Ternyata Suamiku CEO Misterius - Bab 226 Nona Mu, Selamat Datang Kembali (2)

Wanita cantik itu meneguk anggur merah, wajahnya tersenyum, tapi matanya masih dingin, “Panggil saja aku Alisa.”

“Alisa? Bagaimana keadaan anakku?” Tanya Christy Mu tidak sabar lagi.

“Baik kok. Makan, tidur, dan bermain sama seperti anak pada umumnya.”

Christy Mu melihat wajahnya yang bosan dan seperti tidak ingin berbicara, dan dia juga ikut diam. Topeng di wajahnya terasa agak lengket dan sakit lalu dia berdiri mengambil air obatnya.

“Pergi kemana?” Alisa bertanya dengan acuh tak acuh.

“Pergi dan melepaskan topeng ini, nantinya sudah tidak akan membutuhkan ini lagi.” Christy Mu berjalan ke kabin.

“Tunggu.” Alisa memanggilnya, dengan dagunya menunjuk ke meja, “Lempar hpmu kesini.”

Christy Mu kembali menatapnya, dan melempar hpnya ke meja.

“Pak-” Hp tidak terlempar dengan baik, dan jatuh ke bawah. Christy Mu tidak kembali untuk mengambilnya, karena dia tidak akan berhubungan dengan hp itu lagi.

Alisa melirik dan tidak bergerak.

Sampai di kabin menemukan kamar mandi, Christy dalam diam melihat wajah ini di cermin, kecantikannya memang indah, tetapi itu bukan dia. Dia menuangkan sedikit ramuan kecil di tangannya, dan merobek topeng untuk terakhir kalinya hingga memperlihatkan kulit yang putih dan halus.

Dan tetap saja wajah sendiri yang terlihat lebih nyaman, meski tidak secantik Edelyn Chu.

Keluar dari kabin, Christy Mu melemparkan topeng di tangannya ke laut. Dia tidak lagi perlu menjadi Edelyn Chu, tanpa merasakan kehilangan, hanya ada perassan yang begitu lega dan plong.

Alasannya melepas topeng selain karena tidak membutuhkannya lagi, ada satu alasan lagi: Dia tidak ingin melihat anaknya pada pandangan pertama melihat wajah Edelyn Chu, bukan wajahnya.

Christy Mu berbalik dan mengambil hpnya, dengan sadar diri meletakkannya di atas meja dan tidak mengotak-ngatiknya lagi.

“Kalau kamu mengantuk, pergilah ke sana istirahat sebentar, kita mungkin sampai pagi-pagi sekali,” Alisa menunjuk ke kursi baring yang tidak jauh dari sana.

Christy Mu melongo, tidak menyangka tempat yang akan dia datangi sejauh ini?

Dia mengambil ranselnya dan berjalan ke kursi baring, meletakkan tas di atasnya, dan berbaring.

Dia sudah melihat kekejaman Alisa, kalau dia ingin memaksa mengambil peta harta karun darinya, dia pasti tidak akan memiliki peluang untuk menang, jadi dia saat ini hanya bisa melakukan apa yang dia katakan.

Pasang surut kapal pesiar, seperti lagu pengantar tidur, ditambah penerbangan belasan jam, Christy Mu sangat lelah lalu dengan memeluk tas ranselnya jatuh tertidur.

Tidak tahu sudah berapa lama, betis kecil Christy Mu ditendang, dia terbangun dari mimpi, dan pemandangan di depannya wajah tanpa ekspresi Alisa, diikuti oleh langit biru muda di belakangnya.

Langit mulai cerah.

“Kamu benar-benar berhati besar ya, aku suruh kamu tidur, kamu benar pergi tidur, bangun, kita sudah sampai.”

Christy Mu menggosok matanya, meregangkan anggota tubuhnya, lalu membenahi rambutnya dengan sembarangan, mengambil tasnya, dan mengikuti Alisa keluar dari kapal pesiar.

Ini adalah sebuah pulau yang subur dikelilingi oleh laut, dan tidak ada orang yang bisa dilihat di pantai ini, sepertinya ini adalah pulau yang tidak dikenal dan tidak berpenghuni.

Seratus atau dua ratus meter ke depan, sebuah vila putih berdiri di antara pepohonan lebat, dan dua pengawal tinggi mendekati mereka, dan Christy Mu tanpa sadar mengepalkan tali bahunya.

Untungnya, orang itu hanya meliriknya, dan kemudian mengatakan sesuatu kepada Alisa dalam bahasa yang tidak bisa dipahami Christy Mu, dan yang terakhir mengangguk dan mengucapkan dua kalimat kemudian terus bergerak maju.

