkan di atas meja terlihat menggugah selera.

Linardi mencuci muka lalu keluar, tidak kuasa air liurnya jatuh melihat makanan tersebut, "Dilihat saja rasanya pasti enak dan harum," Linardi berucap sambil tangannya mengambil satu dumpling goreng dan memasukkannya ke dalam mulut, sambil makan sambil berkata, "Enak sekali."

Evardo Ye menyendokkan bubur untuk dua orang, Yolanda Duan pergi untuk mencuci muka, setelahnya berkata, "Linardi, masuk ke sini lalu lapkan keringat di punggungku."

"Aku datang." Baru Linardi memasukkan dumpling kedua ke mulutnya, ketika ingin bangun, bahunya ditekan oleh satu tangan, begitu mengangkat kepalanya, mata Evardo Ye menatapnya dalam.

Linardi juga bukan orang bodoh. Bola matanya memutar, lalu tertawa dan kembali lanjut memakan sarapan paginya. Linardi tidak khawatir jika ketuanya digoda oleh pria tampan ini, karena kemampuan berkelahi ketua di seluruh militer tidak ada lawannya.

Evardo Ye menepuk dua kali bahu Linardi, mengucapkan terima kasih lalu masuk ke toilet.

Yolanda Duan memunggungi pintu masuk, tubuh gadis itu masih mengenakan kaos hitam besar yang tadi dipakainya berlari. Mendengar suara langkah kaki, Yolanda Duan memberikan handuk dengan tangan belakangnya.

Evardo Ye tidak berkata apapun, hanya menerima handuk itu. Handuknya agak dingin, dengan mudah Evardo Ye membuka keran air ke arah air panas, memeras handuk dengan air panas.

"Sejak kapan kamu begitu percaya diri." Yolanda Duan mematung.

Evardo Ye melangkah dua langkah mendekat, mulai mengangkat baju Yolanda Duan, pelan-pelan tangannya masuk ke dalam. Kerah bajunya agak besar, dari atas Evardo Ye melihat ke bawah dan melihat ada luka kasar yang melilit di sekujur leher, luka itu sudah menghitam.

Dia hanya melihat sedikit, tapi hati Evardo Ye remuk bersamaan. Gerakan Evardo Ye semakin melembut.

Yolanda Duan merasa auranya aneh. Begitu memutar kepalanya, melihat wajah Evardo Ye, Yolanda Duan langsung memutar tubuhnya, mengambil handuk lalu tangannya berhenti di depan dada...

"Kenapa kamu yang masuk?"

Novel Terkait

Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
4 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
5 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
5 tahun yang lalu