Semakin dekat ke vila putih, suasana hati Christy Mu menjadi lebih tegang, dia belum melihat anaknya selama enam bulan, dia ingin tahu apakah anaknya masih ingat dengan ibunya ini.

Melangkah ke vila, ada tentara berpatroli dengan senjata di mana-mana, satu per satu terlihat seperti goshawk, begitu menyeramkan.

Christy Mu teringat sebuh peran yang sering terlihat dalam film perang, tentara bayaran. Orang-orang ini seharusnya adalah tentara bayarannya.

Dengan suasana tegang dan menggigil memasuki ruang tamu, suhu tubuhnya langsung turun drastis.

Dibandingkan dengan vila terakhir yang dia kunjungi, dekorasi di sini agak ringkas, putih adalah fitur utama, dan perabotannya sangat modern. Christy Mu melihat sekeliling, seorang laki laki melangkah keluar dari dalam, mengenakan baju kemeja buatan dan celana kasual, dan sepasang sepatu putih limited edition di kakinya. Dia masih mengenakan topeng perak di wajahnya, dan matanya yang dalam tersembunyi di balik topeng itu, menampakkan cahaya yang tak terduga.

Ketika melihatnya, Christy Mu tidak bisa menjelaskan mengapa semua bulu kuduknya berdiri.

“Nona Mu, selamat datang kembali.” Suara laki-laki itu bergetar dan dia sedikit tersenyum, “Apakah kamu senang dengan perjalanan ini?”

Christy Mu menatapnya dengan dingin, “Bagaimana dengan anakku?”

“Mana barang yang aku inginkan?” Dia duduk di sofa ruang tamu dan merentangkan kakinya di atas meja kopi dengan santai.

“Aku berdiri di sini tentu saja dengan membawa barang yang kamu inginkan, tapi biarkan aku melihat anakku dulu,” ucap Christy Mu bersikeras.

Laki-laki itu memberi kode dengan jarinya, dan Alisa mendorong kereta bayi, jantung Christy Mu rasanya akan melompat keluar, dan sebelum Alisa datang, dia sudah berlari ke kereta bayinya sendiri.

Alisa mencegat tubuhnya dan menolaknya untuk melihat anak itu, tetapi tidak lama terdengar suara laki-laki itu berkata, “Biarkan dia melihatnya, lagi pula dia tidak bisa lari dan keluar dari pulau ini.”

Alisa yang mendengarnya kemudian melepaskannya.

Christy Mu bergegas ke kereta dorong, dan matanya langsung menjadi basah.

Anaknya telah tumbuh besar, garis wajahnya menjadi lebih seperti Ericko Ye, tubuh bagian atasnya mengenakan rompi warna-warni kecil, dan bagian bawahnya langsung mengenakan pampers dengan kaki telanjang. Kedua lengan kecilnya lembut dan putih seperti akar teratai. Pada saat ini, kedua matanya yang memiliki warna berbeda sedang mengawasinya seolah-olah sedang menatap orang asing.

Hati Christy Mu menjadi tegang, air matanya jatuh, anakku, ibu sudah kembali, kamu sudah tidak ingat dengan ibumu?

Ibu dan anak itu saling memandang selama setengah menit, anak itu kemudian membuka mulut seolah ingin mengatakan sesuatu, dan pada saat yang sama dia mengulurkan tangan kecilnya ke udara. Christy Mu memegang tangan kecilnya dan menciumnya.

Suasana reuni begitu tebal dan panjang, dan laki-laki itu tiba-tiba berkata, “Ya, kamu sudah melihatnya kan, mana barang yang aku inginkan?”

Christy Mu menyeka air matanya dan menoleh untuk meminta negoisasi, meskipun dia tahu dia tidak akan menyetujui negoisasinya tapi dia tetap ingin mencobanya.

“Kamu sebelumnya mengatakan kalau aku mengambil peta harta karun dan kamu akan membiarkan aku dan anakku pergi. Apakah kalimat ini masih diperhitungkan?”

Laki-laki itu mengangkat bahu, “Tentu saja.”

Christy Mu terkejut, “Benarkah?”

“Iya, untuk apa aku berbohong padamu?” Laki-laki itu berkata dengan jujur.

Christy Mu masih belum puas, “Kalau begitu tolong kamu siapkan perahu untuk membawa aku dan anakku keluar dari pulau, dan aku akan memberimu peta harta karun ketika aku pergi.”

Laki-laki itu tertawa, dan berkata, “Nona Mu, kamu sepertinya agak tidak tahu diri ya, kamu bahkan belum memberikan barang yang aku inginkan, dan memintaku menyiapkan perahu untukmu? Kalau-kalau barang yang berikan itu palsu, bagaimana? ”

Hati Christy Mu melonjak, tetapi ekspresinya sangat tenang. “Aku bisa datang ke sini, dan aku tidak mungkin mempermainkan nyawa anakku dan diriku sendiri. Barang itu bagaimana mungkin bisa palsu?”

“Aku ingin melihatnya sebelum aku bisa memutuskannya.”

Christy Mu ragu-ragu tidak tahu apakah harus percaya pada laki-laki itu.

Laki-laki itu bangkit dan berjalan ke kereta dorong, membungkuk, dan menggoda wajah anak itu yang tersenyum dengan jari-jarinya, anak itu segera “terkikik” dan tersenyum. Dua tangan gemuk menggenggam lengannya, dan matanya bersinar penuh bintang.

Melihat adegan ini, hati Christy Mu rasanya hampir hancur.

Laki-laki itu berdiri tegak dan menatapnya, senyum di matanya berangsur-angsur menghilang, digantikan oleh kedinginan dan keagungan, “Nona Mu, alasan mengapa aku sekarang berbicara kepadamu dengan sopan karena suasana hatiku yang sedang baik, dan setelah kamu membuat suasana hati baikku ini habis, kamu mungkin akan melihat betapa kasarnya aku dan aku akan langsung mengambil peta harta karun itu darimu.”

Christy Mu mengangkat lehernya dan menatapnya, tetapi di dalam hatinya merasa takut. Ya yang dia katakan benar. Dia datang sendirian dan tidak punya kekuatan untuk melawannya.

Dia sementara waktu ini terdiam, saat dia melihatnya menunjukkan kekesalan, Christy Mu menyerah. Dia tidak bisa menyentuh telur dengan batu, dan tidak bisa menaruhkan nyawa anaknya atas ini semua.

“Aku akan memberimu peta harta karun.” Christy Mu mengambil tasnya, membuka ritsletingnya, mengeluarkan kotak kayu berukir halus dari sana, dan memberikannya kepadanya, “Ada di dalam.”

Laki-laki berwajah perak itu tidak menjawab, dan berkata dengan dingin, “Buka saja.”

Christy Mu tanpa ragu membuka kotak kayu kecil, dan gulungan kulit domba tua terlipat di dalamnya. Mata laki-laki berwajah perak itu bersinar, dia mengulurkan tangan dan mengeluarkan gulungan kulit domba, lalu membukanya dengan hati-hati...

Detak jantung Christy Mu bertambah cepat, dia tidak tahu apakah peta harta karun palsu ini bisa menipu laki-laki licik ini.

Setelah mendapatkan peta harta karun, laki-laki itu tidak tertarik untuk meladeninya lagi, dia berjalan ke ruang belakang untuk melihat dua peta yang telah diperolehnya sebelumnya. Di ruang tamu, hanya tersisa Christy Mu, Alisa dan anaknya.

Christy Mu menghirup nafas lega, membuang kotak kayu kecil untuk ke lantai, berdiri samping kereta bayi dan kembali terobsesi dengan anaknya.

“Sayang, ini ibu, kamu masih ingat tidak?” Christy Mu berbisik pada dirinya sendiri, air mata memenuhi matanya, dan suaranya bergetar, “Sayang, ibu sudah kembali, dan ibu tidak akan pernah meninggalkanmu lagi.”

Ericko Ye versi mininya ini memandangnya untuk sementara waktu, tetapi masih tidak menanggapi, sebaliknya, dia mengulurkan tangannya ke arah Alisia yang berdiri di samping, dan mulutnya menyipit.

Alisa menunjukkan kelembutan yang langka, dia mencoel hidung kecil anak itu dan berkata dengan lembut, “Sekarang masih belum boleh gendong ya.”

Anak itu sepertinya mengerti kata-katanya, meletakkan tangannya dan meredam mulutnya.

“Jangan ngambek dan bersikap manja padaku, kamu sekarang tumbuh terlalu cepat, aku tidak bisa menggendongmu lagi.”

Anak itu menyipitkan matanya ketika mendengar ini.

Novel Terkait

Predestined

Predestined

Carly
CEO
4 tahun yang lalu
Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Menantu Bodoh yang Hebat

Menantu Bodoh yang Hebat

Brandon Li
Karir
3 tahun yang lalu
My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
4 tahun yang lalu
Loving Handsome

Loving Handsome

Glen Valora
Dimanja
3 tahun yang lalu
Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
4 tahun yang lalu
My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
3 tahun yang lalu